Hitstat

03 September 2015

Ibrani - Minggu 15 Kamis



Pembacaan Alkitab: Ibr. 5:13-14; 6:1


Melupakan segala‑galanya adalah cara yang paling baik untuk maju ke depan. Asalkan kita mau melupakan segala‑galanya, kita akan maju ke depan. Mungkin kita telah membuang banyak waktu untuk memikirkan keadaan sekitar kita, masa lampau kita, masa depan kita, dan segala hal yang berhubungan dengan itu, namun kita tidak mau menggunakan waktu satu jam untuk maju ke depan. Sering kali saya didatangi kaum saleh, mereka bertanya tentang masa lampau, masa kini, masa depan, dan banyak hal lainnya. Saya jadi terkenal karena tidak pernah mau menjawab pertanyaan‑pertanyaan mereka. Saya hanya memberi mereka satu jawaban, "Majulah saja ke depan. Jangan membicarakan dan jangan mengingat‑ingat masa yang lampau yang sekarang pun harus Anda lupakan, lebih‑lebih yang akan datang. Bila Anda benar‑benar ingin maju ke depan, maju saja!" Orang yang dapat melupakan segala‑galanya adalah orang yang bisa maju ke depan paling baik. Lihatlah pelari-pelari yang sedang berlomba, mereka tidak ada waktu memikirkan urusan lain, kecuali satu hal, berlari terus ke depan.

Di sini kita nampak satu prinsip dasar : bila ada orang telah menyimpang dari jalannya, atau berhenti, namun kemudian ia tergugah untuk berlari ke depan lagi, ia tidak usah ragu‑ragu atau was‑was, cukup lari saja ke depan. Ketika tergerak bangkit lagi untuk menempuh jalan Tuhan, ada orang muda yang berpikir apakah yang harus ia lakukan sebelum ia maju ke depan; ia khawatir apakah Tuhan mau mengampuninya dan berkenan kepadanya. Jika Anda berpikir demikian, Anda pasti sukar untuk maju ke depan bersama Tuhan. Bila Anda sungguh‑sungguh terhadap Tuhan, maju saja bersama Dia. Entah Ia mengampuni dan berkenan kepada Anda atau tidak, jangan Anda pikirkan dan jangan membuang waktu dalam hal itu. Berlarilah hingga Anda mencapai sasaran dan menerima pahala. Benar atau salah, jangan Anda pikirkan, maju saja ke depan! Menurut Ibrani 6, maju ke depan tidak perlu meletakkan dasar lagi. Misalnya, saudara‑saudara telah meletakkan fondasi untuk membangun balai sidang yang baru, tetapi karena sesuatu hal pekerjaan itu dihentikan. Kemudian, mereka tergerak untuk membangunnya lagi, apakah mereka harus memulai dari semula dan meletakkan fondasi lagi? Tidak, mereka tidak sedungu itu. Seandainya hal itu mereka lakukan berulang‑ulang, seluruh lokasi pembangunan itu akan penuh dengan fondasi, tanpa dinding, atap, atau bangunan. Walau perbuatan demikian sangat dungu, namun banyak orang Kristen (termasuk saya sendiri), justru telah melakukan hal itu dalam kehidupan kekristenan mereka yang lampau. Pada permulaan hidup saya sebagai orang Kristen, saya pernah meletakkan banyak fondasi. Setiap kali saya beroleh kebangunan, sering saya berangsur‑angsur merosot lagi. Setelah saya tergerak dan dibangunkan lagi, saya selalu bertekad untuk kembali ke tempat semula, lalu kembali bertobat dan mengaku dosa seperti semula. Itulah artinya "bertobat sekali lagi", juga berarti meletakkan lagi dasar pertobatan (6:6). Tidak lama kemudian, saya mengulanginya lagi dan saya bertobat lagi dari semula. Akhirnya saya bosan, tetapi saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Pada suatu hari, ketika saya membaca Ibrani 6, barulah sadar betapa bodohnya saya ini. Sebenarnya saya tidak perlu bertobat lagi atas apa yang telah saya akui, juga tidak perlu mengaku dosa sekali lagi seperti semula; yang saya perlukan hanyalah maju ke depan.

Bila kita mau maju ke depan, kita harus meninggalkan asas‑asas pertama dari ajaran tentang Kristus (6:1). Hal ini berarti kita harus meninggalkan tahap peletakan dasar, tahap menyusu, dan tahap bayi. Asas‑asas pertama dari ajaran Kristus adalah susu bagi bayi‑bayi dalam Kristus. Jadi, untuk maju ke depan, kita perlu meninggalkan asas‑asas pertama dari ajaran‑ajaran yang kita terima dan jangan lagi memakan makanan bayi. Kita harus meninggalkan tahap bayi dan menuju ke tahap kematangan melalui makan makanan keras, yaitu firman kebenaran (5:13‑14) yang disuplaikan kepada kita dalam surat ini.


Sumber: Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 2, Berita 30

No comments: