Pembacaan
Alkitab: Why. 22:1-2
Setiap kali kita menghampiri takhta anugerah dengan beralih
kepada roh kita dan berseru kepada nama Tuhan, haruslah kita menobatkan Tuhan.
Kita wajib memberikan jabatan Kepala, jabatan Raja, dan jabatan Tuan kepada-Nya di dalam
kita. Betapa besar perbedaan yang akan terjadi karena hal ini! Kadangkala
sewaktu kita berdoa, kita merasa Tuhan berada dalam batin kita, namun kita
enggan memberikan takhta kepada-Nya. Kita tidak mengakui jabatan-Nya sebagai
Raja, malah meninggikan diri melampaui Dia dan meletakkan diri kita sendiri di
takhta. Pada prakteknya, kita telah menurunkan Tuhan dari takhta. Bila kita
tidak menobatkan Tuhan, aliran anugerah akan berhenti. Bahkan ketika kita
sedang berdoa pun kita perlu membiarkan Tuhan duduk di atas takhta dalam batin
kita, menghormati-Nya
sebagai Kepala, Tuhan, dan Raja. Dengan demikian anugerah akan mengalir seperti
sebuah sungai dalam batin kita.
Dalam Wahyu 22:1-2 kita nampak bahwa sungai air hayat mengalir
keluar dari takhta Allah dan Anak Domba. Takhta Allah adalah sumber pengaliran
anugerah. Menurunkan Dia dari takhta, atau merampas takhta itu dari Dia berarti
meremehkan sumber anugerah. Hal ini mengakibatkan terhentinya pengaliran
anugerah. Ini bukan suatu doktrin belaka, melainkan yang sangat cocok dengan
pengalaman kita. Banyak di antara kita dapat bersaksi, bila kita tidak
menobatkan Tuhan, kita tidak dapat menerima anugerah pada saat kita berdoa.
Kalau kita ingin menerima anugerah dan menikmati anugerah, hal
pertama yang harus kita lakukan ialah beralih kepada roh kita dan melupakan
pikiran, emosi, dan tekad kita. Tetapi Iblis menimbulkan satu perkara demi satu
perkara untuk menjauhkan kita dari roh. Ia mungkin menghasut suatu perdebatan
antara suami dan istri. Ketika mereka bersilat lidah, mereka akan merasa sukar
untuk beralih kepada roh, sebab pikiran (akal) dan emosi mereka telah
digejolakkan. Bila pikiran (akal) dan emosi kita kuat, kita sulit sekali
beralih kepada roh kita.
Ketika kita beralih ke roh dan menetap di situ, kita perlu
mengakui Tuhan sebagai Kepala dan Raja dan menobatkan Dia.
Kita harus menghormati kedudukan dan wewenang-Nya, dan mengakui bahwa kita
tidak berhak mengatakan atau melakukan apa pun berdasarkan diri kita. Semua
kedudukan dalam kita harus kita serahkan kepada Sang Raja. Jika kita menobatkan
Tuhan dalam batin kita, sungai air hayat akan mengalir keluar dari takhta untuk
menyuplai kita. Dengan cara demikianlah kita akan menerima anugerah dan
menikmatinya.
Anugerah tidak lain dan tidak bukan adalah Allah Tritunggal
menjadi kenikmatan kita. Bapa terwujud di dalam Anak, dan Anak direalisasi
sebagai Roh itu. Roh itu, yakni perampungan sempurna dari Allah Tritunggal,
sekarang tinggal dalam roh kita. Kebutuhan kita hari ini ialah beralih ke Roh
itu dan menetap di situ, serta menobatkan Tuhan. Lalu secara riil roh kita akan
bersatu dengan surga tingkat tiga. Kita akan memahami dalam pengalaman bahwa di
satu pihak, tempat yang maha kudus memang berada di surga; tetapi di pihak
lain, ia pun ada di dalam roh kita. Ini menunjukkan bahwa tatkala kita menetap
di dalam roh kita, kita sebenarnya telah menjamah surga. Jika kita menobatkan
Tuhan dalam batin kita, maka Roh sebagai air hayat itu akan mengalir dari
takhta untuk menyuplai kita. Inilah anugerah, dan inilah cara untuk menerima
dan menikmati anugerah.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 37
No comments:
Post a Comment