Hitstat

08 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 1 Jumat

El-Shaddai
Kejadian 17:1
“Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: ‘Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.’”

Ketika Abraham berusia 99 tahun, Tuhan menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya: “Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.” Dalam bahasa Ibrani, sebutan “Allah Yang Mahakuasa” adalah El-Shaddai yang berarti “Allah yang Mahakaya dan Mahacukup”. “El” berarti “yang kuat”, “yang berkuasa”, sedang “Shaddai” mengandung makna “dada”, “buah dada”. Buah dada menghasilkan susu, dan susu merupakan suplai yang serba cukup, yang mengandung semua gizi yang kita perlukan untuk hidup sehari-hari. Jadi El-Shaddai berarti Sang Mahakuasa yang Mahacukup sebagai suplai kita setiap hari. Selain itu, kata “tidak bercela” dapat diartikan sebagai “sempurna” (Ibrani: tamiym, Inggris: perfect). Di sini kita melihat Allah memberi dua pesan kepada Abraham — Abraham harus hidup (Inggris: walk) di hadapan Allah yang Mahakaya dan Mahacukup dan ia harus sempurna. Karena Abraham tidak sempurna, ia kekurangan sesuatu, Allah kemudian datang dan mewahyukan diri-Nya sebagai El-Shaddai.
Dalam pasal 17:1 Allah memberi tahu Abraham agar ia hidup di hadapan-Nya. Apakah artinya ini? Ini berarti menikmati Tuhan. Hidup di hadapan Tuhan berarti kita terus-menerus menikmati Dia dan menerima suplai “buah dada-Nya”. Hidup di hadapan Allah tidak berarti kita hidup di hadapan-Nya dengan penuh ketakutan seperti di hadapan Sang Kudus. Tidak. Sang Mahakuasa dengan “buah dada” ilahi yang mahacukup siap menyuplai semua keperluan sehari-hari kita. Hanya dengan menikmati suplaian-Nya, kita dapat hidup di hadapan-Nya.

Hidup di Hadapan Allah dan Menjadi Sempurna
Kej. 17:1

Dalam pasal 16, Abraham tidak hidup di hadapan Allah, tetapi ia hidup di hadapan Sara, Hagar dan Ismael. Karena Abraham tidak hidup di hadapan Allah, Allah menilai dia tidak sempurna. Abraham seolah-olah melupakan Allah sebagai sumber persediaannya yang mahakaya. Karena itulah Allah kemudian mewahyukan diri-Nya sebagai El-Shaddai, Mahakuasa yang “berbuah dada”.
Penyuplaian Allah seperti air susu yang mengalir ke dalam kita. Allah tidak menginginkan kita menggunakan kekuatan kita untuk menggenapkan tujuan Allah; Ia menghendaki kita minum “air susu-Nya”, menyesap unsur diri-Nya ke dalam kita, sehingga kita sanggup melakukan kehendak-Nya. Adakah kita setiap hari menerima suplai dari “buah dada” ilahi ini? Suplai apakah yang kita terima dari hari ke hari? Kiranya hari demi hari kita berada di bawah “buah dada-Nya” dan menikmati suplai yang mahacukup. Allah bagi kita adalah Sang Mahakuasa yang mahakaya dan mahacukup.
Selain itu, Allah menghendaki kita, anak-anak-Nya menjadi sempurna, senantiasa hidup di hadapan-Nya. Apakah artinya sempurna? Bagi Abraham tidak sempurna bukan berarti ia tidak baik, melainkan ia kekurangan Allah. Tanpa Allah, tidak seorangpun di antara kita dapat menjadi sempurna. Tanpa Allah, tidak ada kesempurnaan. Jika kehidupan rumah tangga kita tanpa Allah, maka kehidupan rumah tangga kita tidak sempurna.
Hidup di hadapan Allah berarti kita menikmati Dia, dan sempurna berarti membiarkan Allah ditambahkan ke dalam kita. Kesempurnaan kita adalah diri Allah sendiri. Bagaimanapun baiknya atau bagaimanapun sempurnanya kita di pandangan manusia, tetapi tanpa Allah kita kekurangan sesuatu. Allah harus ditambahkan ke dalam diri kita. Jika Dia tidak ditambahkan ke dalam diri kita, diri kita tetap tidak sempurna.
Suami isteri harus belajar hidup di hadapan Allah. Terutama bagi orang-tua yang telah mempunyai anak, harus menyediakan waktu untuk berdoa bersama. Bersama-sama menantikan Allah serta bersama-sama mempersekutukan perkara rohani. Baik istri maupun suami, dalam perkara tertentu harus rela menerima koreksi di bawah terang ilahi. Suami tidak mempertahankan gengsi suami, istri pun tidak mempertahankan gengsi istri, melainkan sama-sama rela menerima koreksi di bawah terang Allah. Harus ada dialog rohani. Adakalanya berdoa bersama, adakalanya bersekutu bersama. Teristimewa bagi mereka yang telah mempunyai anak, harus mencari kesempatan untuk lebih sering datang bersama ke hadapan Allah. Jika menginginkan keluarga yang baik, maka suami dengan istri, keduanya harus hidup di hadapan Allah. Jika keduanya tidak hidup di hadapan Allah, keluarga ini pasti tidak akan baik.

Penerapan:
Di dalam segala sesuatu kita harus selalu bersandar kepada Allah yang serba limpah. Sebagai contoh, banyak di antara kita yang disusahkan oleh temperamen kita. Jangan sekali-kali mencoba mengatasi temperamen. Jika kita melupakan temperamen kita dan setiap saat bersandar kepada Allah, temperamen kita dengan sendirinya akan dikalahkan.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur kepada-Mu karena Engkau selalu tersedia bagiku. Engkau adalah El-Shaddai, Allah yang Mahakuasa, Mahakaya dan Mahacukup. Atas segala keperluanku, aku mau sepenuhnya bersandar kepada-Mu.

No comments: