Hitstat

16 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 2 Sabtu

Menjadi Sahabat Allah
Kejadian 18:1
“Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik.”

Setelah Abraham dipanggil oleh Allah, belajar menempuh hidup berdasarkan iman, dan mengenal anugerah sebagai satu-satunya jalan untuk menggenapkan tujuan Allah, maka segera ia dibawa masuk ke dalam tahap selanjutnya, yaitu persekutuan yang manis dan terus menerus dengan Allah. Ketika Abraham duduk-duduk di depan pintu kemahnya sewaktu hari panas terik, ia melihat tiga orang mendatanginya (Kej. 18:1-2). Di dalam bahasa Ibrani, kata yang diterjemahkan dengan “orang-orang” di dalam ayat dua itu berarti orang biasa, umat manusia. Allah menampakkan diri kepada Abraham dalam keadaan seperti itu. Mulanya, Abraham tidak menyadari bahwa salah satu dari ketiga orang itu adalah TUHAN (Yehova), dan dua orang lainnya adalah malaikat-Nya.
Pada permulaan pengalaman kita, kita merasakan Dia sebagai Allah yang mulia. Tetapi semakin kita mengalami Dia, semakin pula kita menyadari Ia datang dalam rupa manusia, sama seperti kita. Kejadian 18 mewahyukan Abraham dan Allah saling bercakap-cakap sebagai teman (Kej. 18:3-4). Pada kedudukan setingkat dengan Abraham dan dengan rupa manusia, Allah datang ke hadapan Abraham. Ia dan Abraham dapat menjadi teman. Betapa eloknya! Siapakah Allah kita hari ini? Apakah Ia hanya Allah yang mulia, Allah yang Mahatinggi, dan El-Shaddai? Lebih dari itu, Dia adalah Allah yang dengan-Nya kita dapat bercakap-cakap sebagai teman. Betapa manisnya ketika Allah datang kepada kita bukan di dalam kemuliaan ilahi-Nya ataupun di dalam posisi kemahatinggian-Nya, melainkan di dalam suatu persekutuan yang manis sebagaimana layaknya seorang teman.

Persekutuan yang Intim dengan Allah
Kis. 7:2; Kej. 13:18; 17:1, 24-27; Yak. 2:23; Yes. 41:8; 2 Taw. 20:7

Dalam Kejadian pasal 18, Allah menampakkan diri kepada Abraham dengan mengunjunginya. Abraham benar-benar melihat Allah, tetapi bukan melihat Allah dalam rupa ilahi-Nya, melainkan nampak Allah dalam rupa manusia. Sama halnya ketika Tuhan Yesus berada di atas bumi. Orang-orang bukannya nampak Allah dalam rupa ilahi-Nya, melainkan melihat Allah dalam rupa manusia Yesus itu. Pertama, Allah menyatakan diri kepada Abraham di dalam mulia ilahi-Nya (Kis. 7:2). Kemudian Ia datang di dalam kedudukan kemahatinggian-Nya dan sebagai El Shaddai, Sang Mahakuasa yang berbuah dada (Kej. 17:1) Terakhir Ia datang dalam rupa manusia. Kita semua perlu mengalami Allah secara demikian, Allah yang dapat kita dekati sebagai teman. Kita tidak lagi menganggap bertemu dengan Allah sebagai suatu acara liturgi keagamaan yang baku. Allah justru ingin mengunjungi kita sebagai seorang teman di dalam aktivitas kehidupan kita sehari-hari, sehingga timbullah percakapan yang intim antara kita dengan Tuhan.
Persekutuan Abraham dengan Allah dimulai setelah ia disunat dan diakhiri dirinya (Kej. 17:24-27). Ia bukan hanya sudah dipanggil dan belajar hidup dengan iman kepada Allah bagi eksistensinya, lagi pula ia juga belajar menolak dan menyangkal kekuatan alamiahnya, dalam setiap perkara belajar percaya kepada Allah bagi kegenapan tujuan Allah. Di dalam keadaan Abraham sudah disunat, Allah datang mengunjungi dia, dan sebagai seorang yang tersunat, Abraham bisa mempunyai persekutuan yang intim dengan Allah yang mengunjunginya.
Ketika Abraham hidup di dalam persekutuan dengan Allah, Allah menganggapnya sebagai seorang teman (Yak. 2:23; Yes. 41:8; 2 Taw. 20:7). Percakapan antara Abraham dengan Allah di dalam pasal ini mirip dengan percakapan antara dua orang teman. Ini terjadi di dekat pohon tarbantin di Mamre di Hebron, tempat tinggal Abraham yang Allah perkenankan (Kej. 13:18). Nama Hebron dalam bahasa Ibrani berarti persekutuan, komunikasi, dan persahabatan. Di tempat persekutuan dan persahabatan inilah terjadi persekutuan, yaitu Allah datang mengunjungi Abraham sebagai seorang teman, dan Abraham pun menyambut Allah sebagai seorang teman.
Adakah kita memiliki persekutuan yang intim dengan Allah? Kita perlu ada permulaan yang riil. Kita harus memiliki waktu untuk menghampiri Tuhan secara pribadi sampai kita diterangi dan disingkapkan dalam terang-Nya. Kalau kita demikian menghampiri Tuhan, Dia akan membawa kita ke dalam persekutuan-Nya yang intim. Persekutuan yang demikian memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan Tuhan sebagai teman. Pengalaman yang betapa indah!

Penerapan:
Marilah kita membangun persekutuan yang intim dengan Tuhan dengan cara menetapkan waktu-waktu khusus untuk menghampiri Tuhan secara pribadi. Sediakan waktu 30 menit di pagi hari untuk membaca beberapa ayat Alkitab dan belajarlah berdoa menurut ayat-ayat itu. Kalau kita dengan setia melakukannya, Tuhan pasti akan menyatakan diri-Nya kepada kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mau menyediakan lebih banyak waktu untuk bersekutu intim dengan-Mu. Tuhan aku damba mengalami Engkau sebagai teman. Tariklah aku lebih dekat kepada-Mu dan jagalah aku di jalan-Mu yang lurus.

No comments: