Pembacaan
Alkitab: Ibr. 7:16, 19
Kedudukan raja berkaitan dengan kebenaran dan kedamaian, sebab
kedudukan raja merupakan semacam pengaturan dan penguasaan. Kalau kondisi benar
(adil) dan damai ingin terpelihara, perlu ada kuasa (kekuasaan). Jika Kristus
hendak menyuplaikan Allah yang telah melalui proses kepada kita sebagai roti
dan anggur, maka perlu ada kondisi atau suasana yang penuh kebenaran dan
kedamaian. Ketika kita datang ke depan meja perjamuan Tuhan, kita perlu
mempunyai perasaan yang mendalam bahwa kita sedang berada dalam kondisi benar
dan damai. Andaikata tanpa kondisi demikian, sebaliknya kita terus bersengketa
satu sama lain, dengan sendirinya dalam suasana itu kebenaran dan kedamaian
tidak akan ada, dan pasti pula tidak ada suplai roti dan anggur bagi kita. Agar
dapat menerima suplai Allah yang telah melalui proses sebagai kenikmatan kita,
hubungan antara Allah dengan kita dan antar sesama kita haruslah benar. Ketika
segalanya sudah benar, barulah ada damai sejahtara, dan di dalam kedamaian ini
barulah Kristus dapat menyuplaikan Allah yang telah melalui proses itu kepada
kita. Kebenaran dan kedamaian berasal dari kedudukan Kristus sebagai Raja. Bila
Raja berada di sini, tidak seorang pun dapat bersengketa, dan segala‑galanya
akan menjadi sangat damai. Kedudukan Kristus sebagai Raja telah memelihara
suatu situasi yang benar dan damai. Status raja‑Nya adalah untuk mempertahankan
kelangsungan situasi dan kondisi benar dan damai tersebut.
Aspek kedua dari imamat Kristus dalam Ibrani 7 ialah imamat yang
ilahi. Kerajanian (to be king) Kristus adalah perihal status; tetapi
keilahian‑Nya adalah perihal unsur penyusun, yaitu unsur yang harus ada dan
mendasar yang ada pada‑Nya yang telah menjadikan‑Nya Imam Besar yang demikian.
Keilahian Kristus mengacu kepada sifat‑Nya. Kerajanian Kristus adalah menurut
status rajani‑Nya, sedang keilahian‑Nya menurut sifat ilahi‑Nya. Kristus itu
rajani, karena Ia adalah Raja; Kristus itu ilahi, karena Ia adalah Putra Allah.
Sebagai Putra Allah, Kristus tidak saja memiliki kedudukan raja, juga memiliki
keilahian. Kedudukan raja‑Nya memelihara semacam suasana yang penuh kebenaran
dan kedamaian, sehingga Ia dapat menyuplaikan Allah yang telah melalui proses
sebagai kenikmatan kita. Keilahian‑Nya telah menjadikan Dia sebagai Imam Besar,
yang hidup dan penuh dengan hayat, sehingga Ia dapat melanjutkan imamat‑Nya
sampai selama‑lamanya.
Keilahian adalah sifat dan hayat Kristus, maka sebagai persona
ilahi yang penuh keilahian, Ia adalah persona yang hidup. Pada Kristus, Imam
Besar yang rajani ini, tidak ada ketidakbenaran maupun persengketaan, yang ada
hanyalah kebenaran (keadilan) dan kedamaian. Pada Kristus, Imam Besar yang
rajani, tidak ada maut. Ia telah mengalahkan, menaklukkan, dan menelan maut.
Mengapa pada Imam Besar yang ilahi ini tidak ada maut? Sebab Ia adalah hayat.
Kristus itu ilahi. Keilahian adalah esens, sifat, unsur, dan susunan‑Nya.
Status rajani‑Nya telah membereskan segala masalah dan mendatangkan suasana
damai sejahtera. Tetapi Ia tidak saja rajani, Ia pun ilahi. Karena itu, di mana
Ia berada, di situ tidak ada maut. Di mana ada Kristus, di sana ada kebangkitan
dan maut telah tertelan. Di mana ada Kristus, di situ maut tersingkir. Imamat
Kristus telah meniadakan maut. Pernahkah Anda mendengar bahwa imamat Kristus
telah meniadakan maut? Adanya terang telah meniadakan kegelapan. Bila ada
terang, kegelapan pasti sirna. Demikian pula, bila Kristus hadir, maut pasti
lenyap.
Anak Allah tidaklah sederhana, sebab Ia mempunyai dua aspek.
Kebanyakan orang Kristen hanya tahu Putra Allah sebagai Anak tunggal Allah,
tetapi Alkitab juga mengatakan Ia adalah Anak sulung Allah. Anak tunggal
merupakan satu aspek, dan Anak sulung merupakan aspek lain. Selaku Anak
tunggal, Ia sudah ada sejak kekekalan yang lampau, dan hanya memiliki sifat
ilahi. Namun, selaku Anak sulung, berdasarkan Mazmur 2 dan Kisah Para Rasul
13:33, Ia dilahirkan pada hari kebangkitan. dan memiliki sifat ilahi dan
insani. Pada hari kebangkitan, Yesus yang menjadi manusia ini telah dilahirkan
menjadi Anak Allah. Kelahiran ini tidak berhubungan dengan aspek Ia menjadi
Anak tunggal Allah, melainkan berhubungan dengan aspek Ia menjadi Anak sulung
Allah.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 2, Berita 33
No comments:
Post a Comment