Pembacaan
Alkitab: Kol. 3:15-18
Kolose 3:16 mengatakan, “Hendaklah perkataan
Kristus tinggal dengan limpahnya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala
hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan
mazmur dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah
di dalam hatimu.” Setelah Paulus mengatakan tentang damai sejahtera Kristus
menjadi juri di dalam kita, ia segera menyuruh kita untuk membiarkan perkataan
Kristus diam di dalam kita. Mengapa Paulus lebih dulu menyebut damai sejahtera
Kristus, kemudian baru menyebut perkataan Kristus? Jawaban dari pertanyaan ini
berkaitan dengan prinsip dasar yang diwahyukan dalam Alkitab, yakni perkataan
Allah menuntut adanya keesaan. Bila umat Allah berpecahbelah, perkataan Allah
akan menjadi langka. Allah tidak berkata-kata di tempat yang terpecah-belah.
Perpecahan mengakibatkan perkataan Allah berkurang, bahkan berhenti sama sekali.
Kitab Ibrani diawali dengan perkataan-perkataan:
“Allah berulang kali dan dengan berbagai cara berbicara kepada nenek moyang
kita dengan perantaraan para nabi, maka pada zaman akhir ini Ia berbicara
kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya” (Ibr. 1:1-2a). Sebagai Anak Allah,
Tuhan Yesus tidak saja membicarakan perkataan Allah, tetapi Dia sendiri bahkan
disebut firman (Yoh. 1:1, 14; Why. 19:13). Allah berbicara di dalam Anak-Nya
dan tidak hanya melalui Anak-Nya. Di mana ada Anak, di situ juga ada fir-man. Tidak
hanya demikian, ketika Anak berbicara, Allah pun berbicara di dalam pembicaraan
Anak. Anak datang untuk mengekspresikan Allah, mendefinisikan Allah, dan
menuturkan Allah. Dalam apa adanya dan persona-Nya itulah, Sang Anak adalah
firman Allah.
Jika kita benar-benar bersatu dengan
anggota-anggota Tubuh Kristus lainnya, kita akan dapat menuturkan perkataan
Allah. Tetapi, jika kita tidak bersatu dengan kaum saleh, melainkan penuh
dengan keluhan, gerutuan, atau gosip, tidak mungkin kita dapat menuturkan perkataan
Tuhan. Menuturkan perkataan Allah memerlukan keesaan. Di mana tidak ada
keesaan, di situ tidak ada perkataan. Jika kita membiarkan damai sejahtera
Kristus menjadi juri di dalam kita untuk memelihara keesaan dan keselarasan,
kita akan dapat menuturkan perkataan Allah.
Kristus telah mati di atas salib untuk mengadakan
damai sejahtera melalui menggenapkan penebusan dan memperdamaikan kita dengan
Allah. Damai sejahtera ini vertikal, yakni damai sejahtera antara kita dengan
Allah. Kristus mati juga untuk mengadakan damai sejahtera horisontal, yakni
damai sejahtera antara kita dengan orang lain. Untuk hal ini Kristus menghapus
semua ketentuan, yaitu berbagai cara penyembahan dan cara hidup. Melalui
menghapus ketentuan-ketentuan, Kristus telah mengadakan damai sejahtera secara
horisontal di antara berbagai manusia. Dengan berbuat demikian, Ia telah
meniadakan dampak Babel. Di Babel umat manusia telah dikacau-balaukan,
dipisah-pisahkan, dan dicerai-beraikan. Di sana manusia korporat ciptaan Allah
telah dipecah-belah. Tetapi oleh kematian-Nya di atas salib, Kristus telah
menciptakan perdamaian yang vertikal dan horisontal. Karena itu, pada hari
Pentakosta, Kristus dapat turun ke atas kaum beriman sebagai Roh pemersatu dan
mendatangkan gereja secara riil. Pada hari Pentakosta orang-orang yang
berkata-kata dengan berbagai bahasa telah menjadi esa.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 3, Berita 64
No comments:
Post a Comment