Hitstat

30 June 2015

Ibrani - Minggu 6 Selasa



Pembacaan Alkitab: Ibr. 2:11-12; Rm. 6:19, 22


Dalam Ibrani 2 kekudusan terutama ditujukan kepada sifat ilahi Allah. Hal ini sama dengan yang dimaksud oleh Roma 6. Pengudusan berarti Allah menggarapkan keku­dusan‑Nya ke dalam kita, dengan menyalurkan kekudusan Allah itu ke dalam kita. Ini bukan kekudusan secara kedu­dukan, melainkan kekudusan secara sifat. Dalam pengudusan yang demikian, Kristus sebagai Roh pemberi‑hayat telah meresapi semua bagian batin kita dengan sifat kudus Allah. Itulah yang dimaksud menggarapkan kekudusan Allah ke dalam seluruh diri kita. Ini boleh kita sebut pengudusan secara sifat atau watak.

Mari kita baca Ibrani 2:11, "Sebab Ia yang mengudus­kan dan mereka yang dikuduskan, semuanya berasal dari Satu..." Jelaslah, perkataan "berasal dari Satu" bukan mengacu kepada kedudukannya, melainkan mengacu kepada sifatnya. "Ia yang menguduskan" ialah Kristus, dan 11 "mereka yang dikuduskan" ialah kita. Kristus dan kita berasal dari satu. Ini berarti Kristus yang menguduskan dengan kita yang dikuduskan berasal dari satu sumber dan satu Bapa. Sumber tentu bukan masalah kedudukan, me­lainkan sifat. Yang menguduskan dan yang dikuduskan berasal dari satu sumber, satu Bapa. Maka Bapa adalah sumber Dia yang menguduskan dan sumber mereka yang dikuduskan. Ini bukanlah masalah kedudukan, tetapi masa­lah sifat.

Bagian belakang ayat 11 mengatakan, "itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara." Mengapa dikatakan "itulah sebabnya?" Sebab Dia dan kita berasal dari satu Bapa, satu sumber. Maka, Ia tidak malu menyebut kita saudara.

Kita telah tahu adanya tiga tafsiran tentang definisi pengudusan atau kekudusan dalam kalangan orang Kristen. Yang pertama mengajarkan kesempurnaan tanpa dosa. Ajaran ini mutlak tidak alkitabiah. Yang kedua mengata­kan masalah kedudukan. Ajaran ini memiliki dasar Alkitab yang kuat, namun tidak mencakup setiap hal yang berhu­bungan dengan kekudusan atau pengudusan seperti yang dikatakan dalam Alkitab. Kekudusan atau pengudusan da­lam Alkitab mencakup transformasi perubahan kedudukan dan sifat. Ibrani 2 malahan menekankan aspek sifatnya bu­kan aspek kedudukannya. Pengudusan dalam 2:11 tidak berhubungan dengan kedudukan, melairikan sifat, watak, dan sumber.

Untuk menjadi yang menguduskan manusia, Kristus harus terlahir sebagai Putra sulung Allah (1:6). Sebelum Yesus Kristus dibangkitkan, Allah tidak memiliki Putra su­lung. Ia hanya memiliki Putra tunggal. Apakah perbedaan antara Putra sulung dengan Putra tunggal? Sebagai Putra tunggal, Kristus tidak memiliki sifat insani, hanya memi­liki sifat ilahi. Namun setelah Ia berinkarnasi, Ia menge­nakan sifat insani. Hidup‑Nya sebagai manusia selama tiga puluh tiga setengah tahun di bumi merupakan masa tran­sisi. Di satu pihak, Ia tetap Putra tunggal Allah, tetapi di pihak lain, Ia telah mengenakan sifat insani. Sifat ilahi yang di dalam‑Nya adalah Putra Allah, tetapi sifat insani­Nya itu bukan. Maka dalam waktu tiga puluh tiga se­tengah tahun itu Yesus menjadi sangat ajaib sekali. Ia memiliki sifat ilahi, yaitu Putra Allah, Ia pun memiliki sifat insani, bukan Putra Allah. Bagian sifat insani‑Nya ini belum dilahirkan oleh Allah. Menurut keilahian‑Nya dan sifat ilahi‑Nya, Ia memang Putra Allah. Namun, sebelum Ia dibangkitkan, ada sesuatu pada diri‑Nya yang belum di­lahirkan oleh Allah, yakni sifat insani‑Nya. Karena itu, Ia perlu mengalami kematian dan kebangkitan, supaya bagian sifat insani‑Nya dilahirkan oleh Allah. Mazmur 2:7 adalah dasar yang sangat kuat bagi soal ini. "Engkau telah Kuper­anakkan pada hari ini." Ayat ini tergenap pada saat Tuhan dibangkitkan. Itu dibuktikan oleh Kisah Para Rasul 13:33 yang menyinggung kebangkitan Kristus yang mengutip dari Mazmur 2. Dalam sifat insani‑Nya Kristus baru dilahirkan sebagai Putra Allah pada hari kebangkitan. Setelah itu, Ia menjack Putra sulung Allah. Sekarang, sebagai Putra su­lung, Ia memiliki sifat ilahi dan sifat insani. Sebagai Putra tunggal Allah Ia tidak memiliki sifat insani. Ketika Ia ber­ada di bumi setelah Ia berinkarnasi, Ia memiliki sifat in­sani, hanya saja dalam tiga puluh tiga setengah tahun itu sifat insani‑Nya belum dilahirkan oleh Allah. Melalui ke­bangkitan‑Nya bagian insani‑Nya dilahirkan oleh Allah. Melalui kelahiran ini, Ia menjadi Putra sulung Allah. Ke­tika Ia masih sebagai Putra tunggal Allah, Ia hanya memi­liki sifat ilahi tanpa sifat insani. Namun hari ini Yesus se­bagai Putra sulung Allah, memiliki dua sifat ‑ ilahi dan insani. Ini bukan hal sepele, ini adalah hal besar!

Sumber: Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 1, Berita 11

No comments: