Hitstat

18 December 2006

Kejadian Volume 9 - Minggu 4 Selasa

Yakub Lari Meninggalkan Laban
Kejadian 31:21
“Demikianlah ia lari dengan segala harta miliknya. Ia berangkat, menyeberangi sungai Efrat dan berjalan menuju pegunungan Gilead.”

Setelah segala sesuatunya siap, Yakub pun berangkat bersama segala harta miliknya. Ia berangkat menyeberangi sungai Efrat dan berjalan menuju pegunungan Gilead (Kej. 31:21). Persiapan Yakub dalam melarikan diri memang sangat baik, sehingga tidak seorangpun dari pihak Laban yang menyadari hal itu sampai pada hari yang ketiga. Pelarian Yakub memang tidak baik, tetapi hal inipun terjadi atas seizin Allah. Walau cara Yakub ini dapat dipandang sebagai suatu kesalahan, tetapi kesalahan ini bermanfaat bagi pengubahan Yakub.
Sering kita menyesali kesalahan-kesalahan kita yang lampau, tetapi kalau kita menoleh ke belakang, justru kesalahan-kesalahan itu bermanfaat bagi pengubahan kita. Tidak seorang pun di antara kita yang benar-benar jujur, luhur, setia maupun lurus. Hanya Tuhan Yesus yang seperti itu. Kita semua mempunyai kekurangan dan kelemahan alamiah. Yakub melarikan diri disebabkan lemah imannya. Ia takut menderita kerugian dan takut mati. Mengatakan “Walau rugi bahkan kehilangan jiwa sekalipun, aku tetap setia kepada Allah” memang mudah diucapkan, tetapi sulit dipraktekkan. Ketika saatnya tiba, kita umumnya juga akan melarikan diri. Semua kesalahan kita, serta perbuatan kita yang keliru, adalah di bawah kuasa pengaturan Allah. Ia menggunakan semuanya ini untuk mengubah kita. Ini bukan berarti kita bebas berbuat kesalahan. Tidak seorang pun ingin berbuat kesalahan. Tetapi meskipun kita membenci kesalahan-kesalahan dan enggan berbuat salah, namun masih saja kita membuat beberapa kesalahan besar. Kesalahan-kesalahan kita memberi Allah kesempatan untuk mengubah kita!

Laban Mengejar Yakub
Kej. 31:22-30; 36-37; 40-42

Kejadian 31:22-23 mengatakan, “Ketika pada hari ketiga dikabarkan kepada Laban, bahwa Yakub telah lari, dibawanyalah sanak saudaranya bersama-sama, dikejarnya Yakub tujuh hari perjalanan jauhnya, lalu ia dapat menyusulnya di pegunungan Gilead.” Laban dan orang-orangnya perlu waktu tujuh hari perjalanan jauhnya untuk mengejar dan menyusul Yakub di pegunungan Gilead. Laban dapat saja mencelakai Yakub, tetapi Allah dalam mimpi berbicara kepadanya untuk tidak berbuat apa-apa terhadapnya. Allah berfirman kepada Laban, “Jagalah baik-baik, supaya engkau jangan mengatai Yakub dengan sepatah katapun” (Kej. 31:24).
Meski Laban tidak dapat berbuat sesuatu terhadap Yakub, Ia hanya dapat melampiaskan amarahnya dengan mengeluh (Kej. 30:26-29). Laban menuduh Yakub mencuri berhalanya. Ia berkata, “Kalau memang engkau harus pergi, semata-mata karena sangat rindu ke rumah ayahmu, mengapa engkau mencuri dewa-dewaku?”(Kej. 31:30). Setelah Yakub membiarkan kemahnya dan orang-orang yang bersama dengan dia diperiksa, dan berhala itu tidak diketemukan, Yakub balas memarahi Laban atas penganiayaannya. Yakub berkata, “Apakah kesalahanku, apakah dosaku, maka engkau memburu aku sehebat itu? Engkau telah menggeledah segala barangku, sekarang apakah yang kautemui dari segala barang rumahmu? Aku dimakan panas hari waktu siang dan kedinginan waktu malam, dan mataku jauh dari pada tertidur. Selama dua puluh tahun ini aku di rumahmu; aku telah bekerja padamu empat belas tahun lamanya untuk mendapat kedua anakmu dan enam tahun untuk mendapat ternakmu, dan engkau telah sepuluh kali mengubah upahku. Seandainya Allah ayahku, Allah Abraham dan Yang Disegani oleh Ishak tidak menyertai aku, tentulah engkau sekarang membiarkan aku pergi dengan tangan hampa; tetapi kesengsaraanku dan jerih payahku telah diperhatikan Allah dan Ia telah menjatuhkan putusan tadi malam” (Kej. 31:36-37, 40-42). Sampai di titik ini Yakub belum nampak bahwa Allahlah yang telah mengatur situasi sehingga ia harus menderita begitu banyak kerugian di bawah kuasa Laban. Karena itu, semua perlakuan Laban telah menyisakan akar kepahitan yang dalam di hati Yakub. Kalau kita tidak nampak bahwa Allah berada di balik segala kerugian dan perlakuan buruk yang kita terima selama ini, cepat atau lambat semuanya itu akan menjadi akar pahit yang bercokol di dalam hati kita. Kalau tidak segera disingkirkan, akar pahit itu akan menyebabkan hati kita tawar terhadap Allah dan menghalangi kita menikmati anugerah. Jalan satu-satunya agar kita terhindar dari kepahitan adalah dengan melihat dan menerima tangan kedaulatan Allah atas segala situasi yang terjadi pada kita.

Penerapan:
Terkadang iman kita menjadi begitu lemah sehingga kita tidak lagi mampu mempercayai Allah dengan sepenuhnya. Kita menjadi orang yang takut kepada manusia, kuatir, dan tidak bersandar Allah. Sekalipun keadaan kita demikian, Allah masih bisa bekerja di atas diri kita, asal kita memiliki satu tekad untuk bertobat dan mau terbuka kepada Tuhan. Bagi-Nya tidak ada kata terlambat. Bukalah hati dan mulut kita, serulah nama-Nya, berpalinglah kepada-Nya.

Pokok Doa:
Ya Tuhan Yesus, ampunilah aku yang kerap kali meragukan tangan kedaulatan-Mu dalam hidupku, tergesa-gesa dalam memutuskan sesuatu, dan tidak melibatkan Engkau dalam rencana-rencanaku. Aku mau melatih imanku untuk mempercayakan hidupku ke dalam tangan-Mu.

No comments: