Hitstat

03 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 3 Rabu

Mengendalikan Amarah
Mazmur 37:8
Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.

Setelah beroleh anugerah, perbuatan dan sikap seseorang seharusnya mengalami perubahan yang besar. Perubahan ini tentu juga meliputi amarahnya. Ada orang, walau sudah percaya Tuhan Yesus, bahkan sudah percaya bertahun-tahun, tetapi sifat mudah marahnya masih tetap sama seperti sebelum ia percaya. Hal ini sangat disayangkan dan sangat tidak memuliakan Tuhan. Begitu seseorang percaya Tuhan Yesus, seharusnya ia segera membereskan sifat mudah marahnya. Kita tidak bisa membiarkan sifat mudah marah tetap tinggal dalam diri kita, apalagi sampai bertahun-tahun.
Mengapa perihal amarah itu begitu serius di hadapan Allah? Karena amarah mendatangkan hukuman. Tuhan berkata, “Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.” (Mat. 5:22). Raka (kafir, LAI) berarti bodoh, tolol, tidak berguna, sedangkan moreh (jahil, LAI) berarti dungu. Kedua ungkapan Ibrani ini bersifat menghakimi sekaligus merendahkan orang lain. Munculnya kedua ungkapan negatif di atas pastilah berasal dari amarah yang tidak terkendali.
Untuk menanggulangi amarah, kita harus tunduk di bawah kuasa tangan Tuhan, belajar menerima pengaturan Tuhan, dan dengan sungguh-sungguh menanggulangi sifat mudah marah kita. Kalau tidak, maka sangat sukar bagi kita untuk memiliki damai sejahtera. Filipi 4:7 mengatakan, “Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” Orang Kristen tidak seharusnya membiarkan perkara apa pun mengganggu damai sejahteranya, sehingga damai sejahteranya hilang. Dalam segala keadaan, kita harus berusaha mempertahankan damai sejahtera kita.

Mat. 5:22; Flp. 4:7; 2 Kor. 5:10; Why. 20:15

Dalam Matius 5:22 terdapat tiga macam pengadilan. Pertama, pengadilan di pintu gerbang kota, yaitu pengadilan tingkat wilayah. Kedua, pengadilan Mahkamah Agama (Sanhedrin), yaitu pengadilan di tingkat yang lebih tinggi, suatu lembaga hukum yang terdiri dari imam-imam kepala, tua-tua Yahudi, ahli hukum, dan ahli Taurat. Mereka adalah mahkamah yang paling tinggi di kalangan orang Yahudi (Luk. 22:66; Kis. 4:5-6, 15; 5:27, 34, 41). Pengadilan ketiga adalah pengadilan Allah, pengadilan yang tertinggi. Penghakiman ini dikerjakan melalui gehena (neraka) yang apinya menyala-nyala. Ketiga macam cara penghakiman ini disebutkan oleh Raja baru dengan menggunakan gambaran dari latar belakang Yahudi, mengingat semua pendengar-Nya pada saat itu adalah orang Yahudi.
Walau kita telah diselamatkan dan menjadi penyusun dari umat Kerajaan Surga, tidak berarti bahwa kita tidak akan menghadapi penghakiman lagi. Suatu hari kelak, kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, guna memperoleh apa yang patut kita terima, sesuai dengan apa yang kita lakukan dalam hidup kita ini, baik ataupun jahat (2 Kor. 5:10). Ini dengan jelas menunjukkan bahwa meskipun kaum beriman sudah diampuni oleh Allah untuk selamanya, jika mereka berdosa terhadap hukum Taurat baru kerajaan seperti yang disebutkan di sini, mereka masih harus menghadapi pengadilan Kristus. Pengadilan ini akan menentukan apakah seseorang beroleh upah kerajaan ataukah pendisiplinan sezaman.
Seberapa seriuskah pendisiplinan yang akan Allah berlakukan bagi kaum beriman yang tidak dapat mengekang amarahnya? Mereka harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala (gehena, Tl.). Kata “Gehena” ialah bahasa Yunani, kata yang sama dengan “Ge Hinnom” dalam bahasa Ibrani, Lembah Hinnom, atau yang juga disebut Tofet (2 Raj. 23:10; Yes. 30:33; Yer. 19:13), suatu lembah yang dalam dekat Yerusalem dan menjadi tempat pembuangan (sampah) bagi kota itu. Segala jenis kotoran dan mayat orang-orang jahat dibuang ke sana, lalu dibakar. Karena apinya yang terus-menerus menyala, tempat ini menjadi lambang tempat penghukuman kekal, lautan api (Why. 20:15).

Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku, karena aku adalah orang yang mudah melampiaskan amarah. Aku tidak memiliki cukup kesabaran di dalamku. Tuhan, tanggulangilah egoku yang liar ini, agar jangan karena kelemahanku, nama-Mu dipermalukan dan kemuliaan-Mu dirugikan. Aku damba hidup dalam damai sejahtera, baik terhadap-Mu, maupun terhadap sesama.

No comments: