Hitstat

05 September 2015

Ibrani - Minggu 15 Sabtu



Pembacaan Alkitab: Ibr. 2:10; 10:19-20


Kita bukan hanya penyeberang sungai, juga orang‑orang yang melarikan diri. Melarikan diri dari apa? Dari segala hal yang di luar Kristus dan hidup gereja. Kita harus lari dari dunia, agama, bahkan diri kita sendiri. Kita harus lari dari toko‑toko serba ada, arus zaman, agama, konsepsi usang, dan berbagai macam tradisi. Kita harus lari dari segala sesuatu yang bisa menceraikan kita dengan Kristus. Kita harus melarikan diri dari kedudukan kita yang usang, ambisi dan rasa sayang diri. Kita harus lari dari setiap hal. Tidak usah diragukan bahwa penulis surat ini sangat mengharapkan agar kaum beriman Ibrani melarikan diri dari agama Yahudi yang usang. Sebab bila mereka tetap berdiam di sana, sangatlah berbahaya, maka mereka harus cepat‑cepat melarikan diri. Dalam bahasa aslinya juga mengandung arti melarikan diri ke tempat yang aman, itulah sebabnya mengapa penerjemah menambah kata "perlindungan". Di sini penulis seolah berkata, "Hai kaum beriman Ibrani, situasi kalian sangat berbahaya, kalian harus cepat‑cepat melarikan diri ke tempat yang aman!"

Di manakah tempat yang aman itu? Ke manakah kita harus melarikan diri? Ke dalam roh kita, ke dalam gereja, dan ke dalam alam surgawi. Apakah yang ada dalam alam surgawi? Tempat maha kudus di belakang tabir. Kaum beriman Ibrani berada dalam bahaya terseret kembali ke dalam perkemahan. Mereka harus melarikan diri ke belakang tabir. Penulis seolah‑olah berkata, "Larilah ke belakang tabir, ke dalam tempat maha kudus, ke dalam roh. Jangan bimbang di dalam jiwamu. Keluarlah dari pikiranmu yang berkelana itu. Larilah ke dalam rohmu, baru aman." Walaupun kita sukar untuk memastikan apa sebenamya tempat perlindungan itu, namun kita boleh katakan itulah alam surgawi di mana Tuhan Yesus hari ini berada.

Dalam 6:9‑20 penulis menggunakan istilah "sauh" menyatakan bahwa kita sedang berada di atas laut yang berbadai. Karena kita memang sedang berlayar di atas laut yang berbadai, kita perlu sebuah sauh. Sudah pasti, tempat untuk kita berteduh ialah pelabuhan, dan pelabuhan ini berada di dalam roh kita, di dalam hidup gereja, dan di dalam tempat maha kudus di mana Tuhan Yesus berada. Bila kita ingin tinggal di pelabuhan ini, kita perlu sebuah sauh, dan sauh ini adalah pengharapan kita (ayat 18‑19) yang terbentuk dari dua hal yang tidak berubah selama‑lamanya; janji Allah dan sumpah Allah (ayat 12‑18). Janji Allah diteguhkan oleh sumpah Allah. Janji Allah ialah firman Allah, sumpah Allah ialah ketetapan‑Nya yang terakhir. Maka demi janji dan sumpah Allah, yang tidak dapat berubah itu, kita beriman dan sabar, sehingga timbullah pengharapan kita, yaitu sauh jiwa kita. Pengharapan kita bagaikan sauh yang kuat dan aman telah dilabuhkan ke dalam tempat maha kudus di belakang tabir, dan kini di dalam roh kita dapat masuk ke dalamnya (10:19‑20). Karena itu, kita kini dapat berlabuh di dalam tempat maha kudus melalui sauh pengharapan tersebut. Tanpa sauh, kapal kita akan kandas (1 Tim. 1:19).

Penulis kini memberi tahu kita bahwa Kristus bukan hanya Pemimpin keselamatan, Ia pun Perintis kita. Sebagai Perintis, Tuhan Yesus mengambil pimpinan untuk melewati laut yang berbadai dan masuk ke dalam, pelabuhan surgawi guna menjadi Imam Besar bagi kita menurut aturan Melkisedek. Sebagai Perintis yang demikian, Dia adalah Pemimpin keselamatan kita (2:10). Sebagai Perintis, Dia telah membuka jalan kepada kemuliaan; dan sebagai Pemimpin, Dia telah masuk ke dalam kemuliaan, masuk ke dalam tempat maha kudus di belakang tabir. Untuk masuk ke dalam tempat maha kudus, Tuhan Yesus telah melarikan diri dari segala sesuatu. Dia melarikan diri dari ibu dan saudara‑saudara‑Nya (Mat. 12:46‑50). Ia pun telah lari dari agama Yahudi dan masuk ke belakang tabir. Ia telah masuk ke dalam hadirat Allah. Ia telah melarikan diri dari segala sesuatu dan masuk ke dalam hadirat Allah di belakang tabir, tempat kita melabuhkan sauh pengharapan dengan penuh jaminan (ayat 19, 11).


Sumber: Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 2, Berita 30

No comments: