Hitstat

23 July 2015

Ibrani - Minggu 9 Kamis



Pembacaan Alkitab: Ibr. 4:9; Kej. 1:31


Dari catatan Kejadian 1 kita nampak bahwa Allah menciptakan segala sesuatu demi firman‑Nya. Ia berfirman maka segala sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Namun lain halnya dengan penciptaan manusia. Allah tidak menciptakan manusia hanya dengan berkata, "Ada manusia," melainkan Ia membentuk manusia dengan debu tanah (Kej. 2:7). Ketika Allah ingin terang, Ia berfirman, "Jadilah terang," maka terciptalah terang. Tetapi penciptaan manusia sama sekali berbeda, yakni bukan menyuruh yang tidak ada menjadi ada. Mula‑mula, Ia mengadakan suatu rapat ke‑Allahan (Kej. 1:26), lalu dengan bahan materi tertentu, yaitu debu tanah, Ia membentuk manusia. Andaikata manusia sampai hari keenam tidak juga diciptakan, walaupun segala makhluk lain telah diciptakan, Allah tetap tidak dapat beroleh perhentian pada hari ketujuh. Bukan selesainya pekerjaan yang dapat memberikan perhentian kepada Allah, melainkan penciptaan manusia. Setelah menciptakan manusia, Allah puas dan baru beroleh perhentian.

Apakah buktinya? Lihatlah pada hari‑hari Ia menciptakan, kecuali hari kedua, Ia melihat pekerjaan‑Nya dan berkata, "Baik." Tetapi pada akhir hari keenam, setelah manusia diciptakan, Allah melihat semua ciptaan‑Nya, lalu berkata, "Sungguh amat baik" (Kej. 1:31). Ia berkata, "Sungguh amat baik," itu berarti Ia merasa puas. Pada akhir hari keenam, melihat manusia yang memiliki gambar‑Nya untuk mengekspresikan‑Nya dan yang berkuasa sebagai wakil‑Nya, Allah merasa puas dan berkata, "Sungguh amat baik".

Allah beristirahat pada hari ketujuh bukan karena pekerjaan penciptaan‑Nya telah selesai, melainkan karena Ia telah memperoleh apa yang dikehendaki‑Nya. Allah bukan menghendaki suatu pekerjaan yang telah selesai, melainkan menginginkan manusia yang diperoleh‑Nya itu dapat mengekspresikan diri‑Nya dan dapat mewakili‑Nya di bumi ini. Inilah kehendak hati‑Nya. Asalkan Allah memiliki hal ini, hati‑Nya pun puaslah. Hati Allah baru puas bila ada manusia mengekspresikan‑Nya dan mewakili‑Nya di bumi ini. Dengan adanya hal ini barulah Allah dapat menikmati perhentian pada hari ketujuh.

Karena kejatuhan, manusia menjadi rusak dan kehilangan perhentian. Untuk ini, kita perlu melihat Yohanes 5, di mana tercantum kasus orang yang lumpuh 38 tahun. Yohanes 5:9 mengatakan, "Pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tikamya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat." Tuhan menyembuhkan orang lumpuh itu pada hari Sabat, dan hal ini telah melanggar peraturan orang Yahudi, maka akhimya orang‑orang Yahudi bangkit menganiaya Tuhan Yesus. Ayat 16 mengatakan, "Karena itu, para pemuka Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal‑hal itu pada hari Sabat." Pada hari Sabat mereka hendak membunuh Yesus. Coba Anda pikirkan, mungkinkah ada perhentian dalam hati orang‑orang Yahudi yang hendak membunuh Tuhan Yesus itu? Saya berani jamin mereka tidak memiliki perhentian. Dalam ayat 17 Tuhan menjawab mereka, "Bapa‑Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga." Perkataan Tuhan seolah berarti, "Kalian memelihara hari Sabat, tetapi Bapa‑Ku bekerja sampai sekarang. Hari Sabat yang ditetapkan‑Nya pada hari ketujuh itu telah hilang karena kejatuhan manusia. Sebelum manusia dipulihkan, Bapa‑Ku terus bekerja. Lihatlah orang yang kasihan ini. Ia telah hilang dan dirusak musuh Allah. Bagaimana Bapa‑Ku ada perhentian? Kalian mungkin bisa beristirahat menurut tradisi saja, tetapi kalian tidak memiliki perhentian yang sejati. Bapa‑Ku pun tidak memiliki perhentian! Karena itu, sampai sekarang Bapa‑Ku tetap bekerja, Aku pun bekerja juga. Musuh Allah telah merusak sabat (perhentian) yang diperkenan oleh‑Nya itu, dan hari Sabat itu telah hilang. Sebab itu, sejak Kejadian 3 sampai sekarang, Bapa‑Ku terus bekerja. Berhubung manusia yang pernah membuat‑Nya puas itu telah jatuh, maka Ia tidak pernah berhenti bekerja." Hendaknya makna hari Sabat yang sejati ini berkesan dalam hati kita! Makna hari Sabat adalah Allah dipuaskan ketika manusia mengekspresikan Allah dan mewakili‑Nya. Bila manusia dapat mengekspresikan Allah dan mewakili‑Nya, saat itu barulah merupakan hari Sabat Allah.


Sumber: Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 1, Berita 18

No comments: