Pembacaan
Alkitab: Ibr. 11:1
Iman
adalah jalan unik untuk mewarisi janji-janji
Allah (6:12). Dalam Alkitab, Allah telah memberikan banyak janji kepada kita.
Untuk mewarisi janji-janii ini
kita perlu membiarkan Allah menginfuskan iman kepada kita. Karena kebanyakan
hal yang dijanjikan Allah itu belum tertampak atau masih kita harapkan, maka
kita perlu iman untuk mewujudkannya.
Kita
harus masuk ke tempat maha kudus, ke zaman perjanjian baru Allah dengan
keyakinan iman yang teguh (10:22). Dalam beberapa berita ini telah banyak kita
bahas hal-hal mengenai
ekonomi Allah. Jika kita memejamkan mata iman kita, segala yang kita. bicarakan
itu akan sia-sia. Jika kita menerapkan iman kita, kita akan nampak alangkah
banyaknya hal-hal dalam
ekonomi Allah itu. Tanpa iman, segala sesuatu akan lenyap. Tetapi jika kita
beriman, kekayaan yang besar sekali akan terbentang di hadapan kita. Kita harus
maju ke depan bersama visi ini, bukan dengan pengetahuan agama.
Pengharapan
kita ialah Kristus. Hayat-Nya yang
tidak dapat binasa berikut fungsi hukum hayatnya, telah disalurkan ke dalam
kita; hayat inilah pengharapan kita. Imamatnya yang rajani dan ilahi, yang di
dalamnya Dia menyuplaikan segala kekayaan Allah, juga merupakan pengharapan
kita. Ini perlu menjadi pengakuan kita. Kita harus menerapkan iman kita, teguh
berpegang kepada pengakuan pengharapan kita, dan tidak goyah. Hanya dengan iman
sajalah kita dapat merealisasikan pengakuan pengharapan kita di dalam Kristus.
Ingin
beroleh jiwa pada zaman kerajaan yang akan datang menuntut kita memiliki iman
(10:39; 1 Ptr. 1:9). Jika kita tidak memperhatikan kenikmatan hidup hari ini
dan mementingkan yang akan datang, kita harus memiliki iman. Iman adalah bukti
segala sesuatu yang tidak kita lihat. Kalau kita tidak dapat melihat hal-hal yang akan datang, bagaimana
kita tahu bahwa ada suatu
hari esok yang mulia di hadapan
kita? Kita dapat mengetahuinya oleh iman.
Dalam
Ibrani 3:12 dan 19 kita diingatkan agar tidak memiliki hati yang jahat dan yang
tidak percaya. Dalam pandangan Allah, tidak ada hati yang lebih jahat daripada
hati yang tidak percaya kepada-Nya.
Hati yang tidak beriman adalah hati yang paling jahat. Tidak ada suatu hal yang
lebih menghina Allah daripada ketidakpercayaan kita, juga tidak ada suatu hal
yang lebih menghormati Allah daripada kepercayaan kita kepada-Nya. Kita harus percaya kepada
setiap firman Allah.
Walaupun
iman sudah direalisasikan dalam batin kita, tetapi kita sulit
mendefinisikannya. Iman ialah iman. Namun di bawah ilham Roh Kudus, penulis
Surat Ibrani mengatakan, "Iman adalah substansiasi (dasar, LAI) dan
segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dan segala sesuatu yang tidak
dilihat" (11: 1). Kalau iman adalah substansiasi dari segala sesuatu
yang diharapkan, maka iman adalah jaminan, keyakinan, penegasan, realitas,
esens, dasar penopang dari hal-hal yang diharapkan. Kata substansiasi adalah
bentuk kata kerja dari substansi, yaitu mampu memahami realitas substansi yang
tidak kelihatan. Inilah yang dilakukan iman. Misalnya, kertas yang memuat
berita-berita ini
adalah suatu substansi. Jika Anda menyentuhnya dengan tangan, Anda dapat
mensubstansiasi kertas ini. Anda merasakan, merealisasikan, dan memiliki
kesadaran (pemahaman) yang penuh terhadap kertas ini; inilah tindakan
mensubstansiasi. Iman bukanlah suatu substansi, melainkan suatu tindakan
substansiasi. Memiliki iman bukan berarti memiliki unsur semacam substansi,
melainkan memiliki kemampuan mensubstansiasi. Meskipun ada beberapa benda tidak
dapat kita lihat, dengar atau raba, tetapi dalam batin kita ada suatu kekuatan
yang mampu mensubtansiasikannya, inilah iman. Alkitab berkata bahwa siapa saja
yang percaya beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:15). Ketika mendengar kata-kata ini, kita merasa kata-kata ini mengandung sesuatu yang
riil, walaupun tidak seorang pun dapat melihat atau menjamahnya. Namun iman di
dalam. kita mensubstansiasikan apa yang terkandung di dalam kata-kata itu.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 3, Berita 47
No comments:
Post a Comment