Pembacaan
Alkitab: Ibr. 4:14
Kita harus memahami latar belakang Surat Ibrani ini. Kita telah
nampak dengan jelas bahwa penerima surat ini sedang berada dalam bahaya mundur
ke belakang. Mereka dalam keadaan bingung dan ragu, maka surat ini mendorong
mereka untuk "datang kepada". Ini berarti penulis sendiri berada di
suatu tempat, lalu Ia menghendaki pembacanya juga datang ke tempat di mana ia
berada. Jadi Ia menyuruh mereka datang ke tempat maha kudus, ke takhta
anugerah, dan kepada Allah itu sendiri. Di manakah Allah? Ia berada di takhta
anugerah! Di manakah takhta anugerah? Di dalam tempat maha kudus. Ketika penulis
menulis surat ini, ia sendiri berada di dalam tempat maha kudus, maka ia
memanggil semua saudara Ibrani agar mereka juga datang ke tempat ini.
Pada butir ini kita menghadapi satu masalah, yakni di manakah
sebenarnya tempat maha kudus dan takhta anugerah itu? Berdasarkan pengalaman
kita, dapat kita katakan bahwa keduanya itu berhubungan dengan roh kita. Jika
keduanya itu, tempat maha kudus dan takhta anugerah berhubungan dengan roh
kita, sudah pasti Allah pun berada di dalam roh kita, sebab Allah berada di
takhta anugerah. Asalkan kedua tempat itu berhubungan dengan roh kita, maka
pasti Allah pun berada di dalam roh kita.
Alkitab menyinggung suatu tempat yang disebut Betel, rumah Allah
(Kej. 28:19). Di tempat ini ada tangga yang menghubungkan langit dan bumi (Kej.
28:12), dan di atas tangga ini malaikat-malaikat Allah naik dan turun. Hal ini membuktikan bahwa tangga
itu menghubungkan bumi dengan langit juga menghubungkan langit dengan bumi. Di
antara bumi dengan langit, terdapat lalu lintas yang sibuk sekali, yang
dinyatakan dengan naik turunnya malaikat-malaikat. Lalu lintas ini tidak dapat kita temukan di mana pun di
bumi ini, kecuali di satu tempat yang istimewa yakni Betel, rumah Allah.
Betel hari ini, yakni rumah Allah, berada di dalam roh kita.
Efesus 2:22 mengatakan bahwa kita "dibangunkan menjadi tempat kediaman
Allah, di dalam roh" Gereja hari ini adalah tempat kediaman Allah,
rumah Allah, dan itu ada dalam roh kita. Ketika kita, orang-orang dalam gereja, berhimpun di
dalam roh, maka rumah Allah, Betel, ada di sini. Pada saat ini pula, tempat ini
berhubungan dengan surga, sebab ada satu tangga yang menghubungkan bumi dengan
langit dan membawakan langit ke bumi. Dengan spontan, terjadilah lalu lintas
antara langit dengan bumi. Di manakah Betel hari ini? Di dalam roh kita. Kalau
Betel, rumah Allah berada di dalam roh kita, maka roh kita adalah tempat
Kristus berada sebagai tangga surgawi yang menghubungkan kita dengan surga, dan
mendatangkan surga kepada kita. Menurut wahyu ini dan menurut pengalaman kita,
kita dapat dengan berani mengatakan bahwa tempat maha kudus dan takhta anugerah
berhubungan dengan roh kita.
Apakah Kristus itu obyektif? Ya, faktanya memang Ia obyektif.
Namun dalam pengalaman kita, Ia adalah obyektif yang subyektif. Faktanya, Ia
memang obyektif, sebab Ia berada di surga. Tetapi kita tidak perlu pergi ke
surga untuk mengalami-Nya. Ketika kita berada di bumi hari ini, kita sudah dapat
mengalami Kristus yang di surga di dalam roh kita. Kristus itu obyektif, tetapi
pengalaman kita terhadap-Nya bersifat subyektif. Jadi, kita dengan subyektif dapat
mengalami Kristus yang obyektif. Bagaimanakah Kristus yang obyektif menjadi
pengalaman kita yang subyektif? Melalui tangga surgawi yang menghubungkan kita
dengan surga dan yang membawakan surga kepada kita. Bagaimana listrik yang
obyektif, yang jauh dari rumah kita, yang berada di pusat pembangkitnya, bisa
menjadi listrik yang subyektif, yang dapat kita manfaatkan di rumah kita?
Melalui kabel listrik yang membawa arus listrik dari pusat pembangkitnya ke
rumah kita. Memang di pusat pembangkitnya listrik itu obyektif, tetapi ketika
listrik itu dimanfaatkan di rumah kita, ia menjadi subyektif. Sama halnya, kita
dapat dengan subyektif mengalami Kristus yang obyektif. Ketika kita berada di
bumi, kita sudah dapat mengalami Kristus yang di surga. Hal ini sungguh ajaib!
Dari hari ke hari, saya dapat mengalami Kristus yang di surga ini. Walaupun Ia
obyektif, dalam pengalaman saya, Ia itu subyektif.
No comments:
Post a Comment