Pembacaan Alkitab: 1 Tes. 3:1-3; 2 Kor. 5:7
Ayat 2 melanjutkan, "Lalu kami mengirim Timotius, saudara seiman
kita dan rekan sekerja Allah dalam pemberitaan Injil Kristus, untuk menguatkan (meneguhkan)
hatimu dan menasihatkan kamu tentang imanmu." Istilah "rekan sekerja" dalam beberapa naskah kuno disebut "minister".
Minister Allah adalah kawan sekerja Allah (1 Kor. 3:9; 2 Kor. 6:1). Betapa terhormatnya!
Betapa berkatnya.
Timotius dikirim ke Tesalonika untuk
mendorong iman mereka. Ini menunjukkan bahwa apa yang dibahas dalam pasal 3
berkaitan dengan peneguhan dan dorongan. Dalam membicarakan iman orang
Tesalonika, Paulus kembali kepada masalah susunan kehidupan yang kudus bagi
hidup gereja yang dibahas dalam pasal 1. Perhatiannya pada pasal 3 ini tertuju
pada peneguhan kehidupan semacam ini.
Kita perlu meneliti makna iman dalam 1 Tesalonika 3 dengan cermat.
Iman dalam ayat 2 bukan hanya subyektif, yang ditujukan kepada percayanya kaum
saleh, seperti yang terdapat dalam ayat 5, 6, dan 10, tetapi juga obyektif, yang
mengacu kepada apa yang mereka percayai, seperti yang terdapat dalam 1 Timotius
3:9; 4:1 dan 2 Timotius 4:7. Kedua aspek dari iman ini saling berkaitan satu sama
lain. Percayanya kita (iman yang subyektif) berasal dari apa yang kita
percayai, juga tergantung pada apa yang kita percayai (iman yang obyektif).
Ketika kita menerima perkataan tentang iman (kepercayaan) yang
obyektif, yang juga adalah isi ekonomi Perjanjian Baru Allah, iman yang subyektif
dengan spontan timbul di dalam kita. Kita menanggapi kepercayaan yang obyektif
dengan percaya. Ini berarti kita mendengar kepercayaan yang obyektif, dan kemudian
timbul iman yang subyektif di dalam kita. Iman yang subyektif ini adalah
tindakan percaya kita.
Iman yang subyektif ini bukan terjadi sekali untuk selamanya.
Sebaliknya, sejak saat kita percaya, tindakan percaya ini senantiasa berlangsung
di dalam kita, sebab kehidupan orang Kristen adalah kehidupan iman; kehidupan
yang percaya. Hari demi hari kita menempuh kehidupan yang percaya. Kita bukan hidup
berdasarkan apa yang kita lihat, melainkan berdasarkan apa yang kita percayai.
Seperti yang dikatakan Paulus, "Sebab hidup kami ini adalah hidup
berdasarkan iman, bukan berdasarkan apa yang kelihatan" (2 Kor. 5:7). Kita hidup berdasarkan iman, bukan
berdasarkan melihat.
Puji Tuhan bahwa kepercayaan yang obyektif
ini menghasilkan percaya yang subyektif! Sewaktu kita menerima wahyu tentang
Kristus, kita tidak dapat tidak percaya kepada-Nya. Iman terinfus dengan spontan
ke dalam kita, dan dengan otomatis kita percaya kepada Kristus. Orang yang tidak
percaya tidak sanggup mempercayai bahwa Kristus ada di dalam kita. Tetapi kita malah
tidak bisa tidak percaya bahwa Kristus hidup di dalam kita. Di dalam kita Dia
menjadi hayat kita, jaminan hayat, dan segala kita. Kita telah nampak visi
tentang Kristus yang berhuni di dalam kita, dan kita tidak ada pilihan lain
kecuali percaya bahwa Ia benar-benar ada di dalam kita. Karena kita telah
nampak visi tentang isi ekonomi Allah, kita tidak dapat menahan diri untuk percaya
kepada apa yang kita nampak. Kita telah diinfus dengan kemampuan untuk percaya dan
kini kita mempunyai iman yang subyektif, tindakan percaya yang batini.
Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Tesalonika, Buku 1, Berita 14
No comments:
Post a Comment