Hitstat

11 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 2 Senin

Perjanjian Sunat
Kejadian 17:10
“Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat.”

Lewat tiga belas tahun, Abraham kini berusia sembilan puluh sembilan tahun. Pada saat inilah, Allah menyatakan diri kepadanya dan berkata, “Akulah Allah Yang Mahakuasa” (Kej. 17:1). Allah menegaskan kembali perjanjian-Nya dengan Abraham dalam Kejadian 17:2-8 bahwa melalui Abraham, Allah akan mendapatkan sekelompok orang menjadi umat-Nya. Allah berkata, “Inilah perjanjian-Ku yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat” (Kej. 17:10). Dengan kata lain, Allah akan mendapatkan sekelompok umat, umat yang tidak lagi mengandalkan kekuatan diri sendiri. Sunat adalah tanda bagi umat Allah (Kej. 17:14). Orang yang tidak “disunat” tidak bisa menjadi bejana kesaksian Allah.
Disunat berarti menyangkal kehendak atau kesenangan diri sendiri. Pada dasarnya kita adalah orang yang tidak mudah untuk meminta maaf ataupun mengampuni kesalahan orang lain. Kalau kita bersalah, di dalam hati kita berkata “Ah, itu hanya kesalahan kecil.” Kita merasa tidak perlu minta maaf. Kalau orang lain yang bersalah kepada kita, di dalam hati kita berkata, “Orang itu sungguh tidak tahu diri!” Kalau kita bersikap demikian, itu adalah tanda bahwa kita belum mengalami “sunat” karena kita masih hidup menurut watak alamiah kita. Kita harus menyangkal watak kita yang demikian dengan berseru kepada Tuhan. Saat kita menyeru nama-Nya, Dia akan menerangi, memimpin, dan menguatkan kita, baik untuk meminta maaf, maupun untuk mengampuni kesalahan orang lain. Inilah cara praktis untuk mengalami “sunat”.

Disunat berarti Disalibkan
Kej. 17:9-11, 13; Kol. 2:11-12; Rm. 14:8

Perjanjian yang dibuat Allah dengan Abraham di dalam Kejadian 15, dikukuhkan di dalam Kejadian 17 oleh sunat. Sebenarnya tidak perlu bagi Allah untuk mengukuhkannya sekali lagi. Allah setia terhadap janji-Nya, namun Abraham tidak demikian, ia menggunakan kekuatan alamiahnya untuk melahirkan Ismael. Karena penyebab timbulnya kesukaran adalah Abraham memakai tenaga alamiahnya dengan Hagar untuk melahirkan Ismael, maka Allah menghendaki Abraham disunat untuk mengukuhkan sekali lagi perjanjian-Nya (Kej. 17:9-11, 13).
Dalam Perjanjian Baru kita dapat melihat makna sunat. Makna rohani dari sunat adalah mengerat/menanggalkan tubuh daging, menolak diri sendiri dan orang lama kita. Kolose 2:11-12 mengatakan, “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” Sunat adalah perkara menanggalkan tubuh daging dan orang lama kita; bukan sekedar perkara pemberesan dosa. Abraham, di dalam Kejadian 16 menggunakan tubuh dagingnya, tetapi di sini dalam Kejadian 17, Allah menghendaki tubuh dagingnya ditanggalkan. Dalam Kejadian 16 ia menggunakan kekuatan alamiahnya, tetapi di dalam Kejadian 17 kekuatannya diakhiri. Inilah makna sunat yang sebenarnya.
Problem yang sama juga terjadi pada hari ini. Asal kekuatan alamiah kita masih ada, sukar bagi Allah menjadi segala sesuatu kita untuk menggenapkan tujuan-Nya. Allah hendak masuk ke dalam kita untuk menjadi segala-gala kita, tetapi tubuh daging kita, kekuatan alamiah kita, orang lama kita, dan ego kita yang usang, menghalangi diri Allah menjadi segala sesuatu kita. Ego ini, manusia lama ini, harus diakhiri, harus “disunat”, yaitu disalibkan.
Ketika kita bekerja di dalam kekuatan dan kemampuan alamiah kita, sasarannya adalah untuk mencari kemuliaan kita sendiri dan motifnya adalah untuk memuaskan kedambaan kita sendiri. Sebenarnya, di dalam pekerjaan Tuhan, kita tidak seharusnya mempunyai ego, dan kita tidak seharusnya mempunyai sasaran untuk kemuliaan kita sendiri, untuk kebanggaan kita. Kita seharusnya melakukan hal-hal dengan sederhana karena Tuhan memimpin kita untuk melakukannya. Kita seharusnya tidak melakukan hal-hal itu karena kita mempunyai sesuatu untuk memperolehnya bagi sasaran kita. Itu adalah salah. Sasaran dari semua aktivitas kita haruslah untuk Tuhan (Rm. 14:8).

Penerapan:
Demi mendidik kita, Tuhan sering mengijinkan kesulitan datang menimpa kita. Begitu kesulitan datang, kita harus memandangnya sebagai kesempatan untuk datang kepada Tuhan, bersandar anugerah-Nya melampaui kesulitan itu. Jangan mengandalkan diri sendiri atau orang lain, tetapi marilah kita mengandalkan Tuhan dalam hidup kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mengakui bahwa dalam banyak perkara aku mengandalkan kekuatan alamiahku. Tuhan,ampunilah semua kegagalanku. Aku memerlukan suplai ilahi-Mu setiap hari. Anugerah-Mu itulah sumber kekuatanku.

No comments: