Pembacaan
Alkitab: Gal. 2:20
Kalau kita nampak Kristus adalah segala
sesuatu, kita akan dengan spontan memahami bahwa kita bukan apa-apa dan bukan
siapa-siapa. Dalam Galatia 2:20 kita nampak bahwa kita telah disalibkan bersama
Kristus dan Kristus kini hidup di dalam kita. Dia adalah Sang sabar, baik,
pengasih, dan penuh dengan itu.
Akan tetapi, banyak di antara kita yang
tidak memperhidupkan Kristus, sebaliknya tanpa disadari berjuang untuk memperbaiki
diri kita sendiri. Sebagai contoh, seorang saudara muda yang ingin menikah
mungkin bertekad untuk menjadi seorang suami yang ideal. Berbuat demikian berarti
hidup menurut kebudayaan buatan sendiri atau menurut kebudayaan yang kita
warisi. Sering kali dalam sidang istimewa orang-orang kudus mungkin bersaksi
bahwa setelah sidang mereka tidak akan seperti dulu lagi. Karena pernyataan
seperti itu berasal dari kebudayaan, maka beberapa hari kemudian mereka akan
tetap sama seperti dahulu. Betapa mudahnya kita melampirkan suatu standar budaya
pada diri kita sendiri!
Kebudayaan yang kita lampirkan pada diri
kita itu sebetulnya merupakan satu bentuk pertapaan. Misalkan, seorang saudara
merasa tidak tahan terhadap istrinya, sekalipun istrinya adalah seorang saudari
yang terkasih dalam Tuhan. Saudara itu lalu bernazar, berapa pun besarnya harga
yang harus ia bayar, ia akan menjadi seorang suami yang baik bagi istrinya. Ia
akan menanggungnya, sekalipun dengan menggertak gigi. Saudara ini hidup menurut
pertapaan. Setiap kali kita memutuskan untuk memperbaiki diri atau menjadi
berubah, itu berarti kita hidup me-nurut kebudayaan, bukan menurut Kristus.
Kehendak Allah ialah menyalurkan Kristus ke
dalam kita agar Dia dapat menjadi hayat dan segala sesuatu kita. Allah
menghendaki Kristus menjadi kebenaran, kekudusan, kerendahan hati, dan
kesabaran kita. Karena Kristus adalah segala sesuatu, maka tidak perlu kita
memutuskan untuk melakukan sesuatu atau menjadi sesuatu. Sebaliknya, kita harus
beralih saja kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, terima kasih, Engkau adalah
hayat dan segala sesuatuku. Engkau adalah Allah yang sejati, dan manusia yang
sejati. Bila aku memerlukan kasih, Engkaulah kasih. Bila aku memerlukan kerendahan
hati, Engkau, Tuhan, adalah kerendahan hati. Apa saja yang aku perlukan, itulah
Engkau. ”
Allah tidak menghendaki kita berusaha
menjadi suami, istri, orang tua, atau anak-anak yang baik. Allah hanya menginginkan
satu persona — Kristus. Tetapi, kita tidak boleh mengkhotbahkan hal ini kepada
anak-anak kita sebelum waktunya. Sebaliknya kita harus terlebih dahulu
mengkhotbahkan hal ini kepada diri kita sendiri, mengatakan kepada diri sendiri
bahwa Allah tidak menghendaki perbaikan diri kita, Ia hanya menghendaki Kristus
semata. Ia telah menyalurkan Kristus ke dalam kita sebagai hayat dan segala
sesuatu kita, agar kita dapat memperhidupkan Dia, dan agar Dia dapat diam di
dalam kita. Tidak perlu kita berjuang untuk menjadi orang yang pengasih. Kasih
kita terbatas. Tetapi Kristus adalah kasih, kasih yang tidak terbatas, dan Dia
hidup di dalam kita.
Kita perlu nampak visi surgawi ini, yaitu
bahwa dalam ekonomi-Nya, Allah tidak ingin yang lain kecuali Kristus. Kristus
sungguh indah. Dialah Allah dan manusia, Dia telah melalui inkarnasi, kehidupan
insani, penyaliban, kebangkitan, kenaikan, dan penobatan. Segala adanya Kristus
dan segala yang telah Ia peroleh dan capai telah dicampurkan ke dalam Roh yang
almuhit. Sekarang, sebagai Roh pemberi-hayat yang almuhit, Ia hidup di dalam
kita. Alangkah bodoh jika kita tidak memberikan seluruh tempat dalam kehidupan
kita kepada-Nya! Meskipun kita mungkin mengasihi Dia, tetapi boleh jadi kita
masih membatasi dan mengekang Dia dengan usaha kita untuk menjadi seorang suami
atau istri Kristen yang baik. Dalam diri kita sendiri, kita masih mencoba
menjadi orang yang sabar, rendah hati, baik budi, dan pengasih. Selama kita
berbuat demikian, Kristus tidak berdaya hidup di dalam kita.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 2, Berita 38
No comments:
Post a Comment