Hitstat

04 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 1 Senin

Tidak Sabar Menunggu Penggenapan Janji Allah
Kejadian 16:1
“Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya.”

Di pandangan Allah, Adam dan keturunannya telah gagal. Oleh karena itu Allah kemudian membangkitkan Abraham sebagai suku bangsa yang baru, yakni suku bangsa kaum terpanggil. Allah berulangkali mendatanginya dengan janji mengenai dua hal yaitu keturunan dan tanah (Kej. 15:4-7). Usia Abraham pada waktu ia pertama kali menjawab panggilan Allah sudah mencapai tujuh puluh lima tahun (Kej. 12:4). Dalam Kejadian 16, Abraham sudah berusia lanjut, tetapi isterinya, Sara, masih belum memberinya anak. Di tanah permai, di negeri yang telah dijanjikan Allah kepadanya, ia belum memperoleh apa-apa. Yang ia miliki hanyalah janji Allah di dalam kata-kata yang jelas mengenai keturunan dan tanah.
Karena keturunan dan tanah belum juga diperoleh, lantas Sara menyodorkan sebuah usul yang baik kepada Abraham, “Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak” (Kej. 16:2). Setelah Abraham mendengar hal itu, ia segera menerima usul isterinya (Kej. 16:2-3). Untuk melahirkan anak, Abraham dan Sara tidak sabar menunggu penggenapan janji Allah. Mereka terlalu tergesa-gesa, mereka tidak sadar bahwa Allah bekerja menurut waktu-Nya sendiri. Terhadap janji Allah, kita harus belajar menunggu. Allah pasti menggenapi janji-Nya, tetapi Allah tidak pernah tergesa-gesa. Ia rela menggunakan waktu yang lama demi mempersiapkan bejana yang akan dipakai-Nya. Ketidaksabaran Abraham dan Sara justru menjadi penyebab kegagalan mereka. Usul Sara akhirnya menghasilkan Ismael.

Allah Memperhatikan Sumbernya
Kej. 16:16; Ibr. 4:10; Mat. 7:21-23

Alkitab khusus mencatat bahwa Abraham berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya (Kej. 16:16). Di sini terjadi satu persoalan yang sangat besar. Menurut ketentuan Allah, Abraham harus melahirkan anak melalui Sara. Tetapi Abraham menerima usul Sara untuk melahirkan anak melalui Hagar. Inilah ujian pertama yang Abraham alami berkenaan dengan masalah anak.
Abraham percaya firman Allah, percaya Allah akan memberinya seorang anak, tetapi dia tidak nampak bahwa iman berarti berhenti dari aktivitas diri sendiri dan menunggu Allah yang bekerja! Begitu percaya, saat itu juga kita harus tidak berbuat apa-apa berdasarkan diri kita sendiri. Ibrani 4:10 berkata, “Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya.” Begitu kita percaya, saat itu juga kita tidak boleh tergesa-gesa atau gelisah; begitu kita percaya, saat itu juga kita seharusnya mendapat perhentian. Abraham percaya kepada Allah, tetapi Abraham belum belajar pelajaran ini. Dia belum nampak: kalau aku percaya, aku harus menunggu; kalau aku percaya, tidak seharusnya bekerja berdasarkan diri sendiri. Tetapi dia mengira: kalau aku percaya, aku harus membantu Allah; aku harus melakukan dengan kekuatanku sendiri. Sebab itu dia mendengar perkataan isterinya, menerima Hagar sebagai gundiknya, lalu melahirkan Ismael. Dia mengira, kalau Allah telah berjanji kepadanya untuk memberinya seorang anak, dan ia berbuat demikian, bukankah ini merampungkan kehendak Allah? Justru begitu dia melakukannya, dia gagal!
Masalahnya tidak tergantung pada Abraham melahirkan anak atau tidak, melainkan tergantung pada melalui siapa ia melahirkan anak itu. Anak Abraham itu harus dilahirkan dari Sara, baru bisa memuaskan hati Allah. Di sinilah titik pertentangan Allah dengan Abraham. Hal inilah yang juga tidak dimengerti oleh kebanyakan orang Kristen pada hari ini.
Banyak orang berkata, “Apakah saya melayani Tuhan secara demikian juga salah?” Memang, firman Allah berkata, bahwa kita harus melayani, kita harus memberitakan Injil, perkara-perkara itu benar. Tetapi yang dipertanyakan oleh Allah adalah dengan siapakah kita melakukannya, dengan siapakah kita memberitakan Injil? Melahirkan anak rohani itu benar, tetapi yang akan dipertanyakan, siapakah yang melahirkannya? Yang diperhatikan Allah bukanlah ada atau tidaknya “anak” itu, melainkan “sumber anak” itu. Yang diperhatikan Allah adalah dari mana perkara itu berasal. Kalau berdasarkan diri sendiri, itulah “Ismael”. Apa pun yang kita hasilkan berdasarkan kekuatan dan hikmat kita sendiri, tidak mungkin berkenan kepada Allah (Mat. 7:21-23).

Penerapan:
Bagaimanakah sikap kita ketika kita mengalami suatu ujian terhadap iman kita? Bisakah kita tetap percaya terhadap janji-janji Allah? Marilah kita belajar untuk tidak mengeluh, atau tergesa-gesa memutuskan sesuatu. Marilah kita dengan sabar menunggu Allah bertindak. Marilah kita membawa setiap perkara yang kita hadapi dalam doa.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, terhadap setiap ujian-Mu ajarlah aku untuk tinggal tenang di hadapan-Mu, mendapatkan perhentian di dalam-Mu. Aku mau membiarkan Engkau yang bekerja, karena Engkaulah Sang sumber yang sejati.

No comments: