Hitstat

26 September 2017

Wahyu - Minggu 34 Selasa



Pembacaan Alkitab: Why. 22:14
Doa baca: Why. 22:14
Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu.


Hal kedua yang kita nikmati dalam kekekalan adalah pohon hayat (22:14, 19). Pohon hayat sebenarnya adalah Kristus, Putra Allah, Anak Domba Penebus, sebagai suplai hayat kita. Pohon ini kaya, segar. Kita telah ditebus sehingga kita berhak datang ke pohon hayat. Wahyu 22:14 dapat dianggap sebagai suatu janji kenikmatan atas pohon hayat, yaitu Kristus dengan segala kekayaan hayat; bagian akhir ayat 17 dapat dianggap sebagai suatu panggilan untuk mengambil air hayat, yaitu Roh pemberi-hayat. Jadi, Kitab Wahyu berakhir dengan satu janji dan satu panggilan, untuk makan dan minum Kristus yang almuhit sebagai Roh pemberi-hayat.

Setelah diciptakan, manusia ditaruh di depan pohon hayat (Kej. 2:8-9), ini menunjukkan bahwa manusia mendapat hak khusus untuk berbagian dalamnya. Tetapi karena kejatuhan manusia, jalan menuju pohon hayat itu tertutup bagi manusia oleh kemuliaan, kekudusan, dan kebenaran Allah (Kej. 3:24). Melalui penebusan Kristus yang memuaskan semua tuntutan kemuliaan, kekudusan, dan kebenaran Allah, jalan menuju pohon hayat terbuka kembali bagi kaum beriman (Ibr. 10:19-20). Karena itu, setiap orang yang membasuh jubah mereka dalam darah penebusan Kristus, berhak menikmati pohon hayat sebagai bagian kekal mereka dalam kota kudus, Taman Firdaus Allah, dalam kekekalan (2:7).

Dalam ayat ini, jubah melambangkan perilaku kaum beriman. Membasuh jubah mereka berarti menjaga perilaku mereka tetap bersih melalui pembasuhan darah Anak Domba (7:14; 1 Yoh. 1:7). Ini memberi mereka hak untuk berbagian dalam pohon hayat dan hak untuk masuk ke dalam kota itu. Masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu berarti masuk ke dalam Yerusalem Baru, suatu ruang lingkup berkat kekal Allah, dengan kelahiran kembali melalui Kristus yang mengalahkan maut dan menyalurkan hayat. Pohon hayat dan kota itu akan menjadi kenikmatan mereka dalam kekekalan.

Aspek lain dari kenikmatan dan berkat umat tebusan Allah dalam kekekalan adalah air hayat (22:17; 21:6). Air hayat adalah Roh pemberi-hayat sebagai minuman kekal kita. Kita perlu makan dan minum. Kalau kita makan sesuatu tidak disertai minuman, tentu tidak begitu nyaman. Haleluya, dalam kekekalan kita akan memiliki makanan, pohon hayat, dan minuman, Roh pemberi-hayat! Ingatlah, Roh pemberi-hayat itu sebenarnya adalah Allah Tritunggal yang mengalirkan diri-Nya menjadi minuman kita.

Dalam kekekalan kita juga akan menikmati takhta Allah dan Anak Domba (22:3). Sulit dipastikan apakah takhta Allah dalam Wahyu 21 dan 22 adalah takhta kekuasaan atau takhta anugerah. Dalam Ibrani 4 terdapat takhta anugerah, tetapi takhta yang disebut dalam Wahyu 4 terutama berhubungan dengan kekuasaan. Pada akhir Alkitab, takhta yang dimaksud adalah takhta anugerah dan takhta kekuasaan. Kita tahu hal ini dari gambar yang terlukis dalam pasal 22. Dalam pasal itu, takhta Allah dan Anak Domba jelas untuk administrasi ilahi Allah. Dengan demikian, takhta itu adalah takhta kekuasaan. Namun, dari takhta itu tidak keluar kekuasaan, melainkan sungai air hayat, dengan pohon hayat sebagai suplai hayat. Itu bukan kekuasaan, melainkan anugerah.


Sumber: Pelajaran-Hayat Wahyu, Buku 4, Berita 66

No comments: