Pembacaan Alkitab: Kel. 31:18; 25:16; Ibr. 9:4
Dalam tabut di tempat maha kudus
terdapat tiga benda yang penting, yaitu manna yang tersembunyi, tongkat yang
bertunas, dan dua loh hukum (9:4). Dalam berita ini kita akan membahas masalah
kedua loh hukum. Dalam Alkitab sukar kita jumpai istilah "loh hukum."
Kitab Perjanjian Lama sering menyebut "loh kesaksian" (Kel. 31:18,
Tl.), dan kitab Perjanjian Baru menyebut loh perjanjian (Ibr. 9:4, TI.).
Mengapa hukum itu disebut loh kesaksian dan loh perjanjian? Hukum itu disebut
loh perjanjian, sebab di masa Perjanjian Lama, hukum itu adalah perjanjian yang
lama. Namun sulit sekali memahami mengapa hukum disebut pula loh kesaksian.
Ketika Allah memerintahkan Musa membuat tabut (Kel. 25:10), Ia
berfirman, "Dalam tabut itu haruslah kau taruh loh kesaksian
yang akan Kuberikan kepadamu" (Kel. 25:16, Tl.). Kata
"kesaksian" di sini sudah jelas ditujukan kepada hukum Taurat. Allah
tidak mengatakan harus menaruh hukum Taurat di dalam tabut, tetapi menaruh
kesaksian di dalam tabut. Karena kesaksian ini ditaruh dalam tabut, maka tabut
itu disebut tabut kesaksian (Kel. 25:22, Tl.). Tidak hanya demikian, Kemah
Pertemuan juga disebut kemah kesaksian (Bil. 17:8, Tl.). Jadi, kita memiliki
loh kesaksian, tabut kesaksian, dan kemah kesaksian. Ketika manna dan tongkat
yang bertunas ditempatkan di depan hukum Taurat, berarti benda‑benda itu
ditaruh di hadapan kesaksian (Kel. 16:34; Bil. 17:10, Tl.). Benda apa saja yang
ditempatkan di hadapan kesaksian berarti ditempatkan di hadapan Allah (Kel.
16:33‑34), sebab kesaksian tidak mungkin terpisah dari Allah. Ketika sesuatu
berada di hadapan kesaksian, ia berada di hadapan Allah, dan ketika ia berada
di hadapan Allah, berarti ada di hadapan kesaksian. Tabut disebut tabut
kesaksian dan Kemah Pertemuan disebut kemah kesaksian. Hukum Taurat disebut
kesaksian sebab ia mempersaksikan Allah. Karena itu, hukum Taurat adalah
kesaksian Allah.
Kejadian 1:26 menerangkan bahwa
Allah menciptakan manusia menurut rupa dan gambar‑Nya. Maksud Allah ialah ingin
memperoleh satu ekspresi melalui manusia. Ekspresi ini adalah kesaksian‑Nya.
Kehendak Allah selalu sama, baik dahulu, sekarang, maupun sampai selama‑lamanya,
yakni Ia ingin menggarapkan diri‑Nya ke dalam manusia, agar Ia dapat
diekspresikan dan memiliki satu kesaksian. Tetapi sebelum Allah merampungkan
hal ini, manusia sudah jatuh. Dalam sifat kejatuhannya, manusia selalu ingin
melakukan kebaikan untuk mencari perkenan Allah. Itulah sebabnya, Allah lalu
memberi manusia hukum Taurat. Allah menurunkan hukum Taurat karena manusia
tidak menyadari bahwa dirinya telah jatuh, tidak bisa memuaskan dan tidak bisa
mengekspresikan Allah. Tetapi, setelah hukum Taurat diturunkan, Allah segera
mengganti sebutan hukum itu menjadi kesaksian. Apa yang Allah berikan kepada
manusia adalah hukum Taurat, tetapi hukum itu terutama tidak disebut hukum,
melainkan kesaksian.
Menurut konsepsi manusia, hukum Taurat
adalah kesepuluh perintah itu. Tetapi kehendak Allah tidak demikian, hukum
Taurat bukanlah suatu perintah, melainkan kesaksian‑Nya. Jika Anda mencoba
untuk memelihara hukum Taurat, Ia akan menjadi kesepuluh perintah bagi Anda.
Akan tetapi, jika Anda tahu apa itu hayat, dan jika Anda hanya berjalan dengan
Allah, tanpa mencoba melakukan hukum Taurat, niscaya Anda akan nampak bahwa
hukum Taurat adalah kesakslan Allah dan ekspresi Allah.
Setiap hukum mempunyai dua aspek:
aspek pemelihara hukum dan aspek pembuat hukum. Hukum adalah untuk dipelihara
atau diamalkan. Hukum yang kita buat akan mengekspresikan kita orang macam apa.
Karena hukum yang kita buat mempersaksikan keadaan kita, maka hukum itu menjadi
kesaksian kita. Di pihak pembuat hukum, hukum adalah kesaksian; di pihak
pengamal hukum, hukum adalah perintah atau peraturan. Hukum Taurat Allah juga
memiliki dua aspek ini. Terhadap kita yang ingin mengamalkan, hukum adalah
kesepuluh perintah, tetapi terhadap Allah, adalah kesaksian-Nya.
Sumber: Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 4, Berita 63
No comments:
Post a Comment