Hitstat

05 July 2011

1 Korintus - Minggu 17 Selasa

Pembacaan Alkitab: 1 Kor. 7:15-40


Dalam ayat 13 dan 14 Paulus berkata, "Kalau ada seorang istri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh istrinya dan istri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, tentu anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus." Dalam ayat 16 Paulus menunjukkan kemungkinan seorang istri menyelamatkan suaminya, atau seorang suami menyelamatkan istrinya. Di sini prinsipnya adalah tetap tinggal dalam pernikahan supaya pihak yang belum percaya itu bisa beroleh selamat. Artinya, seorang beriman yang telah menikah dengan seorang yang tidak beriman tidak boleh mengambil inisiatif untuk memutuskan pernikahannya. Malahan sebaliknya, ia harus tetap dalam hidup pernikahan agar bisa menyelamatkan pihak yang tidak percaya.

Dalam ayat 14 Paulus membicarakan perihal seorang suami yang tidak percaya dikuduskan oleh istrinya dan istri yang tidak percaya dikuduskan oleh suaminya. Dikuduskan adalah dijadikan kudus, untuk ketetapan kehendak Allah dipisahkan kepada Allah. Karena istri yang percaya adalah milik Tuhan dan untuk Tuhan, maka suaminya yang tidak percaya dijadikan kudus, dikuduskan, dipisahkan kepada Allah karena dia untuk istrinya, sedang istrinya adalah dari Allah dan untuk Allah. Ini sama dengan bait dan mezbah yang menjadikan kudus benda-benda umum ketika benda-benda itu dikaitkan kepada bait dan mezbah (Mat. 23:17, 19). Prinsip yang sama diterapkan pada istri dan anak-anak yang tidak percaya. Dikuduskan sedemikian bukan berarti orang yang bersangkutan telah diselamatkan, melainkan sama seperti pengudusan makanan oleh doa kaum saleh, tidak ada hubungannya dengan keselamatan (1 Tim. 4:5). Orang yang beroleh selamat adalah orang yang dikuduskan, orang kudus. Siapa pun yang berkaitan dengannya dan untuknya, juga dijadikan kudus karenanya.

Selanjutnya dalam ayat 15 dikatakan, "Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari itu tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera." Tidak terikat di sini berarti tidak terbelenggu. Ketika orang yang tidak percaya meninggalkan orang yang percaya, orang yang percaya jangan terbelenggu, ia boleh terlepas dari pernikahan dengan orang yang tidak percaya.

Menurut ayat ini, "Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera." Allah dalam keselamatan-Nya telah memanggil kita kepada-Nya di dalam ruang lingkup dan unsur damai sejahtera. Karena itu, kita harus hidup di dalam damai sejahtera ini. Jika di dalam pernikahan pihak yang tidak percaya ingin meninggalkan, kita harus mengizinkannya pergi. Tetapi supaya kita dapat hidup dalam damai sejahtera yang di dalamnya Allah telah memanggil kita, Allah tidak ingin kita memulai perpisahan apa pun sepanjang pihak yang lain setuju untuk tetap tinggal (ayat 13). Ayat-ayat berikutnya (ayat 16-24) semua didasarkan pada Allah telah memanggil kita dalam damai sejahtera. Kata "sebab" pada permulaan ayat 16 menunjukkan bahwa ayat-ayat 16-24 merupakan penjelasan dari perkataan di depannya, yaitu bahwa Allah telah memanggil kita dalam damai sejahtera. Untuk tinggal dalam damai sejahtera ini kita harus memegang perkataan dalam ayat 16 hingga 24.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Korintus, Buku 2, Berita 41

No comments: