Hitstat

07 February 2007

Kejadian Volume 11 - Minggu 3 Kamis

Yakub Berserah kepada Belas Kasih dan Rahmat Allah
Kejadian 43:14
“Allah Yang Mahakuasa kiranya membuat orang itu menaruh belas kasihan kepadamu, supaya ia membiarkan saudaramu yang lain itu beserta Benyamin kembali. ...jika terpaksa aku kehilangan anak-anakku, biarlah juga kehilangan!”

Sewaktu Yakub melepaskan putra-putranya, termasuk Benyamin, pergi ke Mesir untuk kedua kalinya, ia berkata, “Allah Yang Mahakuasa kiranya membuat orang itu menaruh belas kasihan kepadamu, supaya ia membiarkan saudaramu yang lain itu beserta Benyamin kembali. Mengenai aku ini, jika terpaksa aku kehilangan anak-anakku, biarlah juga kehilangan!” (Kej. 43:14). Sebelum ini, Yakub senantiasa yakin pada kemampuan dan keterampilannya sendiri. Namun setelah pemberesan tahap terakhir, keyakinan atas dirinya telah lenyap. Ia hanya menaruh keyakinan kepada Allah. Yakub telah mengenal belas kasihan dan rahmat Allah. Dalam bagian akhir dari pengalaman hidupnya, Yakub menyadari bahwa segala sesuatu tergantung pada belas kasihan Allah, bukan pada kepandaian atau kebiasaannya. Ia pun menyadari bahwa belas kasihan Allah itu serba cukup. Ia mengenal bahwa Allah itu Mahakuasa, sanggup memenuhi segala keperluannya dalam berbagai macam situasi. Oleh karena itulah, Yakub berkata kepada putra-putranya, “Allah yang Mahakuasa kiranya membuat orang itu menaruh belas kasihan kepadamu” (Kej. 43:14).
Sekarang kepercayaan Yakub dan perhentiannya benar-benar terletak pada belas kasihan dan keserbacukupan Allah, tidak lagi kepada dirinya sendiri atau kemampuannya sendiri. Pada titik ini Yakub tidak lagi bergumul dengan Allah. Yakub menyerah secara mutlak kepada Allah dan pengaturan-Nya. Ia menerima semua situasi yang Allah berikan (Kej. 43:11, 13). Tentang kemungkinan bahwa putra-putranya tidak kembali, ia mengatakan, “Jika terpaksa aku kehilangan anak-anakku, biarlah juga kehilangan” (Kej. 43:14). Suatu ekspresi kepatuhan yang luar biasa!

Manifestasi Kematangan Yakub
Kej. 45:1-13; 26-27

Setelah Yusuf memperkenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya dan menghibur mereka (Kej. 45:1-8), berkatalah Yusuf kepada mereka, “Segeralah kamu kembali kepada bapa dan katakanlah kepadanya: Beginilah kata Yusuf, anakmu: Allah telah menempatkan aku sebagai tuan atas seluruh Mesir; datanglah mendapatkan aku, janganlah tunggu-tunggu. Engkau akan tinggal di tanah Gosyen dan akan dekat kepadaku, engkau serta anak dan cucumu, kambing domba dan lembu sapimu dan segala milikmu. Di sanalah aku memelihara engkau—sebab kelaparan ini masih ada lima tahun lagi—supaya engkau jangan jatuh miskin bersama seisi rumahmu dan semua orang yang ikut serta dengan engkau. Dan kamu telah melihat dengan mata sendiri, dan saudaraku Benyamin juga, bahwa mulutku sendiri mengatakannya kepadamu. Sebab itu ceritakanlah kepada bapa segala kemuliaanku di negeri Mesir ini, dan segala yang telah kamu lihat, kemudian segeralah bawa bapa ke mari” (Kej. 45:9-13). Setelah memuati binatang-binatang mereka dengan perbekalan, Yusuf melepas saudara-saudaranya pergi ke tanah Kanaan untuk menjemput Yakub, ayah mereka.
Ketika sampai di tanah Kanaan, mereka menceritakan kepada Yakub, ayah mereka, “Yusuf masih hidup, bahkan dialah yang menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir” (Kej. 45:26). Tetapi bagaimanakah reaksi Yakub? Hatinya tetap dingin. Namun ketika dilihatnya kereta yang dikirim oleh Yusuf untuk menjemputnya, bangkitlah kembali semangatnya (rohnya, TL.). Kejadian 45:26-27 melukiskan hati dan roh Yakub. Ayat 26 mengatakan bahwa “hati Yakub telah mati rasa” (Ibrani), dan ayat 27 mengatakan bahwa “bangkitlah kembali roh Yakub, ayah mereka itu”. Mendengar kabar baik tentang Yusuf, hatinya tetap mati rasa. Dalam bahasa Ibrani istilah tersebut berarti mati rasa. Hati Yakub tetap dingin, namun rohnya bangkit kembali
Kita perlu seperti Yakub. Dalam situasi-situasi tertentu, hati kita harus mati rasa, namun roh kita harus bangkit kembali. Seorang kaum imani yang matang adalah orang yang rohnya bangkit kembali, lincah dan membubung, tetapi terhadap dunia hatinya mati rasa. Memang kita harus berkobar-kobar dalam roh, namun hati kita seharusnya dingin. Roh kita memang harus merupakan perapian yang penuh api berkobar-kobar, tetapi hati kita harus sedingin salju. Karena hati Yakub telah mati rasa dan rohnya tersadar, maka ia tidak menyalahkan siapa-siapa atau sesuatu hal. Hatinya tidak pula melonjak bereaksi. Walau hayat jiwanya telah mati, habis ditanggulangi, namun rohnya bangkit.

Penerapan:
Mempunyai permulaan yang baik bukanlah hal yang mengagumkan, tetapi memiliki kesinambungan yang konstan adalah hal yang paling berharga. Semua kelayuan (kegersangan) hayat rohani dimulai dari berbantahan dengan Allah, tidak rela menyerah kepada Allah. Semua kegersangan rohani diakibatkan karena kita berbantahan dengan Allah dan Allah kalah.

Pokok Doa:
Ya Tuhan, ampunilah aku yang tanpa kusadari sering berbantahan dengan urapan-Mu di dalamku. Banyak hal yang telah Kaularang untuk dilakukan, tetapi aku tetap melakukannya. Tuhan, kini aku bertobat, dan basahilah kembali batinku yang gersang dengan curahan hayat-Mu. Amin.

No comments: