Pembacaan
Alkitab: Kol. 1:16-17
Jika kita tidak berada di dalam Kristus,
Kristus tidak dapat berada di dalam kita. Menurut Perjanjian Baru, keberadaan Kristus
di dalam kita berdasar pada fakta kita berada di dalam Dia. Dalam Yohanes 15:4,
Tuhan berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. ” Kalau kita
tinggal di dalam Kristus, Dia akan tinggal di dalam kita. Sekali lagi kita
nampak bahwa berada di dalam Kristus adalah masalah posisi, sedang Kristus di
dalam kita merupakan masalah pengalaman dan kenikmatan. Beban saya dalam berita
ini bukan ingin mengatakan kepada kalian bahwa kita berada di dalam Kristus,
melainkan menunjukkan bahwa Kristus berada di dalam kita. Sekadar mengetahui kita
berada di dalam Kristus tidak memberi kita pengalaman atas Kristus atau
kenikmatan atas Kristus. Tetapi, posisi ini dapat memberi kita hak dan
kehormatan untuk memiliki kenikmatan dan pengalaman atas Kristus.
Kita perlu pengertian yang jelas tentang
arti dari Kristus berlawanan dengan kebudayaan. Walaupun Kristus ada di dalam
kita, kita lebih banyak diduduki oleh kebudayaan daripada oleh Kristus. Kita
dipenuhi oleh banyak hal yang bukan Kristus. Hal-hal tersebut mencakup apa yang
kita sukai dan yang tidak kita sukai, kegemaran, pilihan, dosa, dan keduniawian
kita. Semakin Kristus sebagai anugerah tersuplai ke dalam kita, hal-hal yang
menduduki kita itu makin terlucut keluar. Namun, walau mungkin banyak hal
kedosaan dan keduniawian agak mudah ditanggalkan, kebudayaan kita tetap
tinggal, tidak peduli berapa banyak anugerah tersuplai ke dalam diri kita.
Kita tidak saja mempunyai kebudayaan dari
negeri kita, kita pun mempunyai kebudayaan buatan sendiri. Tanpa disadari, kita
semua memiliki sejenis kebudayaan buatan sendiri. Kebudayaan ini tidak hanya
menjadi susunan dari praktek-praktek tertentu yang kita lakukan dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi juga menjadi standar bagi kehidupan kita. Bila kita
mempunyai standar sedemikian, berarti kita berada di bawah pengaruh kebudayaan
kita. Kebudayaan tidak saja ditujukan kepada hal-hal seperti cara kita makan. Kebudayaan
khususnya menyiratkan standar-standar tertentu. Dalam batin kita ada sebuah
lukisan mental bahwa kita seharusnya menjadi orang macam apa. Inilah kebudayaan
buatan kita sendiri, standar yang kita tetapkan bagi kehidupan kita sehari-hari.
Ketika Allah memanggil Abraham, Allah tidak
memberinya sebuah peta. Penyertaan Allah itulah peta Abraham yang hidup. Tetapi
kebanyakan orang Kristen hari ini lebih suka memiliki semacam “peta” untuk memimpin
mereka setiap hari. “Peta” ini secara tidak sadar terlukis menurut standar
hidup mereka. Dari hari ke hari mereka “mengemudi” menurut “peta” ini. Bila
kita memiliki “peta” seperti ini, secara otomatis kita akan mengesampingkan
Tuhan, sebab Tuhan telah digantikan oleh standar kita. Karena kita mempunyai
standar-standar buatan sendiri bagi kehidupan kristiani, maka kita merasa tidak
perlu menuntut Tuhan, berkontak dengan-Nya, atau bersandar kepada-Nya,
sebaliknya, kita hidup hanya menuruti standar kita. Beberapa orang mungkin
menyatakan bahwa mereka setiap hari berdoa kepada Tuhan dan mohon bantuan-Nya. Memang,
mereka boleh jadi berdoa dan mohon bantuan Tuhan, tetapi bantuan yang mereka
inginkan adalah yang memungkinkan mereka memenuhi atau mencapai standar mereka.
Itu jauh berbeda dengan mohon Tuhan memimpin kita menurut Dia sendiri. Kita
terlebih dahulu mempunyai standarstandar kita, lalu kita mohon bantuan Tuhan
untuk mencapai sasaran kita itu. Itulah yang dimaksud hidup menurut kebudayaan
buatan kita sendiri.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 2, Berita 37
No comments:
Post a Comment