Pembacaan
Alkitab: Ibr. 12:5-14
Dalam
ayat 13 penulis memberitahu kaum beriman Ibrani, "Luruskanlah jalan
hagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terkilir, tetapi menjadi
sembuh." Istilah "terkilir" dalam bahasa Yunani boleh juga
diartikan. "lepas sendi" atau "terpelecok". Konteks ayat
ini berarti menghendaki kaum beriman yang bimbang dan tidak maju itu seharusnya
menolak semua praktek luaran dari Yudaisme (yaitu, meluruskan jalan) sehingga
mereka, anggota‑anggota yang pincang dari Tubuh ristus itu tidak jatuh ke dalam
pengingkaran iman (yaitu, tidak terkilir), tetapi sebaliknya dibawa kembali
sepenuhnya ke dalam cara perjanjian yang baru (yaitu, disembuhkan). Jadi,
meluruskan jalan berarti melepaskan semua bentuk luaran praktek‑praktek agama
Yahudi; tidak terkilir berarti tidak mengingkari iman; dan menjadi sembuli
berarti sepenuhnya dibawa ke dalam jalan perjanjian yang baru.
Jalan
perjanjian yang baru pastilah lurus, tidak berliku‑liku. Jika kaum beriman
Ibrani pada hari Sabat tetap mengunjungi Bait Suci bersama‑sama dengan kerabat
mereka, berarti mereka masih berliku‑liku dalam jalan perjanjian yang baru.
Setiap kompromi itulah suatu liku‑liku. Bagaimana kaum beriman Ibrani bisa meluruskan
jalan perjanjian yang baru? Hanya dengan melepaskan setiap penampilan luar
agama Yahudi itu. Mereka harus berkata kepada kerabat mereka, "Karena Bait
Suci itu bentuk luaran dari praktek agama Yahudi, maka aku tidak lagi pergi ke
sana bersama kalian tiap hari Sabat."
Yang
pincang yang disebut dalam ayat 13 ditujukan kepada kaum beriman Ibrani yang
bimbang. Paulus tidak menghendaki orang pincang itu kakinya terkilir. Terkilir
berarti mengingkari iman, terjerumus ke dalam agama Yahudi. Kaum beriman Ibrani
yang bimbang itu justru dalam bahaya terjerumus ke dalam keadaan terkilir.
Andaikata lutut Anda terkilir, mudah sekali Anda jatuh dari jalan yang benar.
Kata "tetapi menjadi sembuh" berarti dibawa sepenuhnya ke atas
jalan perjanjian yang baru.
Ayat
14 mengatakan, "Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah
kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." Kehidupan
orang Kristen yang tepat seharusnya merupakan suatu perimbangan antara damai
dengan kekudusan. Bagi Allah, kekudusan adalah sifat ilahi‑Nya; bagi kita,
kekudusan adalah pengudusan kita bagi Allah. Di sini artinya adalah bahwa pada
saat kita sedang menuntut damai dengan semua orang, kita juga harus
memperhatikan perkara pengudusan di hadapan Allah. Penuntutan kita, akan damai
sejahtera dengan semua orang harus diimbangi dengan pengudusan kita di hadapan
Allah, penyisihan diri kita kepada Allah; tanpa kekudusan tidak seorang pun
akan melihat Tuhan dan memiliki persekutuan dengan‑Nya.
Kita
tidak seharusnya hanya menuntut damai dengan semua orang tanpa terlebih dulu
memiliki kekudusan. Damai tanpa kekudusan berarti kompromi. Kita tidak mau
damai yang kompromis itu, kita ingin damai yang dihasilkan dari kekudusan. Di
tahun‑tahun silam, saya menjumpai banyak orang Kristen yang karena ingin damai
dengan orang lalu mengambil sikap kompromis, pada akhirnya, di antara mereka
tetap tidak ada damai. Dari luar kelihatannya mereka berkompromi dalam banyak
masalah, tetapi pada hakikat, di dalamnya, mereka saling berselisih. Puji
Tuhan, dalam pemulihan Tuhan dewasa ini, semakin banyak kita masuk ke tempat
maha kudus, semakin kita berada dalam damai. Jika para penatua di suatu gereja
lokal tidak damai antara satu sama lain, sungguh memalukan. Jika kita
memperhatikan kekudusan, yaitu berada dalam tempat maha kudus, kita pasti
memiliki damai yang sejati. Puji Tuhan, selama dua belas tahun lebih ini,
gereja di Los Angeles selalu dalam suasana damai, gereja di Anaheim juga
demikian. Di sini kita tidak dapat menemukan sedikit tanda ketidakdamaian.
Damai yang ada di tengah‑tengah kita bukan produksi kompromi, melainkan
produksi kekudusan di dalam tempat maha kudus.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 3, Berita 51
No comments:
Post a Comment