Hitstat

03 November 2015

Ibrani - Minggu 24 Selasa



Pembacaan Alkitab: Ibr. 11:1


Iman adalah jalan unik untuk mewarisi janji-janji Allah (6:12). Dalam Alkitab, Allah telah memberikan banyak janji kepada kita. Untuk mewarisi janji-janii ini kita perlu membiarkan Allah menginfuskan iman kepada kita. Karena kebanyakan hal yang dijanjikan Allah itu belum tertampak atau masih kita harapkan, maka kita perlu iman untuk mewujudkannya.

Kita harus masuk ke tempat maha kudus, ke zaman perjanjian baru Allah dengan keyakinan iman yang teguh (10:22). Dalam beberapa berita ini telah banyak kita bahas hal-hal mengenai ekonomi Allah. Jika kita memejamkan mata iman kita, segala yang kita. bicarakan itu akan sia-sia. Jika kita menerapkan iman kita, kita akan nampak alangkah banyaknya hal-hal dalam ekonomi Allah itu. Tanpa iman, segala sesuatu akan lenyap. Tetapi jika kita beriman, kekayaan yang besar sekali akan terbentang di hadapan kita. Kita harus maju ke depan bersama visi ini, bukan dengan pengetahuan agama.

Pengharapan kita ialah Kristus. Hayat-Nya yang tidak dapat binasa berikut fungsi hukum hayatnya, telah disalurkan ke dalam kita; hayat inilah pengharapan kita. Imamatnya yang rajani dan ilahi, yang di dalamnya Dia menyuplaikan segala kekayaan Allah, juga merupakan pengharapan kita. Ini perlu menjadi pengakuan kita. Kita harus menerapkan iman kita, teguh berpegang kepada pengakuan pengharapan kita, dan tidak goyah. Hanya dengan iman sajalah kita dapat merealisasikan pengakuan pengharapan kita di dalam Kristus.

Ingin beroleh jiwa pada zaman kerajaan yang akan datang menuntut kita memiliki iman (10:39; 1 Ptr. 1:9). Jika kita tidak memperhatikan kenikmatan hidup hari ini dan mementingkan yang akan datang, kita harus memiliki iman. Iman adalah bukti segala sesuatu yang tidak kita lihat. Kalau kita tidak dapat melihat hal-hal yang akan datang, bagaimana kita tahu bahwa ada suatu hari esok yang mulia di hadapan kita? Kita dapat mengetahuinya oleh iman.

Dalam Ibrani 3:12 dan 19 kita diingatkan agar tidak memiliki hati yang jahat dan yang tidak percaya. Dalam pandangan Allah, tidak ada hati yang lebih jahat daripada hati yang tidak percaya kepada-Nya. Hati yang tidak beriman adalah hati yang paling jahat. Tidak ada suatu hal yang lebih menghina Allah daripada ketidakpercayaan kita, juga tidak ada suatu hal yang lebih menghormati Allah daripada kepercayaan kita kepada-Nya. Kita harus percaya kepada setiap firman Allah.

Walaupun iman sudah direalisasikan dalam batin kita, tetapi kita sulit mendefinisikannya. Iman ialah iman. Namun di bawah ilham Roh Kudus, penulis Surat Ibrani mengatakan, "Iman adalah substansiasi (dasar, LAI) dan segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dan segala sesuatu yang tidak dilihat" (11: 1). Kalau iman adalah substansiasi dari segala sesuatu yang diharapkan, maka iman adalah jaminan, keyakinan, penegasan, realitas, esens, dasar penopang dari hal-hal yang diharapkan. Kata substansiasi adalah bentuk kata kerja dari substansi, yaitu mampu memahami realitas substansi yang tidak kelihatan. Inilah yang dilakukan iman. Misalnya, kertas yang memuat berita-berita ini adalah suatu substansi. Jika Anda menyentuhnya dengan tangan, Anda dapat mensubstansiasi kertas ini. Anda merasakan, merealisasikan, dan memiliki kesadaran (pemahaman) yang penuh terhadap kertas ini; inilah tindakan mensubstansiasi. Iman bukanlah suatu substansi, melainkan suatu tindakan substansiasi. Memiliki iman bukan berarti memiliki unsur semacam substansi, melainkan memiliki kemampuan mensubstansiasi. Meskipun ada beberapa benda tidak dapat kita lihat, dengar atau raba, tetapi dalam batin kita ada suatu kekuatan yang mampu mensubtansiasikannya, inilah iman. Alkitab berkata bahwa siapa saja yang percaya beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:15). Ketika mendengar kata-kata ini, kita merasa kata-kata ini mengandung sesuatu yang riil, walaupun tidak seorang pun dapat melihat atau menjamahnya. Namun iman di dalam. kita mensubstansiasikan apa yang terkandung di dalam kata-kata itu.


Sumber: Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 3, Berita 47

No comments: