Hitstat

18 April 2013

Efesus - Minggu 30 Kamis


Pembacaan Alkitab: Ef. 5:22, 25, 28


Subyek Kitab Efesus bukanlah perilaku atau budi pekerti, melainkan gereja. Dalam memberikan nasihat panjang yang tercantum dalam pasal 4, Paulus tidak pernah kehilangan titik utama pandangannya — gereja. Ketika ia menuturkan prinsip maupun rinciannya, ia menyadari sepenuhnya bahwa gereja adalah manusia baru. Jadi kehidupan yang dilukiskan dalam pasal 4 tentu ditujukan kepada gereja sebagai manusia baru, yaitu gereja sebagai manusia baru harus sesuai dengan realitas dan oleh anugerah. Sebagai manusia baru, gereja harus hidup sesuai dengan standar Allah, menurut realitas yang nyata dalam Yesus. Satu-satunya jalan agar gereja, manusia baru ini dapat memiliki kehidupan yang demikian ialah berdasarkan anugerah Allah yang serba cukup. Anugerah ini menyuplai kita agar kita dapat hidup menurut cetakan, model, dan teladan hidup Yesus. Inilah kunci pasal 4.

Jika kita memakai kunci ini ketika kita membaca pasal 4, seluruh pasal akan terbuka bagi kita. Ingatlah baik-baik, bahwa Efesus 4 membicarakan gereja sebagai manusia baru. Kalau kita ingin menjadi gereja dalam aspek ini, kita harus menempuh hidup sesuai dengan standar realitas seperti yang nyata dalam Yesus dan oleh anugerah Allah yang serba cukup.

Seprinsip dengan itu, butir utama dalam pasal 5 ialah gereja sebagai mempelai perempuan. Butir utamanya bukanlah nasihat Paulus tentang para istri patuh kepada suami mereka atau para suami mengasihi istri mereka. Sebagai mempelai perempuan, gereja memerlukan sesuatu yang lebih halus, lembut, dan dalam daripada realitas dan anugerah, yaitu memerlukan kasih dan terang. Realitas tidak sehalus terang, dan anugerah tidak sedalam dan seintim kasih. Mengenai aspek gereja sebagai mempelai perempuan, dalam pasal 5, Paulus membicarakan kasih dan terang.

Fakta bahwa gereja sebagai mempelai perempuan menuntut kehidupan dalam kasih dan terang dapat dibuktikan melalui pengalaman kehidupan pernikahan kita sendiri. Kalau sepasang suami dan istri hidup bersama hanya oleh anugerah dan menurut realitas, kehidupan pernikahan mereka akan menjadi sangat kasihan. Jika istri saya memperlakukan saya hanya menurut anugerah, tanpa memberi saya kasih, saya akan sangat tidak puas. Ia pun akan merasa serupa kalau saya memperlakukannya menurut anugerah tanpa kasih. Kehidupan pernikahan bukan berdasar pada anugerah, melainkan pada kasih. Demikian pula, kehidupan pernikahan bukan berdasarkan realitas, tetapi juga di atas terang. Alangkah kasihan jika seorang suami dan istri selalu memikirkan cara yang tepat untuk berperilaku terhadap satu sama lain. Untuk hubungan yang intim tidak cukup hanya dengan realitas, tetapi harus pula ada terang. Oleh sebab itu, pernikahan yang wajar tidak hanya menurut realitas dan oleh anugerah, tetapi juga dalam kasih dan terang.


Sumber: Pelajaran-Hayat Efesus, Buku 3, Berita 61

No comments: