Pembacaan
Alkitab: Yoh. 6:57
Ketika Tuhan Yesus berada di bumi, Dia
tidak hidup berdasarkan hayat insani-Nya. Walaupun Dia adalah seorang manusia
yang sempurna dengan hayat-Nya sendiri, tetapi Ia tidak hidup berdasarkan hayat
insani-Nya, melainkan berdasarkan hayat Bapa. Karena hayat Bapa itu ilahi dan abadi,
maka Tuhan Yesus hidup berdasarkan hayat ilahi ini. Dia dan Bapa memiliki satu
hayat dan satu kehidupan. Putra hidup berdasarkan hayat Bapa, karena kehendak Putra
ialah mengekspresikan Bapa. Karena Putra adalah gambar, ekspresi Bapa, dan
karena Dia hidup oleh Bapa, maka Putra mengekspresikan Bapa dengan sepenuhnya. Yang
hidup Putra, tetapi yang diekspresikan adalah Bapa.
Alkitab mewahyukan bahwa Putra adalah
sebutir benih yang akan direproduksi di dalam kaum beriman. Menurut Yohanes
12:24, biji gandum perlu jatuh ke dalam tanah dan mati supaya dapat
menghasilkan banyak biji gandum dalam kebangkitan. Ketika Tuhan Yesus berada di
bumi, Dia memperhidupkan hayat Bapa. Kini, setelah kebangkitan-Nya, Dia telah
menjadi hayat kita. Dia menghendaki kita memperhidupkan hayat-Nya, bukan hayat
alamiah kita sendiri. Sebagai manusia individual, kita semua mempunyai hayat kita
sendiri. Tetapi dalam ekonomi-Nya, Allah tidak menghendaki kita memperhidupkan
hayat alamiah kita, melainkan memperhidupkan Kristus. Sebagaimana Kristus
memperhidupkan Bapa, kita pun harus memperhidupkan Kristus.
Kita telah menunjukkan bahwa Kristus
berlawanan dengan kebudayaan kita. Kebudayaan buatan kita sendiri, yang kita
laksanakan sendiri, juga kebudayaan yang kita warisi, boleh jadi sangat baik,
tetapi asalkan itu bukan Kristus, itu merupakan hambatan bagi pengalaman dan
kenikmatan kita atas Kristus, serta kehidupan kita oleh Kristus. Untuk memahami
hal ini dengan jelas, kita perlu memiliki visi surgawi. Jika kita mencoba
membuang kebudayaan kita tanpa melihat Kristus sebagai hayat dan segala sesuatu
kita, maka kita hanya akan menggantikan sejenis kebudayaan dengan kebudayaan
lain. Menjadi tidak berkebudayaan juga berarti memiliki satu kebudayaan lain. Orangorang
yang berkebudayaan mempunyai suatu kebudayaan, orang-orang yang tidak
berkebudayaan juga mempunyai suatu kebudayaan, walaupun jenisnya sangat berbeda.
Kalau kita memahami hal ini, kita akan nampak bahwa memutuskan untuk membuang
kebudayaan kita saja tidak ada gunanya. Terpisah dari Kristus, apa adanya kita
dan apa yang kita perbuat bagaimana pun berkaitan dengan kebudayaan. Setiap
orang mempunyai kebudayaan. Kebudayaan itu boleh jadi berkembang atau tidak
berkembang, tinggi atau rendah, namun kebudayaan itu tetap adalah kebudayaan. Pada
waktu Kitab Kolose ditulis, orang-orang Yunani memiliki kebudayaan mereka, dan
orang-orang Yahudi pun memiliki kebudayaan mereka. Selama ribuan tahun dalam
sejarah, setiap suku dan bangsa memiliki jenis kebudayaannya yang khas. Titik
beratnya di sini adalah setiap jenis kebudayaan berlawanan dengan Kristus dan
Kristus berlawanan dengan setiap jenis kebudayaan. Kebudayaan yang mana saja
selalu berlawanan dengan Kristus. Di luar Kristus, setiap produk dan
pengembangan manusia adalah bagian dari kebudayaan.
Kristus yang almuhit adalah hayat kita
(3:4). Jika Kristus tidak menjadi hayat kita, maka segala apa adanya Dia dan
semua yang dicapai dan diperoleh-Nya akan tetap bersifat obyektif. Dia tetap
Dia, kita tetap kita. Kalau begitu Dia tidak ada sangkut-pautnya dengan kita
secara riil, demikian pula kita dengan Dia. Karena itu, dalam pengalaman riil
sehari-hari kita, Kristus harus menjadi hayat kita. Namun kita mungkin memiliki
pengetahuan Alkitab secara doktrinal bahwa Kristus adalah hayat kita tanpa hidup
oleh Kristus secara riil dari hari ke hari. Bukannya hidup oleh Kristus, kita
malahan terlalu sering hidup oleh hayat alamiah kita.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 2, Berita 39
No comments:
Post a Comment