Hitstat

20 January 2015

1 Tesalonika - Minggu 11 Selasa



Pembacaan Alkitab: Yeh. 36:26; Mat. 5:8; 15:8, 18-19


Karena kita telah jatuh dan berdosa, hati psikologis kita menjadi rusak dan licik. Menurut Yeremia 17:9, hati kita lebih licik daripada segala sesuatu, rusak hingga puncaknya. Menurut bahasa aslinya kata-kata "rusak hingga puncaknya" lebih baik diterjemahkan "tidak dapat disembuhkan". Hati kita rusak, busuk sedemikian rupa sehingga tidak dapat disembuhkan. Inilah keadaan hati psikologis semua keturunan Adam.

Tetapi Allah dalam penyelamatan-Nya berjanji memberi kita sebuah hati yang baru. Yehezkiel 36:26, "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat." Ciri khas pertama dari hati yang diperbarui ini ialah berpaling kepada Allah. Berpalingnya hati kita kepada Allah merupakan pertanda yang amat sehat bahwa Ia telah memperbaruinya. Hati yang rusak selalu menjauhi atau menghindari Allah. Jika hati kita menjauhi Dia, itulah tanda bahwa hati kita masih rusak. Ciri-ciri hati yang diperbarui ialah berpaling kepada Allah. Ciri-ciri hati yang bobrok ialah menjauhi Dia. Sebab itu, kita dapat mengetahui apakah hati kita telah diperbarui dengan melihat hati kita berpaling kepada Allah atau menghindari Dia.

Ciri kedua dari hati yang telah diperbarui ialah menuntut kemurnian. Satu Timotius 1:5, menyinggung tentang kasih yang timbul dari hati yang murni. Dalam 2 Timotius 2:22 Paulus menganjuri Timotius untuk bersama-sama "dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni." Apa artinya hati menuntut kemurnian? Menurut Alkitab, memiliki hati yang murni berarti memiliki hati yang bermotivasi tunggal. Jadi, murni adalah masalah motivasi. Jika kita melakukan sesuatu dengan motivasi ganda, berarti hati kita tidak murni. Apa pun yang kita lakukan harus bertujuan tunggal, motivasi tunggal, yakni bagi Allah sendiri. Janganlah memiliki tujuan yang lain. Kita mengasihi Allah, dan karena itu kita melakukan sesuatu bagi-Nya tanpa motivasi lain. Jika demikian, murnilah hati kita.

Hati kita tidak saja harus berpaling kepada Allah dan murni, bahkan perlu ditambahkan unsur kekudusan. Menjadi kudus adalah tersisih bagi Allah, diduduki sepenuhnya oleh Dia, dan dijenuhi oleh Dia. Hati menjadi kudus berarti tersisih bagi Dia, diduduki Dia, dimiliki Dia, dan dijenuhi oleh Dia.

Agar hati kita diteguhkan tak bercacat dalam kekudusan perlu dilakukan banyak hal, bukan hanya hati kita berpaling kepada Tuhan dan murni terhadap Tuhan. Ini berarti hati kita berpaling dan murni disisihkan kepada Tuhan, diduduki oleh Tuhan dan dijenuhi oleh Tuhan. Hati yang sedemikian ini bukan hanya telah berpaling kepada Tuhan tetapi juga bermotivasi murni, disisihkan untuk-Nya, diduduki seluruhnya oleh-Nya, dijenuhi sepenuhnya oleh-Nya. Dalam keadaan seperti inilah hati kita diteguhkan. Begitu diteguhkan, barulah hati kita akan mantap dan tidak lagi goyah atau berubah. Tidak hanya demikian, ketika hati kita sedemikian keadaannya, barulah kita tak bercacat.

Tak bercacat berbeda dengan sempurna. Barang yang sempurna itu tidak ada kekurangannya dan tidak bernoda. Ini melampaui tak bercacat. Dengan kata lain tak bercacat tidaklah sebaik tanpa noda. Dalam 3:13 Paulus tidak menuntut kesempurnaan, melainkan hanya menuntut agar hati kita tak bercacat. Jalan agar hati kita tak bercacat ialah diteguhkan oleh Tuhan. Jika hati kita diteguhkan oleh Dia, kita akan menjadi orang-orang yang hatinya tersisih bagi Tuhan, diduduki oleh Dia, dan dijenuhi oleh Dia. Kemudian hati kita akan mantap, diteguhkan, dibangun, dalam kekudusan. Dalam keadaan kekudusan inilah dan dalam keadaan dikuduskan inilah, hati kita akan menjadi tak bercacat.


Sumber: Pelajaran-Hayat Tesalonika, Buku 2, Berita 21

No comments: