Hitstat

19 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 4 Senin

Allah Memperhitungkan Sebagai Kebenaran
Roma 4:3
Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.”

Ayat Bacaan: Rm. 4:3; Kej. 15:6; Rm. 9:16

Roma 4:3 mengatakan, “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Ini dikutip Paulus dari Kejadian 15:6, mengacu pada perkara sebelum Abraham berusia delapan puluh lima tahun. Saat itu Allah dalam mimpi berkata kepada Abraham, “Anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu...”, Abraham percaya Allah, Lalu Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Inilah yang pertama kali. Selanjutnya ketika Abraham sepenuh hati percaya pada apa yang dijanjikan oleh Allah pasti terjadi, maka ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Sebab itu ia sekali lagi dibenarkan oleh karena iman. Waktunya sudah berselang belasan tahun, Allah masih mengajarkan pelajaran yang sama kepada Abraham yakni pelajaran iman. Pada mulanya, kadar imannya masih mengandung unsur diri sendiri, lewat beberapa tahun, sampai suatu hari, ia sendiri sudah tidak menaruh harapan, namun ia masih percaya, dan Allah sekali lagi memperhitungkan imannya sebagai kebenaran. Allah membawanya sampai ke satu tahap dimana ia benar-benar bisa percaya, inilah hasil pekerjaan Allah di atas dirinya. Di sini kita melihat bahwa “Hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi pada kemurahan hati Allah” (Rm. 9:16).
Setelah Allah memanggil Abraham keluar dari Ur-Kasdim, Allah melatih Abraham untuk beriman kepada-Nya. Percaya kepada Allah berarti beriman ke dalam-Nya, dan bersatu dengan-Nya. Dalam iman ini manusia mengakui dirinya bukan apa-apa, tidak memiliki apa-apa, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Manusia mengakui dirinya harus diakhiri. Jadi, percaya kepada Allah berarti mengakhiri diri kita sendiri dan membiarkan Allah menjadi segala apa adanya diri kita, membiarkan Allah menjadi segala sesuatu yang seharusnya pada diri kita. Sejak kita percaya kepada Allah, kita sudah tidak seharusnya menjadi apa-apa. Kita harus diakhiri seluruhnya, dan membiarkan Allah menjadi segala sesuatu di dalam kita. Itulah makna sunat yang tepat. Tidaklah cukup kalau kita mohon Tuhan menyunat hati kita, sebab sunat yang batiniah dan tepat ialah mengakhiri diri kita dan membiarkan Allah menjadi segala sesuatu kita.

Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab siapa yang berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada. (Ibr. 11:6a)

No comments: