Hitstat

04 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 1 Jumat

Menengadah kepada Bapa - Sumber Berkat
Matius 14:19
... Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak.

Matius 14:19 mengatakan bahwa Yesus mengambil lima roti dan dua ikan dan ketika akan memberkati-Nya, Ia menengadah ke langit. Dengan kata lain, Ia memberkati makanan dengan menengadah kepada Bapa-Nya di surga. Ini menunjukkan bahwa Ia menyadari kalau sumber berkat itu bukanlah Dia. Ia adalah Yang diutus. Yang diutus tidak seharusnya menjadi sumber berkat. Yang mengutus, yakni Bapa, Dialah sumber berkat itu. Ini adalah pelajaran penting yang harus kita pelajari.
Kita perlu melihat teladan yang Tuhan dirikan bagi kita di sini. Setelah Ia memberkati dengan cara menengadah kepada Bapa, barulah Ia memberitahu murid-murid-Nya apa yang harus dilakukan. Tidak diragukan, apa yang dilakukan-Nya adalah teladan agar murid-murid-Nya belajar dari Dia. Menurut teladan ini, kita harus menyadari bahwa kita bukanlah sumber, karena kita adalah orang-orang yang diutus oleh Bapa. Tidak peduli kita dapat melakukan berapa banyak, kita harus menyadari bahwa kita masih tetap memerlukan berkat dari Sang sumber, dari Dia yang mengutus kita, sehingga kita dapat memberikannya kepada orang-orang yang membutuhkan.
Kita harus menyadari bahwa kita bukanlah sumber. Tidak ada berkat yang berasal dari kita. Tidak peduli kita dapat melakukan berapa banyak, kita harus menyadari bahwa kita memerlukan berkat dari Bapa atas pekerjaan kita. Jangan sekali-kali bermegah atas kemampuan kita dalam melakukan sesuatu. Pencapaian kita dalam pekerjaan maupun dalam pelayanan kita, semuanya karena berkat Bapa, bukan hasil kekuatan atau kepandaian kita. Bahkan ketika kita hendak menyantapn makanan kita, kita harus belajar menengadah dan bersyukur kepada Bapa sebagai sumber berkat kita. O, kita harus belajar bersyukur kepada Bapa atas segala hal yang terjadi dalam hidup kita!

Mat. 14:19-24; Yoh. 5:19, 30; 7:18; Luk. 6:12

Tuhan menengadah kepada Bapa di surga menunjukkan bahwa sebagai Putra di bumi yang diutus oleh Bapa di surga, Ia bersatu dengan Bapa, bersandar kepada Bapa (Yoh. 10:30). Ini adalah prinsip yang sangat penting. Kapan kala kita bersaksi untuk Tuhan, kita harus mempunyai perasaan bahwa kita bersatu dengan Tuhan, bersandar kepada-Nya. Apa yang kita tahu dan apa yang dapat kita lakukan tidak berarti apa-apa. Menjadi satu dengan Tuhan dan bersandar kepada Dia sangatlah penting dan sangat berarti dalam kehidupan dan pelayanan kita. Jika kita bersandar pada apa yang dapat kita lakukan, kita habis. Berkat hanya datang melalui diri kita menjadi satu dengan Tuhan dan bersandar kepada Dia.
Tuhan tidak melakukan apa pun dari diri sendiri (Yoh. 5:19). Ini juga adalah teladan bagi murid-murid. Ia adalah Seorang yang melalui-Nya seluruh alam semesta diciptakan, tetapi Ia tidak melakukan apa-apa dari diri sendiri. Inilah teladan dari menyangkal diri. Ia berkata bahwa setiap orang yang mengikuti-Nya harus memikul salib-Nya dan menyangkal dirinya (Mat. 16:24). Ia menempuh hidup yang menyangkal diri sendiri. Sebagaimana Tuhan, kita pun harus menyangkal diri sendiri dan tidak mempunyai maksud untuk melakukan segala sesuatu dari diri sendiri. Apa pun yang kita lakukan haruslah berasal dari Dia, karena segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan untuk Dia. Ini adalah melaksanakan ajaran menyangkal diri melalui melakukan perkara-perkara bersama Tuhan.
Terakhir, Tuhan tidak mencari kehendak-Nya sendiri tetapi kehendak Dia yang mengutus-Nya (Yoh. 5:30b). Ia pun tidak mencari kemuliaan-Nya sendiri tetapi kemuliaan Bapa yang mengutus Dia (Yoh. 7:18). Setelah mengadakan mujizat, Ia naik ke bukit untuk berdoa seorang diri (Mat. 14:23; cf. Luk. 6:12).Tuhan tidak tetap tinggal di tengah-tengah hasil dari mujizat itu dengan orang banyak. Jika kita pergi ke tempat tertentu dan sukses besar, apakah kita akan segera pergi atau tetap tinggal dalam kesuksesan besar itu untuk menikmatinya? Dewasa ini banyak tokoh kekristenan yang menyebut dirinya “hamba Tuhan” justru menikmati meriahnya sanjungan atas mujizat yang mereka lakukan. Keberhasilan apa pun tidak seharusnya membuat kita mabuk pujian manusia, tetapi haruslah membuat kita “menyingkir” kepada Bapa, Sang sumber.

Doa:
Bapa, Engkaulah sumber berkat. Aku menengadah sepenuhnya kepada-Mu. Apa yang aku terima, semuanya adalah berasal dari Dikau. Bapa, aku tidak bisa mengerjakan apapun tanpa diri-Mu, karena itu aku tidak dapat bermegah atas apa pun yang kulakukan. Segala berkat berasal dari-Mu, karena itu biarlah segala mulia dan ucapan syukur hanya bagi-Mu.

No comments: