Hitstat

18 November 2015

Ibrani - Minggu 26 Rabu



Pembacaan Alkitab: Ibr. 12:5-14


Dalam ayat 13 penulis memberitahu kaum beriman Ibrani, "Luruskanlah jalan hagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terkilir, tetapi menjadi sembuh." Istilah "terkilir" dalam bahasa Yunani boleh juga diartikan. "lepas sendi" atau "terpelecok". Konteks ayat ini berarti menghendaki kaum beriman yang bimbang dan tidak maju itu seharusnya menolak semua praktek luaran dari Yudaisme (yaitu, meluruskan jalan) sehingga mereka, anggota‑anggota yang pincang dari Tubuh ristus itu tidak jatuh ke dalam pengingkaran iman (yaitu, tidak terkilir), tetapi sebaliknya dibawa kembali sepenuhnya ke dalam cara perjanjian yang baru (yaitu, disembuhkan). Jadi, meluruskan jalan berarti melepaskan semua bentuk luaran praktek‑praktek agama Yahudi; tidak terkilir berarti tidak mengingkari iman; dan menjadi sembuli berarti sepenuhnya dibawa ke dalam jalan perjanjian yang baru.

Jalan perjanjian yang baru pastilah lurus, tidak berliku‑liku. Jika kaum beriman Ibrani pada hari Sabat tetap mengunjungi Bait Suci bersama‑sama dengan kerabat mereka, berarti mereka masih berliku‑liku dalam jalan perjanjian yang baru. Setiap kompromi itulah suatu liku‑liku. Bagaimana kaum beriman Ibrani bisa meluruskan jalan perjanjian yang baru? Hanya dengan melepaskan setiap penampilan luar agama Yahudi itu. Mereka harus berkata kepada kerabat mereka, "Karena Bait Suci itu bentuk luaran dari praktek agama Yahudi, maka aku tidak lagi pergi ke sana bersama kalian tiap hari Sabat."

Yang pincang yang disebut dalam ayat 13 ditujukan kepada kaum beriman Ibrani yang bimbang. Paulus tidak menghendaki orang pincang itu kakinya terkilir. Terkilir berarti mengingkari iman, terjerumus ke dalam agama Yahudi. Kaum beriman Ibrani yang bimbang itu justru dalam bahaya terjerumus ke dalam keadaan terkilir. Andaikata lutut Anda terkilir, mudah sekali Anda jatuh dari jalan yang benar. Kata "tetapi menjadi sembuh" berarti dibawa sepenuhnya ke atas jalan perjanjian yang baru.

Ayat 14 mengatakan, "Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." Kehidupan orang Kristen yang tepat seharusnya merupakan suatu perimbangan antara damai dengan kekudusan. Bagi Allah, kekudusan adalah sifat ilahi‑Nya; bagi kita, kekudusan adalah pengudusan kita bagi Allah. Di sini artinya adalah bahwa pada saat kita sedang menuntut damai dengan semua orang, kita juga harus memperhatikan perkara pengudusan di hadapan Allah. Penuntutan kita, akan damai sejahtera dengan semua orang harus diimbangi dengan pengudusan kita di hadapan Allah, penyisihan diri kita kepada Allah; tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan dan memiliki persekutuan dengan‑Nya.

Kita tidak seharusnya hanya menuntut damai dengan semua orang tanpa terlebih dulu memiliki kekudusan. Damai tanpa kekudusan berarti kompromi. Kita tidak mau damai yang kompromis itu, kita ingin damai yang dihasilkan dari kekudusan. Di tahun‑tahun silam, saya menjumpai banyak orang Kristen yang karena ingin damai dengan orang lalu mengambil sikap kompromis, pada akhirnya, di antara mereka tetap tidak ada damai. Dari luar kelihatannya mereka berkompromi dalam banyak masalah, tetapi pada hakikat, di dalamnya, mereka saling berselisih. Puji Tuhan, dalam pemulihan Tuhan dewasa ini, semakin banyak kita masuk ke tempat maha kudus, semakin kita berada dalam damai. Jika para penatua di suatu gereja lokal tidak damai antara satu sama lain, sungguh memalukan. Jika kita memperhatikan kekudusan, yaitu berada dalam tempat maha kudus, kita pasti memiliki damai yang sejati. Puji Tuhan, selama dua belas tahun lebih ini, gereja di Los Angeles selalu dalam suasana damai, gereja di Anaheim juga demikian. Di sini kita tidak dapat menemukan sedikit tanda ketidakdamaian. Damai yang ada di tengah‑tengah kita bukan produksi kompromi, melainkan produksi kekudusan di dalam tempat maha kudus.


Sumber: Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 3, Berita 51

No comments: