Hitstat

06 July 2011

1 Korintus - Minggu 17 Rabu

Pembacaan Alkitab: 1 Kor. 7:1-20


Tidak ada hal yang lebih mewakili kehidupan manusia daripada kehidupan pernikahan. Di satu aspek, kehidupan manusia tidak lain adalah kehidupan pernikahan. Hal-hal yang ada sangkut-pautnya dengan pekerjaan kita dan hidup sehari-hari kita bertalian dengan kehidupan pernikahan. Karena alasan inilah, kita bisa mengatakan bahwa kehidupan pernikahan mewakili kehidupan manusia.

Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang Korintus berkenaan dengan kehidupan pernikahan, Paulus bersifat sederhana, langsung, terus terang, dan murni. Perkataannya tidak bersifat mendua-arti yang menyebabkan orang merasa ragu-ragu, juga tidak politis. Ia menjawab semua pertanyaan menurut pengalaman kekristenannya. Itulah sebabnya dalam ayat 7 ia berkata, "Meskipun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku." Dalam ayat 8 ia mengatakan, "Baiklah mereka tetap dalam keadaan seperti aku." Hal ini menunjukkan bahwa Paulus menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai kehidupan pernikahan menurut hakikinya dan kehidupannya. Jadi, jika kita ingin memperoleh pengertian yang lengkap mengenai pasal ini, kita perlu bertanya, untuk apakah Paulus hidup. Paulus adalah seorang yang mutlak. Rohnya mutlak bagi Tuhan dan ekonomi-Nya. Ketika membaca pasal ini, kita menyadari bahwa harapan Paulus ialah agar kaum beriman meneladani dan mengikutinya, yaitu hidup bagi Tuhan. Seolah-olah di sini Paulus berkata, "Aku mutlak bagi Tuhan, dan aku berharap kalian semua juga demikian. Dalam hal ini aku ingin kalian semua mengikutiku."

Paulus tidak saja mutlak bagi Tuhan, tetapi juga mutlak bersatu dengan Allah. Karena bersatu dengan Allah, Paulus menjawab pertanyaan-pertanyaan sedemikian rupa agar orang-orang Korintus mendapat bantuan untuk menjadi satu dengan Allah dalam setiap lingkungan, kondisi, dan situasi. Hal ini kita ketahui dari fakta bahwa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu, Paulus menuruti prinsip ini: sama sekali tidak memprakarsai sesuatu atau mengubah sesuatu. Ia menjelaskan sejelas-jelasnya kepada orang-orang Korintus bahwa mereka tidak seharusnya memprakarsai aksi apa pun atau mengubah status mereka dengan cara apa pun.

Jika kita mengubah status kita atau memprakarsai suatu tindakan, ini menunjukkan bahwa kita tidak bersatu dengan Allah dan kita tidak mau bersatu dengan-Nya. Jika kita mau bersatu dengan Allah dan benar-benar bersatu dengan-Nya, kita tidak akan memprakarsai perubahan apa pun; khususnya perubahan yang berhubungan dengan kehidupan pernikahan. Sebaliknya, kita akan bersikap, "Jika Allah menghendaki aku menikah, biarlah Dia yang memprakarsainya dan mengerjakannya. Jika Allah tidak menghendaki aku menikah, tentulah Dia akan memberiku karunia yang kubutuhkan untuk tetap tinggal sebagai bujangan." Karunia ini akan menghasilkan suatu kerelaan, bahkan satu kedambaan untuk tetap tinggal membujang. Akan tetapi, tidak seharusnya orang membuat keputusan seperti ini berdasarkan dirinya sendiri. Seharusnya Allah yang memprakarsai dan yang mengaruniai kita -- baik keinginan maupun karunia untuk tetap membujang. Paulus tidak menikah. Namun, hal ini ia lakukan bukan atas keputusannya sendiri, melainkan diprakarsai oleh Allah, dan Allah memberi Paulus keinginan dan kemampuan yang dibutuhkannya. Itulah karunia yang diterimanya dari Tuhan. Sekali lagi, apakah kita akan menikah atau tidak, janganlah kita memprakarsai apa pun. Kita harus menyerahkan masalah ini kepada Tuhan.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Korintus, Buku 2, Berita 42

No comments: