Pembacaan Alkitab: Ibr. 4:9;
Kej. 1:31
Dari catatan Kejadian 1 kita
nampak bahwa Allah menciptakan segala sesuatu demi firman‑Nya. Ia berfirman
maka segala sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Namun lain halnya dengan
penciptaan manusia. Allah tidak menciptakan manusia hanya dengan berkata,
"Ada manusia," melainkan Ia membentuk manusia dengan debu tanah (Kej.
2:7). Ketika Allah ingin terang, Ia berfirman, "Jadilah terang," maka
terciptalah terang. Tetapi penciptaan manusia sama sekali berbeda, yakni bukan
menyuruh yang tidak ada menjadi ada. Mula‑mula, Ia mengadakan suatu rapat ke‑Allahan
(Kej. 1:26), lalu dengan bahan materi tertentu, yaitu debu tanah, Ia membentuk
manusia. Andaikata manusia sampai hari keenam tidak juga diciptakan, walaupun
segala makhluk lain telah diciptakan, Allah tetap tidak dapat beroleh
perhentian pada hari ketujuh. Bukan selesainya pekerjaan yang dapat memberikan
perhentian kepada Allah, melainkan penciptaan manusia. Setelah menciptakan
manusia, Allah puas dan baru beroleh perhentian.
Apakah buktinya? Lihatlah pada hari‑hari Ia menciptakan, kecuali
hari kedua, Ia melihat pekerjaan‑Nya dan berkata, "Baik." Tetapi
pada akhir hari keenam, setelah manusia diciptakan, Allah melihat semua ciptaan‑Nya,
lalu berkata, "Sungguh amat baik" (Kej. 1:31). Ia berkata,
"Sungguh amat baik," itu berarti Ia merasa puas. Pada akhir hari
keenam, melihat manusia yang memiliki gambar‑Nya untuk mengekspresikan‑Nya dan
yang berkuasa sebagai wakil‑Nya, Allah merasa puas dan berkata, "Sungguh
amat baik".
Allah
beristirahat pada hari ketujuh bukan karena pekerjaan penciptaan‑Nya telah
selesai, melainkan karena Ia telah memperoleh apa yang dikehendaki‑Nya. Allah
bukan menghendaki suatu pekerjaan yang telah selesai, melainkan menginginkan
manusia yang diperoleh‑Nya itu dapat mengekspresikan diri‑Nya dan dapat
mewakili‑Nya di bumi ini. Inilah kehendak hati‑Nya. Asalkan Allah memiliki hal
ini, hati‑Nya pun puaslah. Hati Allah baru puas bila ada manusia
mengekspresikan‑Nya dan mewakili‑Nya di bumi ini. Dengan adanya hal ini barulah
Allah dapat menikmati perhentian pada hari ketujuh.
Karena kejatuhan, manusia menjadi rusak dan kehilangan perhentian.
Untuk ini, kita perlu melihat Yohanes 5, di mana tercantum kasus orang yang
lumpuh 38 tahun. Yohanes 5:9 mengatakan, "Pada saat itu juga sembuhlah
orang itu lalu ia mengangkat tikamya dan berjalan. Tetapi hari itu hari
Sabat." Tuhan menyembuhkan orang lumpuh itu pada hari Sabat, dan hal
ini telah melanggar peraturan orang Yahudi, maka akhimya orang‑orang Yahudi
bangkit menganiaya Tuhan Yesus. Ayat 16 mengatakan, "Karena itu, para
pemuka Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal‑hal itu pada
hari Sabat." Pada hari Sabat mereka hendak membunuh Yesus. Coba Anda
pikirkan, mungkinkah ada perhentian dalam hati orang‑orang Yahudi yang hendak
membunuh Tuhan Yesus itu? Saya berani jamin mereka tidak memiliki perhentian.
Dalam ayat 17 Tuhan menjawab mereka, "Bapa‑Ku bekerja sampai sekarang,
maka Aku pun bekerja juga." Perkataan Tuhan seolah berarti,
"Kalian memelihara hari Sabat, tetapi Bapa‑Ku bekerja sampai sekarang.
Hari Sabat yang ditetapkan‑Nya pada hari ketujuh itu telah hilang karena
kejatuhan manusia. Sebelum manusia dipulihkan, Bapa‑Ku terus bekerja. Lihatlah
orang yang kasihan ini. Ia telah hilang dan dirusak musuh Allah. Bagaimana Bapa‑Ku
ada perhentian? Kalian mungkin bisa beristirahat menurut tradisi saja, tetapi
kalian tidak memiliki perhentian yang sejati. Bapa‑Ku pun tidak memiliki
perhentian! Karena itu, sampai sekarang Bapa‑Ku tetap bekerja, Aku pun bekerja
juga. Musuh Allah telah merusak sabat (perhentian) yang diperkenan oleh‑Nya
itu, dan hari Sabat itu telah hilang. Sebab itu, sejak Kejadian 3 sampai
sekarang, Bapa‑Ku terus bekerja. Berhubung manusia yang pernah membuat‑Nya puas
itu telah jatuh, maka Ia tidak pernah berhenti bekerja." Hendaknya makna
hari Sabat yang sejati ini berkesan dalam hati kita! Makna hari Sabat adalah
Allah dipuaskan ketika manusia mengekspresikan Allah dan mewakili‑Nya. Bila
manusia dapat mengekspresikan Allah dan mewakili‑Nya, saat itu barulah
merupakan hari Sabat Allah.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 1, Berita 18
No comments:
Post a Comment