Pembacaan
Alkitab: Kol. 3:11;4:2
Kerap kali ketika berdoa, kita tidak masuk
ke dalam doa yang sungguh-sungguh. Melalui pengalaman kita dapat membedakan
mana doa yang sungguh-sungguh, mana doa yang tidak sungguh-sungguh. Tahukah
Anda mengapa begitu sukarnya berdoa dengan sungguh-sungguh? Halangannya yang
utama bukan dosa atau keduniawian, melainkan opini kebudayaan. Tanpa disadari,
kita masih dikontrol oleh opini-opini kebudayaan kita. Namun, bila kita berdoa
dengan tekun, akhirnya kita bisa berdoa dengan sungguh-sungguh. Ini berarti
dalam doa kita, kita dibebaskan dari opini-opini kebudayaan dan masuk ke dalam
roh. Bila kita mengalami doa yang sungguh-sungguh, kita akan berada di luar
kebudayaan kita, khususnya, di luar opini kebudayaan kita. Selama waktu doa
yang sungguh-sungguh, kita berada di dalam roh, dan kita dengan Tuhan adalah
satu roh. Pada waktu-waktu inilah kita memperhidupkan Kristus.
Selain itu, pada waktu-waktu doa yang
sungguh-sungguh itu, kematian Kristus bekerja di batin kita secara tuntas untuk
mengakhiri semua perkara negatif dalam diri kita. Dengan spontan, kuasa
kebangkitan Kristus pun bekerja dalam kita. Akibatnya, kita akan benar-benar
bersatu dengan Kristus, menjadi satu dengan Kristus. Pengalaman selama kita
berdoa dengan sungguh-sungguh ini memberi kita satu cita rasa dari kehidupan
orang Kristen yang normal.
Semakin kita memiliki doa yang sejati, kita
akan semakin memiliki pengalaman terlepas dari opini kebudayaan kita, menjadi
satu roh dengan Tuhan, dan memperhidupkan Kristus. Sayang sekali, bila kita
berhenti berdoa, kita dengan spontan kembali lagi ke dalam kebudayaan kita. Kemudian,
kita berusaha hidup menurut pertapaan kita sendiri. Sewaktu kita masuk ke dalam
doa yang sungguh-sungguh, kita terpisah jauh dari pertapaan dan semua ajaran
lainnya, karena kita bersatu dengan Tuhan yang hidup. Tidak hanya demikian,
ketika kita berdoa bersama orang lain sedemikian, kita benar-benar menjadi satu
dalam roh doa. Demikian, kita akan menjamah realitas satu manusia baru, di mana
tidak lagi ada orang Yunani atau Yahudi, Barbar atau Skit, orang bersunat atau
tidak bersunat. Kita menyadari bahwa manusia baru ini tersusun dari Kristus
semata dan dalam lingkungan ini tidak ada perbedaan kebudayaan. Namun, bila
kita berhenti berdoa, kita akan kembali ke dalam hayat alamiah kita serta
opininya, dan pergumulannya. Kita tidak memperhidupkan Kristus melalui menjadi
satu roh dengan-Nya, melainkan kita mengekang diri menurut pertapaan buatan
kita sendiri. Dalam hayat alamiah kita, kita bertekad berbuat bajik, dan
berupaya menggenapkan apa yang telah kita tentukan untuk dilakukan. Ini berarti
mengekang diri sendiri, bukan memperhidupkan Kristus.
Berdoa dengan tekun berarti kita tidak
boleh meninggalkan roh doa. Kita harus tinggal tetap dalam kondisi doa. Berada
dalam kondisi ini berarti berada di luar opini kita dan menjadi satu roh dengan
Tuhan, memperhidupkan Tuhan, dan menerima Dia sebagai hayat dan persona kita. Dengan
sendirinya kita akan meninggalkan setiap hal di luar Kristus, dan kita hidup
oleh persona yang hidup ini. Masalah kita ialah kita tidak tetap di dalam
kondisi doa yang demikian. Itulah sebabnya Paulus menyuruh kita untuk bertekun
dalam doa. Kita harus berdoa dengan tekun, agar kita terpelihara dalam kondisi
doa yang demikian. Dengan perkataan lain, kehidupan sehari-hari kita harus sama
dengan pengalaman kita dalam waktu-waktu berdoa dengan sesungguhnya. Pengalaman
kita dalam doa harus menjadi satu pola dari kehidupan kristiani kita
sehari-hari.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 2, Berita 33
No comments:
Post a Comment