Pembacaan
Alkitab: Ibr. 2:11-12; 12:14
Berita ini akan membahas soal pengudusan. Tidak ada kitab lain
yang membahas masalah pengudusan sebanyak Kitab Ibrani. Kekudusan benar‑benar
merupakan hal yang mutlak diperlukan, karena tanpa itu kita mustahil hidup di
hadapan Allah. Dalam Ibrani 12:14 dikatakan bahwa tanpa kekudusan tidak seorang
pun akan melihat Tuhan. Namun "kudus" ini sukar sekali didefinisikan.
Untuk memahami hal ini, kita perlu meneliti sejenak latar belakang beberapa aliran
pengajaran Kristen yang khusus mengajarkan tentang kekudusan atau pengudusan.
Pengudusan memang diwahyukan sepenuhnya dalam kitab‑kitab Perjanjian Lama
maupun Baru. Walaupun demikian, ajaran itu hampir hilang. Pada masa Reformasi,
Allah mulai memulihkan semua kebenaran‑Nya. Yang pertama dipulihkan ialah kebenaran
tentang pembenaran oleh iman. Jika Anda membaca sejarah gereja dalam lima abad
terakhir, Anda akan menemukan bahwa sesudah terpulihnya pembenaran, yang berikutnya
adalah pengudusan. Tetapi kebenaran pengudusan ini tidak terpulih sejelas
pembenaran. Bahkan kebenaran tentang pembenaran oleh iman sendiri walau telah
terpulih, tetap kurang sempurna, sebab hanya terpulih secara obyektif bukan
secara subyektif. Hal ini telah kita bahas dalam Pelajaran‑Hayat Surat Roma.
Sesudah pemulihan pembenaran oleh iman, pemulihan pengudusan menyusul, hanya
saja pemulihan ini kurang tepat dan menyeluruh.
Lalu pada permulaan abad ke‑19, bangkitlah Kaum Saudara (The
Brethren) di bawah pimpinan John Nelson Darby. Mereka menunjukkan bahwa
kekudusan dalam Alkitab bukanlah "kesempurnaan tanpa dosa". Dengan
Matius 23:17 mereka menunjukkan emas dikuduskan oleh bait. Baitlah yang membuat
emas menjadi kudus. Pengajar‑pengajar Kaum Saudara mengatakan, walaupun emas
yang di perjualbelikan di pasar tidak mengandung dosa, namun tidak berarti ia
kudus. Emas‑emas itu baru kudus bila sudah dipersembahkan kepada Allah dan
diletakkan di dalam Bait Suci‑Nya. Alasan mereka yang demikian sangat kuat dan
tidak seorang pun dapat membantahnya. Selain itu, mereka juga mengutip
perkataan Tuhan Yesus dalam Matius 23:20, membuktikan bahwa yang membuat kurban
menjadi kudus adalah mezbah.
Kaum Saudara yang terkenal dengan perdebatan doktrinalnya, juga
membahas 1 Timotius 4:4‑5, yang menerangkan bahwa segala makanan telah menjadi
kudus karena doa kaum saleh. Selama makanan‑makanan itu berada di pasar, itu
masih umum. Mungkin makanan itu sendiri tidak salah dan tidak berdosa, namun
tetap umum. Bila ia telah diletakkan di atas meja makan dan didoakan oleh kaum
saleh, barulah menjadi kudus. Dengan ayat‑ayat ini Kaum Saudara menunjukkan
bahwa pengudusan berarti perubahan kedudukan. Jadi, berdasarkan ayat‑ayat tadi,
Kaum Saudara mengajarkan bahwa "kudus" berarti perpindahan
kedudukan. Pada mulanya, kedudukan kita duniawi, sedikit pun tidak untuk Allah.
Tetapi ketika kita telah tersisih dan dipersembahkan kepada Allah, kedudukan
kita berubah, dan kita menjadi kudus.
Ajaran Kaum Saudara memang sangat tepat. Beberapa tahun yang lalu,
ketika kita mempelajari macam‑macam aliran tentang pengudusan, kita pun setuju
dengan ajaran Kaum Saudara tersebut. Kita menemukan bahwa kesempurnaan tanpa
dosa, bukanlah makna kekudusan yang sebenarnya. Akan tetapi, setelah kita
meninjau kembali kitab-kitab Perjanjian Baru, kita lalu nampak bahwa kekudusan
(holiness) atau pengudusan (sanctification) bukan hanya masalah
kedudukan, tetapi juga masalah sifat. Jadi, pengudusan tidak saja masalah
mengubah kedudukan, juga masalah mengubah sifat. Memang benar, menurut ayat‑ayat
yang mengatakan emas dikuduskan oleh bait, kurban dikuduskan oleh mezbah, dan
makanan dikuduskan oleh doa kaum saleh; tidak perlu diragukan lagi bahwa ada
aspek kedudukan dalam masalah pengudusan. Akan tetapi kita harus pula melihat
masalah pengudusan yang tercantum dalam Roma 6. Istilah ini tercantum dua kali
di Roma 6:19, 22. "Kekudusan" tidak mengandung unsur
pengalaman, sedang "pengudusan" mengandung unsur pengalaman. Maka
dari Roma 6 dapat kita lihat pengudusan di situ bukan ditujukan pada kedudukan,
melainkan sifat. Dengan ini kita dapat mengatakan bahwa pengudusan bukan hanya
menjamah kedudukan kita, terlebih pula menjamah sifat atau watak kita.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 1, Berita 11
No comments:
Post a Comment