Pembacaan
Alkitab: Ibr. 2:10; 10:19-20
Kita bukan hanya penyeberang sungai, juga orang‑orang yang
melarikan diri. Melarikan diri dari apa? Dari segala hal yang di luar Kristus
dan hidup gereja. Kita harus lari dari dunia, agama, bahkan diri kita sendiri.
Kita harus lari dari toko‑toko serba ada, arus zaman, agama, konsepsi usang,
dan berbagai macam tradisi. Kita harus lari dari segala sesuatu yang bisa
menceraikan kita dengan Kristus. Kita harus melarikan diri dari kedudukan kita
yang usang, ambisi dan rasa sayang diri. Kita harus lari dari setiap hal. Tidak
usah diragukan bahwa penulis surat ini sangat mengharapkan agar kaum beriman
Ibrani melarikan diri dari agama Yahudi yang usang. Sebab bila mereka tetap
berdiam di sana, sangatlah berbahaya, maka mereka harus cepat‑cepat melarikan
diri. Dalam bahasa aslinya juga mengandung arti melarikan diri ke tempat yang
aman, itulah sebabnya mengapa penerjemah menambah kata
"perlindungan". Di sini penulis seolah berkata, "Hai kaum
beriman Ibrani, situasi kalian sangat berbahaya, kalian harus cepat‑cepat
melarikan diri ke tempat yang aman!"
Di manakah tempat yang aman itu? Ke manakah kita harus melarikan
diri? Ke dalam roh kita, ke dalam gereja, dan ke dalam alam surgawi. Apakah
yang ada dalam alam surgawi? Tempat maha kudus di belakang tabir. Kaum beriman
Ibrani berada dalam bahaya terseret kembali ke dalam perkemahan. Mereka harus
melarikan diri ke belakang tabir. Penulis seolah‑olah berkata, "Larilah ke
belakang tabir, ke dalam tempat maha kudus, ke dalam roh. Jangan bimbang di
dalam jiwamu. Keluarlah dari pikiranmu yang berkelana itu. Larilah ke dalam
rohmu, baru aman." Walaupun kita sukar untuk memastikan apa sebenamya
tempat perlindungan itu, namun kita boleh katakan itulah alam surgawi di mana
Tuhan Yesus hari ini berada.
Dalam 6:9‑20 penulis menggunakan istilah "sauh"
menyatakan bahwa kita sedang berada di atas laut yang berbadai. Karena kita
memang sedang berlayar di atas laut yang berbadai, kita perlu sebuah sauh.
Sudah pasti, tempat untuk kita berteduh ialah pelabuhan, dan pelabuhan ini
berada di dalam roh kita, di dalam hidup gereja, dan di dalam tempat maha kudus
di mana Tuhan Yesus berada. Bila kita ingin tinggal di pelabuhan ini, kita
perlu sebuah sauh, dan sauh ini adalah pengharapan kita (ayat 18‑19) yang
terbentuk dari dua hal yang tidak berubah selama‑lamanya; janji Allah dan
sumpah Allah (ayat 12‑18). Janji Allah diteguhkan oleh sumpah Allah. Janji
Allah ialah firman Allah, sumpah Allah ialah ketetapan‑Nya yang terakhir. Maka
demi janji dan sumpah Allah, yang tidak dapat berubah itu, kita beriman dan
sabar, sehingga timbullah pengharapan kita, yaitu sauh jiwa kita. Pengharapan
kita bagaikan sauh yang kuat dan aman telah dilabuhkan ke dalam tempat maha
kudus di belakang tabir, dan kini di dalam roh kita dapat masuk ke dalamnya
(10:19‑20). Karena itu, kita kini dapat berlabuh di dalam tempat maha kudus
melalui sauh pengharapan tersebut. Tanpa sauh, kapal kita akan kandas (1 Tim.
1:19).
Penulis kini memberi tahu kita bahwa Kristus bukan hanya Pemimpin
keselamatan, Ia pun Perintis kita. Sebagai Perintis, Tuhan Yesus mengambil
pimpinan untuk melewati laut yang berbadai dan masuk ke dalam, pelabuhan
surgawi guna menjadi Imam Besar bagi kita menurut aturan Melkisedek. Sebagai
Perintis yang demikian, Dia adalah Pemimpin keselamatan kita (2:10). Sebagai
Perintis, Dia telah membuka jalan kepada kemuliaan; dan sebagai Pemimpin, Dia
telah masuk ke dalam kemuliaan, masuk ke dalam tempat maha kudus di belakang
tabir. Untuk masuk ke dalam tempat maha kudus, Tuhan Yesus telah melarikan diri
dari segala sesuatu. Dia melarikan diri dari ibu dan saudara‑saudara‑Nya (Mat.
12:46‑50). Ia pun telah lari dari agama Yahudi dan masuk ke belakang tabir. Ia
telah masuk ke dalam hadirat Allah. Ia telah melarikan diri dari segala sesuatu
dan masuk ke dalam hadirat Allah di belakang tabir, tempat kita melabuhkan sauh
pengharapan dengan penuh jaminan (ayat 19, 11).
Sumber:
Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 2, Berita 30
No comments:
Post a Comment