Hitstat

11 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 4 Kamis

Kelapangan Hati Berlawanan dengan Amarah
1 Petrus 3:9
Dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.

Pada suatu kali, murid-murid berharap api turun dari langit untuk membinasakan orang-orang Samaria, sebab orang-orang Samaria itu menolak Tuhan. Tuhan lalu menegur mereka (Luk. 9:51-56). Ia menunjukkan kepada mereka bahwa mereka itu berhati kerdil. Orang yang berhati kerdil selalu ingin membalas perlakuan orang terhadapnya. Tuhan lalu berkata bahwa Anak Manusia datang bukan untuk membinasakan, melainkan untuk menyelamatkan. Tuhan ingin melatih kita menjadi orang yang lapang. Semua orang yang membalas kejahatan dengan kejahatan adalah orang berhati kerdil. Karena itu Alkitab mengatakan, ”Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan” (Rm. 12:17). Paulus berkata, “Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah” (1 Kor. 4:12-13). Inilah teladan dari orang yang berhati lapang.
Tuhan Yesus memiliki hati yang lapang. Ketika Ia disalibkan, Ia berdoa bagi orang yang menyalibkan-Nya, ”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34).Demikian pula Madame Guyon, tidak dendam dan benci kepada orang-orang yang menganiayanya, tetapi mengasihi mereka dan berdoa bagi mereka. Bisa memaafkan orang lain dan bisa memberkati orang yang mengutuk kita adalah masalah lapang hati. Hati kita harus lapang sedemikian rupa sehingga begitu orang yang bersalah kepada kita mengakui kesalahannya, kita bisa memaafkannya. Walau seseorang bermaksud menganiaya dan mencelakakan kita, kita tetap dapat mengasihinya, dan walaupun ia memusuhi kita, kita tetap bisa membiarkannya. Ini adalah masalah kelapangan hati. Orang yang lapang hati tidak menyimpan kesalahan orang lain dan tidak pemarah (1 Kor. 13:5). Ia bisa mengampuni orang tujuh puluh kali tujuh kali; ia bisa menutupi segala sesuatu (1 Kor. 13:7).

Mat. 5:42; Rm. 12:17; 1 Kor. 4:12-13; 13:5-7

Dalam hukum yang baru, Tuhan mengatakan bahwa kita tidak boleh melampiaskan amarah kita (Mat. 5:39-42). Bukan saja tidak boleh melampiaskan amarah, kita pun harus menanggulanginya. Yang perlu dibereskan bukannya orang yang meminta sesuatu kepada kita, melainkan amarah kita. Yang menjadi sumber masalah bukan lawan kita, tapi amarah kita. Tuhan mengizinkan seseorang memaksa kita berjalan sejauh satu mil sebagai suatu ujian untuk menyingkapkan watak kita yang asli, untuk membuktikan bahwa amarah kita masih bercokol di dalam kita. Jangan mengira bahwa karena kita cukup rohani, maka kita tidak lagi memiliki amarah. Di dalam kita sebagai umat kerajaan, amarah itu mungkin masih dengan kuatnya bercokol di dalam kita. Demi kebaikan kita, watak asli kita perlu disingkapkan.
Dalam Matius 5:42 Tuhan mengatakan, “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari kamu.” Memberi kepada orang yang meminta dan tidak menolak orang yang mau meminjam membuktikan bahwa umat kerajaan tidak mementingkan barang materi dan tidak dikuasai oleh barang itu. Memberi kepada yang meminta atau yang ingin meminjam akan menyingkapkan watak kita. Tuhan tidak berkata bahwa kita boleh dengan sembarangan memperlakukan harta duniawi kita, tetapi hidup kita harus melampaui benda-benda materi maupun amarah kita. Jangan membiarkan amarah kita terprovokasi oleh benda-benda materi. Inilah sikap yang harus dimiliki oleh umat kerajaan pemenang. Tidak ada satu perlakuan apa pun yang dapat membangkitkan amarah umat pemenang.
Hukum Taurat lama tidak menyinggung masalah amarah atau watak alamiah seseorang. Tetapi hukum Taurat baru, hukum Taurat yang telah diubah, menerangi, menyingkapkan, dan menanggulangi baik amarah maupun keadaan hati kita yang sesungguhnya. Ketika kita membaca bagian ini, mungkin kita akan mengatakan bahwa kita tidak sanggup melakukan permintaan dari hukum Taurat baru Kerajaan Surga. Namun, ketahuilah bahwa sebenarnya hal ini tidak bergantung pada masalah sanggup atau tidaknya kita, melainkan bergantung pada mau tidaknya kita melakukannya.

Doa:
Lapangkanlah hatiku, ya Tuhan, agar aku tidak hanya memikirkan kepentinganku sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain. Singkirkanlah ego, amarah, dan kesombongan yang bercokol di dalamku sehingga aku dapat terbangun dengan semua kaum beriman di sekelilingku. Jadikanlah aku berkat bagi saudara-saudaraku seiman.

No comments: