Hitstat

13 May 2006

Kejadian Volume 1 - Minggu 4 Sabtu

Sungguh Amat Baik
Kejadian 1:31
“Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh sangat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.”

Kejadian 1:31 mengatakan, “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Kita harus memperhatikan kata “melihat” di sini. Apa arti kata ini?
Jika kita membeli sebuah benda yang sangat memuaskan kita, kita memutar-mutarnya dengan senang dan melihatnya dengan teliti. Inilah arti “melihat” di sini. Allah bukan sepintas lalu “melihat” segala sesuatu yang telah dijadikan-Nya dan mengatakan bahwa itu baik. Tetapi, Ia “melihat” dengan teliti segala sesuatu yang telah dijadikan-Nya dan nampak bahwa itu sungguh amat baik. Kita perlu memperhatikan bahwa pada saat penciptaan, Allah “melihat-lihat” apa yang telah dibuat-Nya. Ketika melihat kemegahan alam semesta, Allah masih belum puas; ketika melihat segala makhluk ciptaan yang menakjubkan, Allah masih belum puas juga. Tetapi ketika melihat manusia, Allah merasa sungguh amat baik, karena semua pengharapan Allah terpusat pada manusia. Adam memiliki gambar dan rupa Allah dan kepadanya diserahkan pemerintahan Allah. Selama manusia mengekspresikan Allah dan menanggulangi musuh Allah, Allah merasa sungguh amat baik, Allah merasa puas.
Saudara saudari mari kita renungkan, bahwa Kejadian dimulai dengan situasi yang benar-benar hancur total, namun ketika Allah mulai bekerja, maka Dia sanggup mengubah kondisi yang hancur itu menjadi setahap demi setahap membaik, hingga mencapai titik ‘sungguh amat baik’. Mari kita serahkan diri kita untuk digarap oleh Allah, hingga mencapai tahap sungguh amat baik.

Allah Berhenti Dari Segala Pekerjaan-Nya
Kej. 2:1-3; Yes. 40:28

Kejadian 2:1-3 menunjukkan bahwa setelah Allah menyelesaikan pekerjaan pemulihan dan penciptaan-Nya yang lebih lanjut, maka Allah memasuki perhentian.Ini bukan perhentian yang fisikal tetapi sebuah perhentian yang rohani. Dia melihat segala sesuatu yang Dia buat adalah sangat baik, dan Dia dipuaskan. Kapan kala Allah mendapatkan perhentian, kita pun menikmati perhentian. Namun perhentian yang kita alami sekarang ini adalah pencicipan akan perhentian yang akan datang, satu perhentian yang sempurna, yakni perhentian dalam langit baru dan bumi baru. Pada saat itu, kita akan masuk ke dalam perhentian Allah (Ibr. 4:3). “Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-Nya” (Ibr. 4:10). Kekekalan akan dimulai, dan sampai kekal kita akan berhenti di hadapan Allah memahami kehendak-Nya, mengagumi kebaikan hati-Nya, dan memuji anugerah-Nya. Entah situasi yang bagaimana nanti jadinya! “Tetapi seperti ada tertulis: ‘Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia’” (1 Kor. 2:9).
Sekarang kita dapat mencicipi perhentian ini. “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan (perhentian-T.L.)kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan (perhentian-T.L.)” (Mat. 11:28-29). Di sini ada dua perhentian. Yang pertama kita terima ketika kita percaya dalam Tuhan Yesus sebagai Juruselamat kita. Yang kedua kita terima ketika kita belajar dari Tuhan Yesus. Jiwa kita penuh dengan nafsu, kegairahan, ketamakan, kesedihan, kejengkelan, dan duka cita. Tetapi ketika kita mempertimbangkan kelemahlembutan dan kerendahan hati Tuhan, bagaimana Dia menanggung pertentangan dari orang dosa, bagaimana Dia mengambil kuk atas diri-Nya sendiri, dan bagaimana Dia menunjukkan diri-Nya sendiri sebagai seekor domba, kita tidak akan letih dan lesu lagi. Jika kita belajar dari Dia, kita akan menemukan perhentian jiwa kita, hidup damai, suatu hidup yang tidak meronta-ronta! Betapa sukacita!
Dalam enam hari itu, ada “petang dan pagi”. Setelah petang selalu ada pagi, akan tetapi tidak ada hari tanpa petang. Namun, pada hari ketujuh, hari Sabat Allah, tidak ada lagi petang maupun pagi. Sekarang yang kita miliki adalah “siang” tanpa akhir, yang sempurna, penuh, mulia, diberkati, dan dikuduskan oleh Allah.

Penerapan:
Kita boleh bekerja dan berjerih lelah, tetapi kita tidak boleh kekurangan perhentian. Bila dalam pelayanan, kita mengeluh atau bersungut-sungut, pelayanan kita menjadi kurang bernilai dan Allah pasti tidak mendapatkan perhentian, demikian pula dengan kita. Pastikan hari ini kita tidak kehilangan perhentian di dalam roh kita.

Pokok Doa:
Tuhan, aku datang kepada-Mu saat ini untuk mendapatkan perhentian. Kenyangkanlah aku dengan diri-Mu sendiri dan penuhilah hatiku dengan damai sejahtera-Mu. Ampunilah aku yang sering mengabaikan persekutuan dengan-Mu. Pulihkanlah aku hari ini.

No comments: