Pembacaan Alkitab: Yak. 1:21, 25-27; 2:1-2
1:21 Sebab itu, buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang
begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di
dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
1:25 Tetapi siapa yang meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang
memerdekakan orang, dan bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar lalu
melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh
perbuatannya.
1:26 Jikalau seseorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak
mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.
1:27 Ibadah yang murni dan tidak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita,
ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan
menjaga supaya diri sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.
2:1 Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus,
Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.
2:2 Sebab, jika ada seseorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai
cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan
memakai pakaian buruk.
Dalam 1:25 Yakobus berkata, "Tetapi
siapa yang meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang,
dan bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar lalu melupakannya, tetapi
sungguh‑sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya."
Hukum yang sempurna, hukum yang memerdekakan, adalah suatu hukum yang unggul.
Ini adalah hukum hayat yang ditulis dalam hati kita (Ibr. 8:10), standar moralnya
sesuai dengan konstitusi kerajaan yang diumumkan oleh Tuhan di atas bukit (Mat.
5‑7). Walaupun melakukan hukum yang sempurna yang memerdekakan adalah perkara
yang sangat positif, namun Yakobus membicarakan tentang melakukan hukum ini
dalam praktek Perjanjian Lama. Hal ini ditunjukkan oleh apa yang ia katakan
dalam 1:26‑27: "Jikalau seseorang menganggap dirinya beribadah, tetapi
tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia‑sialah ibadahnya.
Ibadah yang murni dan tidak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah
mengunjungi yatim piatu dan janda‑janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga
supaya diri sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." Di sini kita nampak
bahwa Yakobus menyuruh kaum beriman memelihara hukum yang sempurna yang
memerdekakan dalam hubungannya dengan tiga hal: mengekang lidahnya,
mengunjungi yatim piatu dan janda‑janda, dan menjaga supaya diri kita sendiri
tidak dicemarkan oleh dunia. Tidak satu pun dari hal‑hal ini merupakan butir
yang penting dalam ekonomi Perjanjian Baru Allah. Dari sini kita nampak bahwa
Yakobus tidak menyuruh kita melakukan hukum yang sempurna yang memerdekakan
dalam praktek Perjanjian Baru. Dengan menyuruh kita mengekang lidah,
mengunjungi yatim piatu dan janda‑janda, serta menjaga diri kita supaya tidak
dicemarkan oleh dunia, ia membicarakan praktek‑praktek Perjanjian Lama.
Sewaktu kita membaca dalam pasal
1 Surat Kirimannya, kita nampak bahwa Yakobus mempertahankan konsepsi untuk
memelihara hukum yang sempurna. Dalam 1:22 ia mengatakan kita harus menjadi
pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja. Kemudian dalam 1:25 ia
mengatakan, siapa yang meneliti hukum yang sempurna dan bertekun di dalamnya,
sungguh‑sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya. Yakobus
dengan tegas mengatakan bahwa kita harus menjadi pelaku hukum. Seorang pelaku
hukum, menurut Yakobus adalah seorang yang memelihara hukum. Akan tetapi, ia
tidak memberi tahu kita cara Perjanjian Baru memelihara hukum yang sempurna
yang memerdekakan. Perjanjian Baru mengajarkan kita untuk memelihara hukum yang
memerdekakan melalui hidup dan bertindak menurut Roh itu. Seluruh Perjanjian
Baru tidaklah menyuruh kita melakukannya sendiri, melainkan menghendaki kita
hidup oleh Roh itu, sehingga kita bisa memeliharanya. Memelihara hukum, semata‑mata
merupakan perkara melakukan oleh diri kita sendiri, sedang memperhidupkan
berarti memperhidupkan melalui Roh yang berhuni yang ada di dalam roh kita yang
telah dilahirkan kembali. Sekarang kita tidak perlu berupaya melakukan hukum
oleh diri kita sendiri, dan kita tidak perlu menjadi pelaku‑pelaku hukum oleh
usaha kita sendiri yang kita perlukan ialah hidup menurut Roh itu. Ini berarti
kita tidak seharusnya melakukan berdasarkan diri kita, melainkan kita harus
hidup oleh Roh itu. Ada perbedaan yang besar antara seorang yang melakukan
hukum oleh dirinya sendiri dengan seorang yang hidup menurut Roh itu.
Dalam Surat
Yakobus tidak banyak hal yang menurut konsepsi Perjanjian Baru. Sebaliknya,
sebagian besar konsepsi dalam Surat Kiriman ini adalah dari Perjanjian Lama. Ya,
Yakobus memang membicarakan hukum yang memerdekakan, tetapi ia membicarakannya
dalam cara Perjanjian Lama, yaitu melakukan hukum yang harfiah. Boleh jadi Yakobus
berpikir bahwa hukum Musa belum lengkap, belum sempurna, tetapi pengajaran
Perjanjian Baru itu sempurna. Yakobus pun menyadari bahwa pengajaran Perjanjian
Baru itu sempurna dan memerdekakan kita. Jadi, menurut Yakobus, kita perlu
memeliharanya, kita juga perlu melakukannya. Konsepsinya tentang bagaimana
menggenapkan hukum tidak secara jelas menurut Perjanjian Baru. Caranya
melakukan hukum adalah menurut cara Perjanjian Lama, yakni memelihara dan
melakukannya oleh diri sendiri, bukan menurut cara Perjanjian Baru, yaitu
dengan hidup, berjalan, bertindak‑tanduk, dan berperilaku menurut Roh itu.
Sumber: Pelajaran-Hayat Yakobus, Berita 13
No comments:
Post a Comment