Hitstat

05 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 1 Selasa

Perlu Mengenal Allah sebagai Sumber
Kejadian 16:2
“Berkatalah Sarai kepada Abram: ‘Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak.’ Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.”

Allah akan menjadikan Abraham sebagai bapa dari suatu bangsa yang besar (Kej. 17:4). Sebab itu di atas diri Abraham, Allah mengerjakan satu perkara yang khusus yaitu membimbing Abraham supaya ia mengenal apa yang disebut “Allah adalah Bapa”. Allah adalah Bapa, berarti segala sesuatu harus berasal dari Allah, harus bersumber dari Allah. Tetapi, Abraham melahirkan Ismael dari kekuatan dan hikmatnya sendiri. Hal itu berarti Abraham telah mengesampingkan Allah sebagai Sang sumber. Sesungguhnya, Ismael bukan berasal dari Allah, tetapi dari diri Abraham sendiri.
Allah menghendaki Abraham mengenal Allah yang ia sembah sebagai Bapa, mengenal Allah adalah sumber dari segala sesuatu. Segala sesuatu berasal dari Dia. Roma 11:36 mengatakan, “Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia.” Di masa lalu, segala sesuatu adalah dari Dia; di masa kini, segala sesuatu adalah oleh Dia; dan di masa yang akan datang, segala sesuatu adalah kepada Dia. Allah yang adalah Bapa adalah sumber segala sesuatu (1 Kor. 8:6). Dia bukan hanya Bapa kaum beriman, tetapi Dia adalah Bapa dari segala sesuatu yang diciptakan, karena segala sesuatu berasal dari Dia.
Hari ini, Allah pun menghendaki kita mengalami Dia sebagai sumber. Dalam kehidupan keluarga, pekerjaan, maupun pelayanan kita, Dialah sumber kekuatan dan hikmat kita. Bersandarkan kekuatan dan hikmat kita sendiri, kita pasti akan gagal. Sekalipun berhasil, itu tidak diperkenan oleh Allah. Cara terbaik untuk mengalami Allah sebagai sumber, adalah mengawali segala sesuatu dengan doa.

Bukan Aku Melainkan Tuhan
Yoh. 15:5; Yes. 55:8-9

Bila Abraham ingin mempunyai anak, ia harus mengenal Allah adalah Bapa, menerima Allah sebagai Bapa, dan sebaliknya mengesampingkan dirinya sendiri. Kalau Abraham ingin mendapatkan Ishak, ia tidak seharusnya berusaha mendapatkan berdasarkan diri sendiri. Dengan kata lain, kalau kita ingin mendapatkan Kristus sebagai warisan, kalau kita mau berdiri teguh bagi Allah di bumi, kita tidak bisa mengandalkan kekuatan diri sendiri. Kalau kita mau hidup bagi Allah, kita sendiri harus sadar bahwa kita tidak bisa melakukan apa-apa (Yoh. 15:5). Kita perlu nampak bahwa diri kita sendiri tidak bisa menggenapkan janji Allah. Diri sendiri harus dikesampingkan. Ini adalah ujian yang paling besar, juga ujian yang paling sulit.
Dalam hal ini kita paling mudah gagal. Kita harus ingat, dalam pekerjaan Allah, tidak hanya tidak boleh berdosa, juga tidak boleh melakukan berdasarkan diri sendiri. Masalahnya bagi Allah bukan bagaimana melakukan, melainkan siapa yang melakukan. Lebih mudah menganjuri orang jangan berbuat dosa, tetapi sulit sekali menganjuri orang jangan berdasarkan diri sendiri melakukan sesuatu. Semoga kita dibawa oleh Allah sampai ke suatu tahap, sehingga kita bisa berkata kepada Tuhan, “Tuhan, aku mau melakukan kehendak-Mu! Bukan aku sendiri yang melakukan kehendak-Mu! Engkaulah yang melakukannya!”
Kita harus ingat suatu perkataan dalam Alkitab, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yes. 55:8-9). Sebab itu, apa yang kita lakukan berdasarkan diri sendiri, meskipun dari pandangan kita tidak salah, itu tidak bisa memuaskan kehendak hati-Nya. Meskipun Tuhan rela merendahkan diri dan mau memakai kita, tetapi kita harus ingat, kita hanyalah bejana di tangan-Nya. Kita tidak bisa menggantikan Dia melakukan apa-apa, kita hanya bisa membiarkan Allah melalui kita melakukan kehendak-Nya.
Saudari A. A. Whiddington pernah menulis syair sebuah kidung yang menyiratkan kedambaannya agar Tuhan diperhidupkan dari semua perbuatannya. Salah satu bait dari syair itu berbunyi demikian:

Bukan aku, melainkan Tuhanku yang dicinta dan dimasyurkan;
Bukan aku, melainkan Tuhanku, nyata pada s’mua perbuatanku.
Tuhan, lenyapkanlah diriku di dalam diri-M

Penerapan:
Kita memperhatikan apa yang ada di depan mata, sementara Allah memperhatikan sumbernya. Jika sumbernya salah maka hasilnya juga pasti salah. Marilah kita menjadikan Tuhan sebagai sumber dalam keluarga, pekerjaan, pelayanan, maupun dalam pengambilan keputusan kita. Libatkanlah Tuhan melalui doa-doa kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, pimpinlah aku dalam setiap perbuatanku. Tuhan, ikut campurlah dalam setiap keputusan yang kuambil dalam hidupku. Jangan biarkan aku memutuskan sesuatu menurut hikmatku sendiri. Aku mau Engkaulah yang menjadi sumber sejatiku. Amin.

No comments: