Hitstat

03 April 2006

Wahyu Volume 8 - Minggu 3 Senin

Jalan-Jalan Kota Itu (1)
Wahyu 21:21
“Dan kedua belas pintu gerbang itu adalah dua belas mutiara: setiap pintu gerbang terdiri dari satu mutiara dan jalan-jalan kota itu dari emas murni bagaikan kaca bening.”

Takhta tentu berkaitan dengan kekuasaan Allah, pemerintahan Allah. Takhta tempat Allah memerintah adalah pusat dari kemuliaan Yerusalem Baru. Dan dari pusat ini, keluarlah sebuah jalan mencapai kedua belas pintu gerbang kota itu. Ini berarti jalan di kota itu membawa seluruh kota tunduk di bawah satu administrasi ilahi. Saudara saudari, jalan yang harus kita lalui berhubungan dengan takhta ini. Karena itu, saat kita melaluinya, kita harus tahu bahwa kita ada di bawah kendali takhta itu. Hari ini pun demikian. Kita tidak bisa lagi dengan sembarangan berbicara, marah-marah, bahkan dalam hal membeli baju, sepatu, sayur mayur, memilih pakaian sehari-hari, potong rambut dan lain-lain, kita tetap harus di bawah kendali takhta.
Ada sebuah jalan keluar dari takhta dan mencapai kedua belas pintu gerbang kota itu, ini berarti ada komunikasi ilahi dan insani. Inilah persekutuan antara Allah penebus dan umat tebusan-Nya. Jalan itu membaurkan seluruh kota ke dalam satu persekutuan/komunikasi ilahi dan insani yang esa. Jalan ini membawa Allah kepada kedua belas pintu gerbang, kepada seluruh umat tebusan-Nya, untuk membawa semua umat tebusan-Nya kembali kepada Diri-Nya sendiri.
Jadi, pertama-tama, jalan itu berjalan dari takhta ke kedua belas pintu gerbang. Kemudian berjalan dari kedua belas pintu gerbang ke takhta. Alangkah pentingnya jalan ini, karena itu setiap hari kita harus hidup dalam realitas jalan emas ini melalui terus menjaga persekutuan kita dengan Allah.

Jalan-Jalan Kota Itu (2)
Why. 21:21

Alkitab berbeda dengan konsepsi manusia yang alamiah. Menurut konsepsi manusia, mula-mula kita berjalan di atas jalan, kemudian masuk melalui pintu gerbang. Tetapi Alkitab menunjukkan bahwa mula-mula kita masuk melalui pintu gerbang, kemudian berjalan di atas jalan itu.
Dari pintu gerbang ke tempat takhta Allah berada, terbentang suatu jalan yang panjang. Ingatlah, tinggi Yerusalem Baru adalah 12.000 stadia (2176 km). Jalan yang tersedia hanyalah satu, yaitu jalan yang keluar dari takhta dan mencapai kedua belas pintu gerbang. Ini berarti, jalan emas itu berbentuk spiral, sehingga jarak yang ditempuh menjadi lebih panjang. Namun, kita tidak ada pilihan, selain menempuh jalan itu. Tidak peduli dari pintu gerbang mana kita masuk ke dalam kota itu, kita pasti berada di jalan yang sama. Jalan itu adalah sifat ilahi Allah.
Ayat 21 mengatakan, “Dan jalan-jalan kota itu dari emas murni bagaikan kaca bening.” “Pintu gerbang” adalah jalan masuk ke dalam kota itu, sedangkan “jalan-jalan kota itu” adalah untuk penempuhan hidup sehari-hari di dalam kota itu. Jalan masuk ke dalam kota itu adalah melalui kematian dan kebangkitan Kristus, sedangkan penempuhan hidup sehari-hari di dalam kota itu adalah menurut sifat ilahi Allah yang dilambangkan dengan emas murni.
Setelah masuk melalui kelahiran kembali, semua orang kudus harus menempuh hidup sehari-hari dalam sifat ilahi Allah sebagai jalannya. Hari ini, jalan kita bukan berasal dari peraturan luaran, melainkan dari sifat ilahi yang ada dalam batin kita. Bukankah di batin kita ada sifat emas? Berjalanlah menurut sifat itu. Kalau sudah memiliki hayat ilahi dengan sifat ilahi, mengapa kita tidak mau berjalan di atasnya? Pembicaraan kita, dandanan kita, sesuai dengan sifat ilahi atau sesuai dengan sifat insani? Semoga kita semua nampak bahwa hari ini sifat Allah adalah jalan kita. Jalan itu sendiri adalah peraturan bagi kita, karena tidak ada yang lebih mengatur orang daripada sepotong jalan. Setiap sopir dengan sendirinya diatur oleh jalan yang ditempuhnya. Dalam Yerusalem Baru, setiap orang diatur oleh jalan yang unik itu, yaitu oleh sifat emas Allah di batin kita.

Penerapan:
Saudara saudari, kita seringkali memproklamirkan bahwa Yesuslah Raja, tetapi dalam kehidupan kita, saat kita membeli barang, memilih model baju, atau sepatu, siapakah yang menjadi raja? Yesus atau kita? Saat kita hendak memaki orang, saat kita hendak mengatakan sesuatu, atau mengambil keputusan, siapakah yang menjadi raja ?

Pokok Doa:
Ya Tuhanku, terima kasih untuk takhta-Mu, yang adalah sumber kehidupanku. Tanpa takhta ini, aku akan hidup secara liar, di bawah kendali si jahat. Tapi kini, Engkaulah yang mengatur hidupku. Oh Tuhan, terima kasih juga untuk jalan yang keluar dari takhta-Mu, yang membuat aku bisa selalu memiliki persekutuan dengan-Mu.

No comments: