Pembacaan Alkitab: Flp. 2:5-8
Dalam ayat 6, Paulus memberi tahu
kita bahwa Kristus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
genggaman yang harus dipertahankan. Walaupun Tuhan sama dengan Allah, Ia tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan
atau dijaga; melainkan Ia mengesampingkan rupa Allah (bukan sifat Allah), dan
mengosongkan diri-Nya sendiri, mengambil rupa seorang hamba. Menurut ayat 7,
Kristus menjadi “sama dengan manusia”. Rupa Allah menyiratkan realitas batiniah
dari keilahian Kristus, keserupaan-Nya dengan manusia menunjukkan penampilan
lahiriah dari keinsanian-Nya. Bagi manusia Ia tampak sebagai manusia secara
lahiriah, tetapi sebagai Allah, Ia memiliki realitas keilahian secara batiniah.
Dalam keadaan sebagai manusia,
Kristus merendahkan diri-Nya. Pertama-tama Ia mengosongkan diri-Nya dengan
menanggalkan rupa, atau ekspresi lahiriah dari ke-Allahan-Nya, dan menjadi sama
dengan manusia. Kemudian Ia merendahkan diri-Nya melalui taat, bahkan sampai
mati. Kristus adalah Allah yang memiliki ekspresi Allah. Walau Ia setara dengan
Allah, Ia menanggalkan kesetaraan itu dan mengosongkan diri-Nya dengan
mengambil rupa manusia. Ini menunjukkan bahwa Ia menjadi seorang manusia
melalui inkarnasi. Kemudian, dalam keadaan sebagai manusia Ia merendahkan
diri-Nya. Ini berarti ketika Ia menjadi manusia, Ia tidak mempertahankan apa
pun, sebaliknya Ia malah merendahkan diri-Nya sampai mati di kayu salib. Inilah
Kristus, teladan kita. Merendahkan diri-Nya sendiri adalah langkah lanjutan
dalam pengosongan diri-Nya. Tindakan Kristus merendahkan diri-Nya menyatakan
pengosongan diri-Nya. Kematian di kayu salib adalah puncak penghinaan terhadap
Kristus. Bagi orang Yahudi itu adalah suatu kutukan (Ul. 21:22-23). Bagi orang
bukan Yahudi itu adalah hukuman mati yang dijatuhkan bagi penjahat dan budak
(Mat. 27:16-17, 20-23). Jadi itu adalah hal yang memalukan (Ibr. 12:2).
Penghinaan terhadap Tuhan mencakup
tujuh langkah: (1) mengosongkan diri-Nya sendiri; (2) mengambil rupa seorang
hamba; (3) menjadi serupa dengan manusia; (4) merendahkan diri-Nya sendiri, (5)
menjadi taat; (6) taat hingga mati; dan (7) taat hingga mati di kayu salib.
Kristus bukan hanya sebagai
teladan yang di luar bagi kita, Ia pun hayat dalam batin kita. Sebagai hayat
batiniah, Ia menghendaki kita mengalami Dia, sehingga kita dapat memperhidupkan
hayat yang tersalib ini. Dalam hayat yang tersalib ini tidak ada tempat bagi
persaingan, puji-pujian yang sia-sia, atau bangga diri. Sebaliknya, di sini
hanya ada pengosongan diri, dan merendahkan diri. Setiap kali kita mengalami
Kristus dan memperhidupkan Dia, dengan otomatis kita akan memperhidupkan hayat
yang tersalib yang sedemikian. Ini berarti bila kita memperhidupkan Kristus,
kita memperhidupkan Dia yang menjadi teladan hayat yang tersalib. Kemudian kita
pun akan mengosongkan dan merendahkan diri.
Menempuh hidup yang tersalib ini
memperlihatkan bahwa terhadap rasul kita mempunyai dorongan di dalam Kristus,
penghiburan kasih, persekutuan roh, serta kasih mesra dan belas kasihan. Hanya
ketika kita memperhidupkan hayat yang tersalib barulah kita dapat membuat para
rasul bersukacita dan membuat sukacita mereka puas. Dalam penjara, Paulus tidak
memperhatikan bagaimana orang lain memperlakukannya, yang dia perhatikan adalah
apakah kaum beriman mau menerima Kristus sebagai teladan mereka dan menempuh
hidup yang tersalib. Itulah pengharapan hati Paulus, dan hanya itulah yang bisa
membuat sukacitanya sempurna.
Sumber: Pelajaran-Hayat Filipi, Buku 1,
Berita 10
No comments:
Post a Comment