Hitstat

09 January 2007

Kejadian Volume 10 - Minggu 3 Selasa

Tanpa Allah, Sia-sialah Usaha Manusia
Kejadian 33:4
“Tetapi Esau berlari mendapatkan dia, didekapnya dia, dipeluk lehernya dan diciumnya dia, lalu bertangis-tangisanlah mereka.”

Kejadian 33 mempersaksikan kepada kita akan kasih sayang dan kesetiaan Allah. Pasal ini menyingkapkan kepada kita macam apakah Allah kita itu. Bila Yakub saja tidak cukup memahami kasih sayang dan kesetiaan Allah, kitapun demikian. Entah betapa sulitnya keadaan sekeliling kita, Tuhan adalah di sini. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa kita memiliki Dia, janji-Nya, tujuan-Nya, dan tentara-Nya. Marilah kita melupakan kecakapan dan kesanggupan alamiah kita dalam mengatasi situasi sekeliling kita. Yakub sangat cerdik dalam membagi anggota keluarganya menurut pertimbangannya sendiri. Tetapi terakhir kita ketahui bahwa apa yang ia lakukan itu, ternyata tidak ada gunanya; segala sesuatunya sia-sia belaka.
Sebagai orang-orang yang mengasihi Tuhan, kita memiliki keyakinan bahwa kita adalah kaum yang terpilih. Sebagai orang-orang yang terpilih, maka janji Allah, tujuan Allah, dan penakdiran Allah adalah bagi kita. Tuhan telah berpesan kepada kita semua agar terus maju menuju sasaran, ke negeri Bapa kita, di mana kita boleh menikmati segala kekayaan Tuhan untuk tujuan-Nya yang kekal. Jadi, yang perlu kita lakukan hanyalah menikmati kedamaian di dalam Dia. Jangan dipusingkan dengan perkara-perkara lain yang tidak ada habis-habisnya. Segala perkara yang telah memusingkan kita itu bukanlah apa-apa. Kelihatannya memang ada kesulitan yang bertubi-tubi, namun berhubung kita adalah orang-orang pilihan Allah yang ada di bawah naungan-Nya yang serba cukup, kita tidak perlu khawatir. Asalkan kita mau menempuh jalan menuju tujuan Allah dan asalkan kita memiliki janji-Nya sebagai umat pilihan-Nya, maka kita akan menikmati kesetiaan Allah.

Yakub dan Esau Berdamai
Kej. 33:8-11

Kisah dalam Kejadian pasal 32 dan 33 seharusnya menjadi bantuan besar bagi kita. Kerap kali orang yang kita takuti itu justru menjadi orang yang membantu kita. Yakub mempunyai harta yang banyak. Ia memerlukan sejumlah orang untuk mengangkutnya. Kebetulan Esau membawa 400 orang untuk memberi bantuan. Akan tetapi, setelah mendengar ini, Yakub sangat ketakutan. Padahal, orang yang ia takuti itu justru adalah orang-orang yang akan membantu dia dan meringankan bebannya. Ketika Esau melihat kumpulan-kumpulan yang diutus Yakub berjalan di depan, berkatalah ia, “Apakah maksudmu dengan seluruh pasukan, yang telah bertemu dengan aku tadi?” (Kej. 33:8). Esau tidak menyebut mereka kumpulan, melainkan pasukan. Yakub menjawab, “Untuk mendapat kasih tuanku. . . terimalah berkat yang kubawakan untukmu” (Kej. 33:8, 11, TL.).
Kejadian 33:9-10 mengatakan, “Tetapi kata Esau: Aku mempunyai banyak, adikku; peganglah apa yang ada padamu. Tetapi kata Yakub: Janganlah kiranya demikian; jikalau aku telah mendapat kasihmu, terimalah persembahanku ini dari tanganku, karena memang melihat mukamu adalah bagiku serasa melihat wajah Allah, dan engkaupun berkenan menyambut aku.” Perkataan Yakub dalam ayat ini sungguh tulus, bukan pura-pura. Dia berkata, “Karena memang melihat mukamu adalah bagiku serasa melihat wajah Allah.” Mengatakan perkataan ini, sama dengan berkata, “Aku melihat wajahmu, seperti aku melihat Pniel.” Artinya, “Melihat wajah orang yang pernah kusalahi, melihat orang yang pernah kurugikan, akan sama seperti melihat wajah Allah.” Yakub paling tidak pernah dua kali menyalahi Esau. Pertama, Yakub dengan cerdik membuat Esau menjual hak kesulungannya dengan menukarkannya dengan masakan kacang merah. Kedua, Yakub merebut berkat yang seharusnya diberikan Ishak kepada Esau dengan berpura-pura menjadi Esau. Dengan mengatakan “Karena memang melihat mukamu adalah bagiku serasa melihat wajah Allah” berarti Yakub telah mengakui kesalahannya kepada Esau.
Bila kita bertemu dengan orang yang pernah kita salahi, saat itu juga kita seolah bertemu dengan Allah; begitu kita berjumpa dengan orang yang pernah kita rugikan, saat itu juga kita berjumpa dengan penghakiman. Kalau kita pernah berhutang kepada orang, pernah menganiaya orang sehingga orang itu kita lukai, kalau perkara itu tidak dibereskan, setiap kali kita melihat dia, akan sama seperti melihat Allah. Kita akan merasa ketakutan saat berjumpa dia karena seperti berjumpa dengan Allah. Setiap kali kita melihat mukanya, kita akan memikirkan Allah; setiap kali kita berjumpa dengannya, seperti berjumpa dengan penghakiman Allah.

Penerapan:
Selama kita masih hidup di dunia ini, masalah yang kita hadapi tidak akan pernah berhenti. Satu masalah selesai, segera menyusul masalah baru. Bagaimanakah sikap kita dalam menghadapi masalah-masalah itu? Pertama kita harus mengaminkan firman Tuhan yang dengan jelas mengatakan bahwa kita adalah orang-orang yang terpilih. Kedua, kita harus percaya kepada janji-janji Allah. Karenanya, kita tidak perlu kuatir akan apapun juga.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas kesetiaan-Mu. Engkau setia dalam menepati janji-Mu terhadap orang yang Kaupilih. Berilah aku satu hati yang polos, yang tidak bimbang terhadap janji-Mu. Selamatkanlah aku dari hati yang jahat, hati yang tidak percaya terhadap firman-Mu.

No comments: