Pembacaan
Alkitab: Why. 21:15-21
Doa baca: Why. 21:17
Ia juga mengukur temboknya: Seratus empat puluh empat
hasta, menurut ukuran manusia, yang adalah juga ukuran malaikat.
Ayat 18 mengatakan, "Tembok
itu terbuat dari permata yaspis." Yaspis adalah sebuah batu permata yang mengalami pengubahan (1 Kor.
3:12) yang mengandung gambar Allah. Batu ini jernih seperti kristal dan hijau
tua. Berdasarkan 4:3, penampilan Allah di atas takhta seperti yaspis dan
sardis. Warna hijau tua dari yaspis berarti hayat dalam kelimpahannya. Hijaunya
rumput, hijaunya ladang dan hijaunya gunung, semua menyatakan kelimpahan hayat.
Allah sebagai Yang di atas takhta dalam pasal 4 juga mempunyai penampilan
seperti sardis, batu mahal berwarna merah, yang menyatakan penebusan. Bila
yaspis menunjukkan Allah sebagai Allah yang mulia dalam hayat-Nya yang kaya,
maka sardis mengacu kepada Allah sebagai Allah penebus. Allah kita hari ini
adalah Allah hayat dan Allah penebus. Tetapi ketika kita masuk ke dalam
Yerusalem Baru, kita tidak memerlukan penebusan lagi. Jadi, warna tembok kota
itu adalah yaspis, hijau tua, menyatakan hayat dalam kelimpahannya.
Kita telah melihat bahwa tembok
itu 144 hasta tingginya, dan ukuran ini adalah menurut ukuran manusia, yang
adalah juga ukuran malaikat. Telah kita bahas bahwa hal ini menunjukkan bahwa
tembok kota itu bukanlah yang alamiah, tetapi dalam kebangkitan. Ini suatu hal
yang sangat penting. Apa saja yang kita katakan, apa saja yang kita perbuat,
dan segala sesuatu kita dalam hidup gereja hari ini harus di dalam kebangkitan.
Prinsip kebangkitan adalah hayat alamiah dibunuh dan hayat ilahi tumbuh
menggantikannya. Inilah kebangkitan.
Beberapa kali, ketika saya hampir
marah-marah, saya segera melatih roh saya untuk menyalibkan manusia alamiah
saya. Begitu saya berbuat demikian, saya berada dalam kebangkitan. Kita harus
berlatih demikian bukan hanya terhadap amarah kita, bahkan terhadap kasih kita.
Jangan mengasihi orang lain secara alamiah. Kasihilah mereka dalam kebangkitan.
Kasih alamiah seperti madu. Sebagai ganti kasih "madu", kita perlu
kasih yang dalam kebangkitan, kasih yang telah dibunuh oleh salib dan
dibangkitkan dengan hayat ilahi. Tidak ada madu dalam kasih yang demikian.
Sebagai gantinya, ada kemenyan dan garam. Menurut Imamat 2, kurban sajian boleh
dibubuhi kemenyan dan garam, tetapi tidak boleh dibubuhi madu. Kasih di antara
kebanyakan orang Kristen hari ini sangat jarang yang berupa kasih dalam
kebangkitan, yang adalah kasih sejati. Kebanyakan, bukan hanya seperti madu,
bahkan penuh dengan ragi. Walaupun banyak orang Kristen berbicara tentang kasih,
kasih itu mungkin bukanlah kasih yang telah ditanggulangi oleh salib dan
dibangkitkan berdasarkan hayat ilahi. Yang kita perlukan adalah kasih yang
dibangkitkan, kasih yang di dalam hayat ilahi.
Dalam hidup gereja, kita harus
belajar melakukan segala sesuatu dalam kebangkitan, bukan dalam hayat alamiah.
Bila Anda tidak yakin bahwa Anda melakukan sesuatu di dalam kebangkitan,
janganlah melakukannya. Berdoa dan tunggulah sampai Anda mempunyai kepastian
bahwa Anda di dalam kebangkitan. Bukti bahwa tembok kota Yerusalem Baru diukur
dengan ukuran manusia, yang adalah juga ukuran malaikat, berarti hal itu tidak
hanya diukur menurut sifat ilahi, tetapi juga berdasarkan kebangkitan. Anda
harus mengasihi saya, dan saya harus mengasihi Anda, bukan dalam hayat alamiah
kita, melainkan dalam hayat ilahi. Jangan memberikan ruang seinci pun bagi
hayat alamiah. Tidak peduli berapa besar Anda mengasihi yang lain, jagalah
jarak antara Anda dengan mereka. Bila Anda bersikap demikian, Anda akan terjaga
dari hayat alamiah dan Anda akan mengasihi yang lain dalam kebangkitan, menurut
keinsanian, tetapi dalam kemiripan dengan malaikat.
Sumber: Pelajaran-Hayat Wahyu,
Buku 4, Berita 61
No comments:
Post a Comment