Hitstat

15 March 2014

Filipi - Minggu 29 Sabtu



Pembacaan Alkitab: Flp. 4:11-13


Kehidupan Paulus pun adalah suatu kesaksian kebaikan hati. Ia menulis Kitab Filipi dari dalam penjara di Roma. Paulus menderita sengsara, dan menurut pasal 4, ia kekurangan suplai. Di antara semua gereja, gereja di Filipilah yang paling memperhatikan keperluan Paulus. Tetapi karena beberapa alasan, di bawah pengaturan wewenang Tuhan, ada sejangka waktu orang-orang Filipi sepertinya melupakan Paulus dan keperluannya. Inilah sebabnya dalam 4:10 ia berkata, “Aku sangat bersukacita dalam Tuhan bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku.” Kata-kata ini menyiratkan bahwa Paulus telah melewati suatu “musim dingin” penderitaan, dan kini “musim semi” telah datang dengan bertumbuh kembalinya perhatian orang-orang Filipi terhadapnya. Tetapi, sekalipun Paulus menderita dalam penjara, dianiaya, diserang, diabaikan, dan kekurangan suplai, ia tetap menyatakan kebaikan hati dan dapat mendeklarasikan: “Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam setiap keadaan dan dalam segala hal aku telah belajar rahasianya; baik dalam keadaan kenyang, maupun dalam keadaan lapar, baik dalam keadaan berkelimpahan maupun dalam keadaan berkekurangan. Segala hal dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (4:11-13, Tl.). Sebelum ia menyuruh orang kudus agar kebaikan hati mereka diketahui semua orang, ia sendiri telah berlatih menyatakan kebaikan hati. Tidak diragukan, kebaikan hati Paulus telah diketahui semua orang di sekitarnya. Ia penuh dengan pengertian, hikmat, pertimbangan, simpati, belas kasih, dan murah hati. Ia juga penuh dengan suplai hayat.

Agar kebaikan hati kita diketahui semua orang bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini memerlukan pertumbuhan, baik dalam hayat insani maupun hayat rohani kita. Semakin bertumbuh dan matang seseorang, ia akan semakin memiliki kebaikan hati. Karena itu, kebaikan hati memerlukan pertumbuhan hayat, memerlukan kematangan.

Dalam 3:15 Paulus berkata, “Karena itu, marilah kita yang dewasa penuh berpikir demikian” (Tl.). Kita telah menunjukkan bahwa berpikir demikian berarti berpikir untuk memperhidupkan Kristus dan menuntut Dia. Namun, Kristus yang kita perhidupkan dan tuntut ini harus terekspresi sebagai kebaikan hati. Kalau kita menggabungkan ayatayat dari pasal 3 dan 4 ini, kita nampak bahwa kebaikan hati memerlukan kematangan. Tanpa pertumbuhan dan kematangan atau kedewasaan, kita sangat sulit membuat kebaikan hati kita diketahui orang lain.

Setelah mengatakan kebaikan hati dalam 4:5, Paulus berkata, “Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” (ayat 11). Paulus telah belajar rahasia kecukupan. Dengan ini kita nampak, jika kita ingin berbaik hati, kita harus merasa puas diri dan cukup diri. Jika kita tidak puas, kita tidak dapat berbaik hati.

Ketika sedang gembira, seseorang tidak mudah marah. Tetapi jika ia sedang tidak gembira, lelah, lapar, dan haus, ia mudah sekali marah. Sebaliknya, seorang yang puas adalah seorang yang gembira dan sukacita. Bila kita penuh dengan sukacita, kita tidak mudah marah. Para orang tua mengetahui, jika anaknya berbuat salah ketika mereka sedang puas dan gembira, mereka akan memperlakukan anak itu dengan satu cara, yakni cara yang penuh kebaikan hati. Tetapi, jika ia berbuat seperti itu ketika mereka sedang tidak puas dan tidak gembira, mereka akan memperlakukannya dengan cara yang berbeda, cara yang kurang baik hati. Perbedaannya terletak pada keadaan: dalam peristiwa pertama mereka dipenuhi Kristus, sedang gembira dan puas; sedangkan dalam peristiwa lain, mereka sedang kekurangan Kristus, sedang kekurangan kepuasan di dalam Dia.

Sekarang kita dapat nampak bahwa kebaikan hati memerlukan kematangan hayat dan kepuasan serta kecukupan dalam Kristus. Jarang sekali di antara kita yang matang sepenuhnya, tetapi kita dapat bersyukur kepada Tuhan karena setidak-tidaknya kita matang sampai tingkat tertentu. Menurut tingkat kematangan kita, kita menikmati kepuasan hayat Tuhan. Setelah kita memiliki kepuasan dan kecukupan, barulah kita dapat menyatakan kebaikan hati kita.


Sumber: Pelajaran-Hayat Filipi, Buku 3, Berita 58

No comments: