Hitstat

17 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 1 Sabtu

Dimanakah Engkau?
Kejadian 3:9
“Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’”

Sekarang kita melihat bagaimana jalan Allah menanggulangi kejatuhan manusia kali pertama.
Allah tidak langsung menghakimi manusia. Segera setelah jatuh, baik Adam maupun Hawa sadar bahwa mereka tidak benar. Mereka menyalahkan diri sendiri, bersembunyi, dan menutupi diri dengan dedaunan (Kej. 3:7-8). Adam dan Hawa bersembunyi dari hadapan Allah. Mereka tahu bahwa mereka telah melanggar larangan Allah, makan buah pohon pengetahuan, dan tahu bahwa akibat pelanggaran mereka itu ialah maut. Mereka lalu bersembunyi dari hadapan Allah, menunggu keputusan hukuman mati. Allah datang, namun tidak mengumumkan hukuman mati, melainkan memberitakan Injil! Haleluya, inilah pemberitaan Injil yang pertama kali!
Apakah kalimat pertama dari pemberitaan Injil kali itu? Yaitu pertanyaan yang terdapat dalam Kejadian 3:9: “Di manakah engkau?” Oh, alangkah kita bersyukur kepada Allah. Meskipun perbuatan Adam dan Hawa sangat melukai hati Allah dan membuat rencana Allah atas manusia berantakan, tetapi Allah tidak membuang manusia! Haleluya, Dia tahu kita jatuh. Dia tahu kita lemah. Dia tahu unsur dosa telah merusak kita. Namun Dia tidak membuang kita. Dia justru mencari kita! Saudara saudari, inilah Injil. Inilah kabar sukacita. Allah mencari kita. Allah mencari orang berdosa. Kiranya setiap hari kita mendengar seruan, “Dimanakah engkau?” Kita semua harus tahu di manakah kita. Allah sedang mencari kita, Dia bertanya, “Di manakah engkau?” Puji syukur pada Tuhan, Allah menanggulangi kejatuhan manusia kali pertama dengan jalan mencari orang yang hilang itu (bd. Luk. 19:10).

Respon Manusia Terhadap Pencarian Allah
Kej. 3:10, 12; Luk. 19:10

Setelah jatuh dalam dosa, manusia tidak lagi tulus dan jujur. Jika Adam jujur, pada saat Allah bertanya, “Dimanakah engkau?”, tentunya ia akan segera menjawab dan mengakui pelanggarannya. Namun, dia tidak berbuat demikian. Dalam jawabannya, Adam berkata bahwa dirinya telanjang (ay. 10). Lalu Allah bertanya, “Siapakah yang memberitahukan kepadamu bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” Seharusnya Adam mengaku dengan jujur, “Ya Allah, aku memang memakan buah pohon itu. Ampunilah aku.” Namun, Adam tidak dengan tegas mengakui pelanggarannya, ia malahan melemparkan tanggung jawab itu kepada Hawa. Adam berkata, “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan” (Kej. 3:12). Jawabannya menyiratkan bahwa ia menyalahkan Allah, mengapa memberinya perempuan yang membuatnya makan buah pohon itu. Seolah-olah Adam berkata, “Ini bukan salahku. Allah, Engkau yang harus bertanggung jawab atas masalah yang disebabkan oleh perempuan pemberian-Mu itu. Jika Engkau tidak memberiku perempuan itu, aku takkan makan buah pohon itu.” Meskipun demikian, Allah tidak memarahi Adam, karena kedatangan Allah bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menyelamatkan. Allah datang kepada manusia di taman, ini sama dengan Putra-Nya yang datang beberapa abad kemudian. Ia datang untuk menyelamatkan, bukan untuk menghakimi (Yoh. 3:17). Betapa besar rahmat dan belas kasih Allah kepada kita.
Selanjutnya Allah bertanya kepada perempuan itu, “Apakah yang telah kauperbuat ini?” Sama seperti Adam, demikian juga Hawa, tidak dengan tegas mengakui kesalahannya. Hawa berkata, “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” Sejak kejatuhan manusia kali pertama, manusia selalu bersikap demikian. Setiap kali berbuat salah, tidak mau mengakuinya, malahan menyalahkan orang atau situasi. Sejujurnya, kita pun sering berkelit demikian, enggan mengakui kesalahan kita. Tuhan Yesus mengatakan, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Mat. 5:37). Tuhan ingin kita merendahkan diri seperti seorang pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Luk. 18:13). Tuhan Yesus mengatakan bahwa karena doanya yang demikian, ia pulang sebagai orang yang dibenarkan Allah (Luk. 18:14). Marilah kita bersikap jujur terhadap Allah yang penuh rahmat dan belas kasih ini.

Penerapan:
Pernahkah kita sadari bahwa Tuhan sering kali mencari kita yang penuh dengan dosa? Saat Tuhan bertanya, “Dimanakah engkau?” Janganlah bersembunyi atau lari dari Tuhan. Namun, jawablah Dia dengan mengakui dosa-dosa yang telah dilakukan, karena Tuhan datang bukan untuk menghakimi kita. Dia datang untuk memberitakan Injil kepada kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau tidak pernah membuang diriku yang sering jatuh dalam dosa. Aku bersyukur pada-Mu. Di dalam kasih, Engkau terus mencari aku. Tuhan ampuni setiap dosa-dosaku dan bawalah aku kembali ke hadirat-Mu.

No comments: