Pembacaan Alkitab: Ef.
5:22, 25, 28
Subyek Kitab Efesus bukanlah perilaku atau
budi pekerti, melainkan gereja. Dalam memberikan nasihat panjang yang tercantum
dalam pasal 4, Paulus tidak pernah kehilangan titik utama pandangannya —
gereja. Ketika ia menuturkan prinsip maupun rinciannya, ia menyadari sepenuhnya
bahwa gereja adalah manusia baru. Jadi kehidupan yang dilukiskan dalam pasal 4
tentu ditujukan kepada gereja sebagai manusia baru, yaitu gereja sebagai
manusia baru harus sesuai dengan realitas dan oleh anugerah. Sebagai manusia
baru, gereja harus hidup sesuai dengan standar Allah, menurut realitas yang
nyata dalam Yesus. Satu-satunya jalan agar gereja, manusia baru ini dapat
memiliki kehidupan yang demikian ialah berdasarkan anugerah Allah yang serba
cukup. Anugerah ini menyuplai kita agar kita dapat hidup menurut cetakan,
model, dan teladan hidup Yesus. Inilah kunci pasal 4.
Jika kita memakai kunci ini ketika kita
membaca pasal 4, seluruh pasal akan terbuka bagi kita. Ingatlah baik-baik,
bahwa Efesus 4 membicarakan gereja sebagai manusia baru. Kalau kita ingin
menjadi gereja dalam aspek ini, kita harus menempuh hidup sesuai dengan standar
realitas seperti yang nyata dalam Yesus dan oleh anugerah Allah yang serba
cukup.
Seprinsip dengan itu, butir utama dalam
pasal 5 ialah gereja sebagai mempelai perempuan. Butir utamanya bukanlah
nasihat Paulus tentang para istri patuh kepada suami mereka atau para suami
mengasihi istri mereka. Sebagai mempelai perempuan, gereja memerlukan sesuatu
yang lebih halus, lembut, dan dalam daripada realitas dan anugerah, yaitu
memerlukan kasih dan terang. Realitas tidak sehalus terang, dan anugerah tidak
sedalam dan seintim kasih. Mengenai aspek gereja sebagai mempelai perempuan,
dalam pasal 5, Paulus membicarakan kasih dan terang.
Fakta bahwa gereja sebagai mempelai
perempuan menuntut kehidupan dalam kasih dan terang dapat dibuktikan melalui
pengalaman kehidupan pernikahan kita sendiri. Kalau sepasang suami dan istri
hidup bersama hanya oleh anugerah dan menurut realitas, kehidupan pernikahan
mereka akan menjadi sangat kasihan. Jika istri saya memperlakukan saya hanya
menurut anugerah, tanpa memberi saya kasih, saya akan sangat tidak puas. Ia pun
akan merasa serupa kalau saya memperlakukannya menurut anugerah tanpa kasih.
Kehidupan pernikahan bukan berdasar pada anugerah, melainkan pada kasih.
Demikian pula, kehidupan pernikahan bukan berdasarkan realitas, tetapi juga di
atas terang. Alangkah kasihan jika seorang suami dan istri selalu memikirkan
cara yang tepat untuk berperilaku terhadap satu sama lain. Untuk hubungan yang
intim tidak cukup hanya dengan realitas, tetapi harus pula ada terang. Oleh
sebab itu, pernikahan yang wajar tidak hanya menurut realitas dan oleh
anugerah, tetapi juga dalam kasih dan terang.
Sumber: Pelajaran-Hayat
Efesus, Buku 3, Berita 61
No comments:
Post a Comment