Pembacaan
Alkitab: Ibr. 11:1
Kehidupan
kaum beriman adalah kehidupan dari hal-hal
yang diharapkan, yang berjalan seiring dan tinggal bersama dengan iman (1 Ptr.
1:21; 1 Kor. 13:13; Rm. 4:18). Orang-orang yang tidak percaya, karena tidak
memiliki Kristus,
mereka tidak memiliki pengharapan (Ef 2:12; 1 Tes. 4:13). Tetapi kita, kaum
beriman dalam Kristus, adalah orang-orang yang memiliki pengharapan. Panggilan
yang kita terima dari Allah mendatangkan pengharapan bagi kita (Ef 1: 18; 4:4).
Kita telah dilahirkan kembali kepada suatu pengharapan yang hidup (1 Ptr. 1:3).
Kristus di dalam kita adalah pengharapan akan kemuliaan (Kol. 1:27; 1 Tim.
1:1), yang akan menghasilkan penebusan, transfigurasi tubuh kita dalam
kemuliaan (Rm. 8:23-25). Ini
adalah pengharapan keselamatan (1 Tes. 5:8), pengharapan bahagia (Tit. 2:13),
suatu pengharapan baik (2 Tes. 2:16), pengharapan hayat kekal (Tit. 1:2; 3:7),
juga adalah pengharapan kemuliaan Allah (Rm. 5:2), pengharapan Injil (Kol.
1:23), pengharapan yang disediakan bagi kita di surga (Kol. 1:5). Kita harus
senantiasa memelihara pengharapan ini (1 Yoh. 3:3) dan bermegah dalamnya (Rm.
5:2). Allah kita adalah Allah sumber pengharapan (Rm. 15:13), agar melalui
dorongan dari Kitab Suci kita. dapat memiliki pengharapan (Rm. 15:4), setiap
saat dalam Allah (1 Ptr. 1:21), dan dapat bersukacita di dalam pengharapan (Rm.
12:12). Kitab Ibrani ini menyuruh kita untuk teguh berpegang pada pengharapan
yang kita megahkan sampai pada akhirnya (3:6), menunjukkan kerajinan untuk
menjadikan pengharapan suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya (6:11), dan
untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita (6:18). Kitab ini juga
memberi tahu kita bahwa perjanjian yang baru membawakan pengharapan yang lebih
baik, yang mendekatkan kita kepada Allah (7:19). Kehidupan kita haruslah
kehidupan yang penuh pengharapan, pengharapan ini berjalan seiring dan tinggal
bersama dengan iman (1 Ptr. 1:21; 1 Kor. 13:13). Kita harus meneladani Abraham,
yang sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun percaya dalam pengharapan (Rm. 4:18).
Ibrani
11:1 juga menyebutkan iman "adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak
dilihat." Jadi, iman bukan suatu zat atau substansi, melainkan suatu
bukti, tindakan, tanda nyata, atau keterangan nyata dari segala sesuatu yang
tidak kita lihat. Segala sesuatu yang diharapkan adalah hal-hal yang tidak kelihatan (Rm. 8:24-25). Kalau telah kita lihat, tidak
perlu kita harapkan lagi. Sebagai orang-orang yang berpengharapan, kita tidak
seharusnya meletakkan sasaran hidup kita pada hal-hal yang kelihatan, melainkan pada hal-hal yang tidak kelihatan; karena
hal-hal yang
kelihatan adalah sementara, sedangkan hal-hal
yang tidak kelihatan adalah kekal (2 Kor. 4:18). Maka, kita hidup oleh iman,
bukan oleh penglihatan (2 Kor. 5:7). Sasaran kita ialah tempat maha kudus dan
Yerusalem Baru, keduanya ini tidak kelihatan. Namun kita memiliki keyakinan
penuh terhadap hal-hal yang
tidak kelihatan ini. Iman meyakinkan kita tentang apa yang tidak kelihatan.
Jadi, iman adalah tanda nyata, keterangan nyata dari hal-hal yang tidak kelihatan.
Iman,
yang adalah jalan untuk merealisasikan dan menikmati hal-hal milik Allah, bukanlah berasal
dari alamiah kita, melainkan suatu kemampuan ilahi yang diinfuskan ke dalam
kita. Iman yang tepat ialah unsur ilahi,
bahkan Allah itu sendiri, yang terinfus ke dalam diri kita sebagai kemampuan
untuk mensubstansiasi hal-hal yang
tidak kita lihat. Unsur yang terinfus adalah kemampuan mensubstansiasi. Setiap
kali kita berkontak dengan Allah atau mendengar firman-Nya, dengan spontan kemampuan
mensubstansiasi yang diinfuskan oleh Allah sendiri ini mulai memahami hal-hal Allah, hal-hal yang kita harapkan, dan hal-hal yang tidak kelihatan, dan kita
pun dengan sederhana percaya. Seperti telah kita sebutkan, iman merupakan satu
indra yang istimewa di luar pancaindra kita yang sudah ada sejak lahir. Indra
ini dapat mensubstansiasi hal-hal
Allah, yang tidak kelihatan. Karena kehidupan orang Kristen adalah kehidupan
yang penuh pengharapan dan bersasaran pada hal-hal yang tidak kelihatan, maka kita perlu lebih banyak transfusi
dan infus Allah ke dalam kita, agar kita beroleh kemampuan iman untuk
mensubstansiasi segala hal yang kita harapkan dan beroleh bukti dari hal-hal yang tidak kelihatan itu.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 3, Berita 47
No comments:
Post a Comment