Pembacaan
Alkitab: Luk. 24:26; Yoh. 17:1
Tuhan Yesus hidup di bumi selama tiga puluh tiga setengah tahun.
Sekali‑sekali Ia juga menerapkan sifat ilahi-Nya, namun kebanyakan Ia
memperhidupkan sifat insani‑Nya. Maka orang lebih banyak melihat‑Nya sebagai
seorang manusia, yakni seorang manusia yang tepat, sempurna, dan istimewa. Mutu‑Nya
yang istimewa berasal dari sifat ilahiNya. Pada suatu hari, Ia naik ke atas
salib untuk menyingkirkan dosa, dan pada waktu yang sama Ia juga memusnahkan
sumber dosa, yakni Iblis. Ketika Tuhan memusnahkan dosa dan Iblis, Ia telah
mengecap rasa maut (Ibr. 2:9), dan melalui mengecap rasa maut, Ia menelan maut
itu. Melalui kematian‑Nya yang almuhit, setiap hal negatif dalam alam semesta
ini, termasuk dosa, Iblis, dan maut, semua telah diakhiri dan dijadikan
sejarah. Setelah disalibkan, Tuhan beristirahat selama tiga hari. Menurut
catatan Alkitab, selama Ia beristirahat dalam makam, Ia berwisata di alam maut
sambil memberi kesempatan kepada maut untuk melakukan apa saja terhadap‑Nya dan
membuktikan bahwa maut tidak dapat berbuat apa‑apa atas diri‑Nya. Setelah
beristirahat dan berwisata, Ia keluar dari dalam alam maut serta bangkit dari
kubur. Melalui kebangkitan‑Nya, Ia dilahirkan ke dalam keputraan ilahi dengan
membawa sifat insani‑Nya, dan menjadi Putra sulung Allah. Akhirnya, Ia masuk ke
dalam kemuliaan, bahkan mengalami pemuliaan. Sebagai Putra sulung Allah, Tuhan
Yesus telah mengalami suatu proses untuk masuk ke dalam kemuliaan. Itulah
pemuliaan‑Nya.
Sebagai Putra tunggal Allah, Kristus sudah berada dalam kemuliaan,
tidak perlu pemuliaan lagi. Namun, karena Ia pernah hidup di bumi dalam. sifat
insani‑Nya, maka Ia masih perlu pemuliaan. Karena itu, seperti yang diwahyukan
dalam Yohanes 17:1, pada malam terakhir dari hidup-Nya di bumi, Ia berdoa, "Bapa,
telah tiba saatnya; muliakanlah Anak‑Mu, supaya Anak‑Mu memuliakan
Engkau."
Dalam butir ini saya ingin memperkenalkan satu istilah baru :
pemutraan (sonized). Setelah melalui semua ujian dan setelah
dibangkitkan dan ditinggikan, maka sifat insani Yesus telah "diputrakan".
Ini berarti sifat insani‑Nya dibawa ke dalam keputraan ilahi. Walaupun
Kristus adalah Putra Allah, namun sebelum dibangkitkan, Ia mengenakan sifat
insani, yang tidak ada hubungannya dengan keputraan tersebut. Pada suatu hari,
Ia membawa sifat insani itu ke dalam maut, melalui maut, bahkan keluar dari
maut, lalu dibangkitkan oleh kuasa hayat ilahi menurut Roh kekudusan (Rm. 1:4).
Melalui proses demikian, sifat insani‑Nya diputrakan ke dalam keputraan ilahi
Allah. Maka, dengan sifat insani‑Nya yang dibangkitkan dan ditinggikan, di
dalam kebangkitan, Ia dilahirkan sebagai Putra sulung Allah.
Kini, Ia yang telah diputrakan sedemikian, adalah model standar
kita. Model standar ini telah mencapai kesempurnaan; kesempurnaan ini memiliki
sifat ilahi, juga sifat insani yang telah ditinggikan, dan yang telah membuat
semua hal negatif menjadi sejarah. Kita perlu mengangkat mata kita, memandang
model standar ini. Ketika kita memandang‑Nya, kita akan nampak sifat ilahi‑Nya
dan sifat insani‑Nya yang telah diputrakan tadi. Semua hal negatif kini telah
berada di seberang sana sungai, dan telah menjadi sejarah. Namun, model standar
ini berada dalam pemuliaan dan peninggian di tepi seberang sini sungai, di mana
tidak ada dosa, maut, Iblis, atau hal‑hal negatif lainnya. Sekarang ada seorang
manusia di dalam kemuliaan, di dalam kesempurnaan. Kesempurnaan macam apa yang
dapat dibandingkan dengan hal ini?
Apakah kesempurnaan? Kesempurnaan ialah pemuliaan. Kesempurnaan di
sini ialah seorang manusia yang memiliki sifat ilahi, memiliki sifat insani,
yang telah diputrakan menjadi Putra sulung Allah, dan yang sekarang berada
dalam pemuliaan‑Nya. Pada diri‑Nya, semua hal negatif telah menjadi sejarah,
dan ditinggalkan di seberang sana sungai. Inilah kesempurnaan, inilah
pemuliaan. Dalam Perjanjian Baru, pemuliaan sama dengan kesempurnaan. Kristus,
model standar ini, kini berada dalam kesempurnaan yang sedemikian, dan kita
sedang dalam perjalanan mencapai kesempurnaan ini.
Sumber:
Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 2, Berita 38
No comments:
Post a Comment