Pembacaan Alkitab: Gal. 6:14-15
Setelah menunjukkan betapa para penganut agama Yahudi
menghendaki kaum beriman Galatia disunat sehingga mereka dapat bermegah atas
daging orang-orang Galatia, Paulus berkata, “Tetapi aku sekali-kali tidak
mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia
telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (6:14). Paulus tidak
bermegah dalam sunat, melainkan dalam salib Kristus. Sunat adalah suatu
bayangan, tetapi salib adalah realitasnya. Para penganut agama Yahudi bermegah
dalam bayangan, sedang Paulus bermegah dalam salib. Melalui salib, seluruh
dunia agama — agama Yahudi, hukum Taurat, peraturan-peraturan, dan sunat —
telah disalibkan bagi Paulus. Tambahan pula, Paulus dapat bermegah dalam salib,
sebab olehnya ia telah disalibkan bagi dunia agama.
Dalam ayat 15 Paulus melanjutkan, “Sebab bersunat atau tidak
bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada
artinya.” Bagi Allah, bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, yang
berarti bagiNya ialah ciptaan baru. Ciptaan baru didatangkan melalui salib
Kristus. Ciptaan baru ini adalah patokan yang harus diikuti kaum beriman dalam
hidup dan berperilaku (ayat 16).
Disinggungnya ciptaan baru oleh Paulus dalam 6:15 memberi
kita alasan untuk menabur kepada Roh itu. Hasil menabur kepada Roh itu ialah
ciptaan baru. Karenanya, kita harus menabur kepada Roh itu demi ciptaan baru.
Akan tetapi, jika kita memperhatikan pemeliharaan hukum Taurat dan sunat, kita
akan menabur kepada daging. Sunat tidak dapat mengubah ciptaan lama, sebab
sunat tidak dapat mengubah sifat kita. Sunat tidak dapat melahirkan kita
kembali, memberi kita hayat ilahi, atau mengubah kita. Setelah seseorang
disunat, ia tetap ciptaan lama. Tetapi bila kita mengarah kepada Roh itu dan
menabur kepada Roh itu, Roh itu akan menjadikan kita ciptaan baru.
Sasaran Paulus jauh berbeda dengan sasaran para penganut agama
Yahudi. Sasaran Paulus ialah Roh itu, Allah Tritunggal yang almuhit. Inilah
sasaran tunggal Paulus, dan ia rela melupakan setiap perkara lain demi sasaran
ini. Setiap perkara yang ia lakukan mengarah kepada Roh itu. Apakah sasaran
hidup Anda? Dapatkah Anda berkata bahwa Anda mengarah kepada Allah Tritunggal,
atau Anda mengarah kepada perkara yang lain? Betapa indahnya kita dapat berkata
bahwa Allah Tritunggal adalah sasaran kita, dan kita mengarah kepada-Nya.
Dalam melakukan berbagai hal kita perlu mengarah kepada Roh itu.
Sasaran kita seharusnya memperoleh faedah yang berasal dari mengarah kepada Roh
itu. Mengatakan sasaran kita adalah Roh itu berarti sasaran kita adalah Allah
Tritungal yang telah melalui proses. Dalam apa saja yang kita lakukan, haruslah
kita yakin bahwa sasaran kita ialah Allah Tritunggal. Menabur kepada Roh itu
berarti menjadikan Allah Tritunggal yang telah melalui proses itu sebagai
sasaran hidup kita.
Hari ini bagi kita, Allah Tritunggal tidak hanya bersifat
obyektif. Dia adalah Roh itu sebagai sasaran kehidupan sehari-hari kita. Bagi
orang-orang Yahudi dan bahkan bagi kebanyakan orang Kristen, Allah hanya
bersifat obyektif. Tetapi bagi kita, Allah juga bersifat subyektif, sebab Ia
tinggal dalam roh kita untuk menyalurkan anugerah kepada kita. Jadi, Allah kita
tidak melulu menjadi obyek penyembahan kita, Dia juga sebagai Roh pemberi-hayat
dalam roh kita. Persona yang berhuni dalam kita inilah yang seharusnya menjadi
sasaran kita.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 36
No comments:
Post a Comment