Pembacaan
Alkitab: Ibr. 2:14-18
Mengapa
penulis Surat Ibrani memakai istilah belaskasihan dan setia untuk menggambarkan
Imam Besar? Jawabannya ialah karena pada kedua pasal pertama surat ini penulis
mengutamakan dua hal: Kristus adalah Putra Allah, adalah Allah; Kristus adalah
Anak Manusia, adalah manusia. Belaskasihan ditujukan kepada diri-Nya sebagai manusia, sedang setia ditujukan kepada diri-Nya sebagai Allah. Untuk menjadi orang yang setia, kita tidak saja
harus memiliki kebajikan, tetapi juga harus memiliki kekuatan itu. Misalkan,
saya menjanjikan sesuatu kepada Anda. Walaupun saya memiliki kebajikan, tetapi
belum tentu saya sanggup memenuhi janji saya itu. Hati saya ingin
mempertahankan kesetiaan, kepercayaan, namun saya kekurangan kekuatan; saya
tidak berdaya menggenapi janji saya. Akhirnya, saya terpaksa menjadi tidak
setia. Namun Imam Besar ini bukan hanya seorang yang jujur, Ia adalah Allah
yang setia. Allah adalah setia (10:23). Apa yang Ia janjikan pasti digenapi-Nya. Ia tidak pernah berdusta (6:18). Apa yang telah Ia katakan,
dapat digenapi-Nya. Ia mampu memenuhi setiap
perkataan-Nya. Hanya Allah yang dapat setia
sepenuhnya. Tidak ada seorang pun di antara kita bisa setia sepenuhnya. Apakah
yang dapat menghalangi Allah untuk menggenapkan perkataan-Nya? Tidak ada! Yesus bisa menjadi Imam Besar yang setia, karena
Ia adalah Allah yang Mahakuasa itu. Karena Ia adalah Putra Allah dan Allah itu
sendiri, Ia tentu dapat setia.
Berbelaskasihan mengacu kepada Kristus sebagai manusia. Ia menjadi
manusia dan menempuh kehidupan sebagai manusia di bumi ini serta mengalami
segala penderitaan manusia. Akhirnya, Ia benar-benar memenuhi syarat untuk
membelaskasihani kita. Ia mengerti bagaimana menaruh belas kasihan kepada
manusia. Ia adalah seorang manusia yang berpengalaman atas kehidupan insani dan
yang mengalami segala pahit getir hidup insani.
Bagaimana Kristus dapat menjadi Imam Besar yang penuh dengan belas
kasihan dan setia? Karena Ia adalah Anak Manusia yang memiliki sifat insani
juga Putra Allah yang memiliki sifat ilahi. Ia benar-benar memenuhi syarat untuk
menjadi Imam Besar yang sedemikian. Harun adalah seorang imam besar yang baik,
namun ia hanya memiliki sifat insani tanpa sifat ilahi. Maka Harun mungkin
penuh dengan belas kasihan, tetapi ia belum tentu bisa setia. Akan tetapi Imam
Besar kita, Yesus Kristus yang sebagai Putra Allah dan Anak Manusia, penuh
dengan belas kasihan dan setia, sebab Ia adalah Allah juga manusia.
Syarat lainnya yang memungkinkan Kristus menjadi Imam Besar ialah
Ia telah berinkarnasi menjadi serupa dengan kita (2:14, 17). Malah kita boleh
mengatakan, Ia lebih daripada serupa dengan kita, sebab dalam hidup insani-Nya Ia telah menderita susah yang belum pernah kita rasakan. Agar
layak menjadi Imam Besar yang penuh dengan belas kasihan, Ia telah menjadi
serupa dengan kita dan bersimpati terhadap segala kelemahan kita.
Tuhan Yesus juga layak menjadi Imam Besar karena Ia telah
menderita karena pencobaan (2:18). Jika Anda membaca lagi keempat kitab Injil,
Anda akan tahu bahwa tidak seorang pun yang mengalami kesukaran, serangan,
kesalahpahaman, dan fitnahan sebanyak yang dialami-Nya. Para pencipta kabar angin
selalu memutar balik perkataan Anda. Mereka mengganti beberapa kata Anda dengan
kata-kata lain,
sehingga kata-kata Anda
berubah maksudnya. Adakalanya Tuhan mengucapkan beberapa perkataan, Ialu mereka
mengambil beberapa di antaranya dan memutarbalikkannya untuk dijadikan alasan
menuduh Tuhan.
Kristus layak menjadi Imam Besar kita juga karena Ia telah
menerima penderitaan maut (2:9). Maut yang dialami Tuhan Yesus benar-benar merupakan suatu baptisan.
Pada suatu kali Tuhan bertanya kepada murid-murid-Nya, "Dapatkah
kamu...dibaptis dengan baptisan yang Kuterima?" (Mrk. 10:38). Baptisan
di sini ditujukan pada kematian-Nya. Kematian-Nya adalah Sungai Yordan yang sejati. Dalam menerima maut itu, Ia
telah menyeberang sungai dan memasuki wilayah yang penuh dengan ekspresi Allah,
penuh dengan kemuliaan-Nya.
No comments:
Post a Comment