Pembacaan Alkitab: Ef. 4:17-21
Nasihat Paulus ialah, “Jangan hidup lagi
seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia.”
(ay. 17) Orang-orang yang tidak mengenal Allah adalah orang-orang yang jatuh,
yang menjadi siasia dalam pikiran mereka (Rm. 1:21). Mereka hidup tanpa Allah
dalam kesia-siaan pikiran mereka, dikendalikan dan diarahkan oleh pemikiran
mereka yang sia-sia. Apa pun yang mereka lakukan menurut pikiran mereka yang
jatuh adalah kesia-siaan, tanpa realitas. Kehidupan manusia yang jatuh ialah
kehidupan dalam kesia-siaan pikiran. Hari ini semua manusia duniawi hidup dalam
kesia-siaan yang demikian. Dalam pandangan Allah dan Rasul Paulus, apa saja
yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan mereka tidak lain kesia-siaan.
Perkara-perkara itu satu pun tidak ada yang riil atau mantap, semuanya sia-sia.
Sebagai orang beriman, kita tidak seharusnya hidup lagi dalam pikiran yang
sia-sia, sebaliknya kita harus hidup dalam realitas roh kita.
Menurut ayat 18, orang-orang yang hidup
dalam pikiran yang sia-sia memiliki pengertian yang gelap. Ketika pikiran
orang-orang yang jatuh dipenuhi dengan kesia-siaan, pengertian mereka
digelapkan tentang masalah Allah.
Orang-orang itu juga “jauh dari hayat
Allah” (ayat 18, Tl.). Hayat ini adalah hayat Allah yang kekal, bukan
ciptaan, yang tidak dimiliki oleh manusia pada saat penciptaan. Setelah
diciptakan, manusia dengan hayat insani yang diciptakan Allah ditaruh di depan
pohon hayat (Kej. 2:8-9) supaya dia dapat menerima hayat Allah yang bukan
ciptaan. Tetapi manusia jatuh ke dalam kesia-siaan pikirannya dan digelapkan
dalam pengertiannya sehingga tidak dapat menjamah hayat Allah, sampai ia
bertobat (pikirannya berpaling kepada Allah), dan percaya kepada Tuhan Yesus
untuk menerima hayat kekal Allah (Kis. 11:18; Yoh. 3:16).
Maksud Allah dalam menciptakan manusia
adalah agar manusia beroleh bagian dalam buah pohon hayat, dan karenanya
beroleh hayat kekal Allah. Tetapi karena kejatuhan, sifat jahat Iblis telah
diinjeksikan ke dalam manusia, sehingga manusia dijauhkan dari pohon hayat itu.
Menurut Kejadian 3:24, Tuhan Allah “menghalau manusia itu dan di sebelah
timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala
dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan (hayat).”
Dengan demikian, manusia telah dijauhkan dari hayat Allah. Kerub, api, dan
pedang melambangkan kemuliaan, kekudusan, dan keadilan Allah. Ketiga benda itu
menjauhkan manusia yang berdosa sehingga tidak bisa menerima hayat kekal. Ketika
Tuhan Yesus mati di atas salib, Ia telah memenuhi semua tuntutan kemuliaan,
kekudusan, dan keadilan Allah. Karena itu, melalui penebusan Tuhan Yesus, jalan
telah terbuka bagi kita untuk menjamah pohon hayat sekali lagi. Itulah sebabnya
Ibrani 10:19 mengatakan bahwa kita “sekarang dengan penuh keberanian dapat
masuk ke dalam tempat (maha) kudus, oleh darah Yesus.” Pohon hayat berada
dalam tempat maha kudus. Sebagai orang yang percaya Kristus, kita telah dibawa
kembali ke pohon hayat itu. Kini hayat ilahi dalam tempat maha kudus dapat
menjadi kenikmatan kita sehari-hari. Namun orang-orang kafir tetap dijauhkan
dari hayat Allah.
Sumber: Pelajaran-Hayat Efesus, Buku 2, Berita
46
No comments:
Post a Comment